hubungan antar lembaga negara
Banyak dari
sebagaian warga negara Indonesia masih belum paham betapa pentingnya kedudukan,
fungsi dan hubungan antar lembaga negara di Indonesia. Padahal, tidak sedikit
lembaga baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang memiliki fungsi yang
perlu diketahui oleh warga negara pada umumnya. Tetapi tidak kalah pentingnya
hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, bagaimana hubungan antara Presiden
dengan DPR, MPR dengan Presiden dsb. Banyak diantara orang awam jika ditanya
“Menurut anda bagaimana anda hubungan Presiden dengan DPR saat ini?” terkadang
ada orang yang menjawab “baik-baik saja” tetapi tidak sedikit pula yang
menjawab “bermasalah atau tidak harmonis”. Apakah jawaban tersebut sesuai
dengan apa yang kita inginkan?
Dari penjelasan
berikut mungkin akan menjawab sebagian pertanyaan tersebut.
Hubungan Presiden dengan MK
Hubungan
Presiden dengan MK di atur di
dalam :
- UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
- UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”
- UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
- Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).
Dari lima kewenangan MK itu, hampir semuanya berpotensi
bersinggungan dengan Presiden. Pertama, pengujian UU terhadap UUD. Lembaga
negara yang mempunyai kewenangan membuat UU adalah Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat, sehingga produk Presiden –bersama dengan DPR- lah yang diuji
ke MK. Kedua, sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN). Sebagai lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, Presiden berpeluang menjadi
subjek perkara SKLN di MK.
Ketiga, memutus pembubaran partai politik. Pasal 68 UU
No.23/2004 tentang MK disebutkan bahwa pemohon pembubaran partai politik adalah
pemerintah. Jadi, hanya pemerintah (Presiden) yang berhak memohon agar MK
membubarkan sebuah partai politik yang dianggap “berbahaya”.
Sedangkan, kewenangan dalam memutus sengketa hasil pemilu
atau pemilukada tidak terlalu berhubungan dengan presiden. Pasalnya, pemilu
atau pemilukada diselenggarakan oleh lembaga yang independen –Komisi Pemilihan
Umum (KPU), KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota- dari presiden.
Terakhir, kewenangan memutus perkara impeachment atau pemakzulan
Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah kewenangan khusus yang diberikan UUD.
Bila DPR menemukan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden berupa pengkhinatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, maka perkara itu akan
dibawa ke MK. Setelah MK memutus, maka akan diserahkan lagi ke Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk melakukan eksekusi. MPR dimungkinkan untuk
melakukan eksekusi yang berbeda dengan putusan MK.
Hubungan
Presiden dengan MA
Hubungan
antar Presiden dengan MA di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 24A ayat 3 yang berbunyi, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.”
- Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
- Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970) termasuk Presiden.
Hubungan
DPR dengan Presiden
Hubungan
antar DPR dan Presiden di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
- UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UUD 1945 pasal 7B tentang tata cara pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden oleh DPR
- UUD 1945 pasal 7C yang berbunyi, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.”
- UUD 1945 pasal 11 ayat 1 yang berbunyi, “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
- UUD 1945 pasal 13 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
- UUD 1945 pasal 13 ayat 3 yang berbunyi, “Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
- UUD 1945 pasal 14 ayat 2 yang berbunyi, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbanganDewan Perwakilan Rakyat.”
- UUD 1945 pasal 20 ayat 2 yang berbunyi, “Setiap rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.”
- UUD 1945 pasal 20A mengenai hak-hak DPR
- UUD 1945 pasal 22 mengenai tata cara pembentukan Undang-Undang
- UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajuka oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
- UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
- UUD 1945 pasal 24A ayat 3 yang berbunyi, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.”
- UUD 1945 pasal 24B ayat 3 yang berbunyi, “Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
- UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.”
- UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”
- UU no 27 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 yang berbunyi, “Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan Presiden.”
- Hubungan antara DPR dam Presiden terletak pada hubungan kerja. Hubungan kerja tersebut antara lain adalah mengenai proses pembuatan undang-undang antara presiden dan DPR yang diatur dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan undang-undang harus dibahas oleh presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama (ayat 2). Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, maka maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa persidangan itu (ayat 3). Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama, (ayat 4) dan apabila presiden dalam waktu 30 hari setelah rancangan undang-undang itu disetujui bersama, undang-undang itu sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (ayat 5). Untuk terbentuknya undang-undang, maka harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR. Walaupun seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya, maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diundangkan.
- Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Yaiyu mengawasi presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat mengusulkan pemberhentian Presisiden sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal 7A). Dalam bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu(pasal 23 ayat 3).
- Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden antara lain: melantik presiden dan atau wakil presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang itu (pasal 9), memberikan pertimbangan atas pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13), memberikan pertimbangan kepada presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi (pasal 14 ayat 2), memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan persetujuan atas pengangkatan komisi yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan persetujuan atas pengangkatan hakim agung (pasal 24A ayat 3).
Hubungan
BPK dengan DPR
Hubungan
antar DPR dan BPK di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
- UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 11 mengenai kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan
- UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 3 yang berbunyi, “Calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat.” UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 4 yang berbunyi, “DPR memulai proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 21 ayat 2 yang berbunyi, “Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 35 ayat 2 yang berbunyi, “Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.”
Seperti yang telah kita ketahui bersama, konstitusi negara
kita, Undang-Undang Dasar 1945, membentuk BPK hanya untuk melaksanakan satu
tugas, menegakkan transparansi fiskal guna membantu lembaga perwakilan rakyat
dalam melaksanakan hak bujetnya. BPK melaksanakan tugas itu melalui pemeriksaan
atau audit pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Naskah asli Undang-Undang Dasar 1945, yang disusun oleh the
founding fathers kita menugaskan BPK sebagai satu-satunya auditor yang
melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Berbeda
dengan di banyak negara lain, Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan BPK sejajar
dengan lembaga-lembaga negara yang ada dalam struktur negara kita. Di berbagai
negara yang lain lembaga auditor ekstemal seperti BPK ditempatkan langsung di
bawah lembaga legislatif sebagai pemegang hak bujet. Lembaga legislatif itulah
yang menugaskan auditor eksternal untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan negara. Selain tetap mempertahankan pemberian
hak eksklusif pemeriksaan keuangan negara kepada BPK, perubahan ketiga dari UUD
1945 justru telah memperkuat posisinya dengan memberikan kedudukan yang “bebas
dan mandiri” kepada BPK.
Baik naskah asli maupun perubahan, UUD 1945 menjunjung
tinggi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara. ltulah sebabnya mengapa diberikan kedudukan tinggi, kebebasan dan
kemandirian kepada BPK. Maksudnya adalah agar BPK dapat melaksanakan tugasnya
secara objektif. BPK dapat memeriksa dan melaporkan keuangan negara sebagaimana
adanya, bebas dari pengaruh maupun tekanan politik. Termasuk dari ketiga cabang
pemerintahan, baik eksekutif, legislatif maupun judikatif.
Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada rakyat banyak,
utamanya pembayar pajak, melalui wakil-wakilnya di DPR serta DPRD sebagai pemegang
hak bujet. Seperti halnya DPR, DPD juga menerima laporan hasil pemeriksaan
keuangan Pemerintah Pusat. Sementara itu, DPRD menerima laporan hasil
pemeriksaan keuangan pemerintah daerahnya masing-masing. Semuanya itu diatur
dalam UU No. 22 tentang Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD (Pasa147) dan UU No. 15
tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Pasal 17,
ayat 1).
Walaupun DPD tidak memiliki hak bujet, posisinya sangat
penting. Karena DPD memiliki fungsi memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
hal penyusunan Rancangan APBN Pemerintah Pusat maupun dalam mengawasi
pelaksanaannya setelah menjadi APBN.
Dengan menggunakan hak legislasinya, DPR dan DPRD memiliki
hak dan wewenang masing-masing untuk menindak lanjuti temuan-temuan BPK. Undang-Undang
No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara menyebut bahwa BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaannya itu. BPK pun dapat memproses secara pidana auditee yang tidak
serius melakukan koreksi terhadap temuannya. Temuan-temuan yang mengandung
unsur pidana seperti ini wajib diserahkan oleh BPK kepada penegak hukum. Temuan
pemeriksaan BPK tersebut merupakan bukti awal yang dapat diperdalam dan
ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
Memenuhi amanat konstitusi, BPK juga menerima penugasan dari
lembaga pemegang hak bujet (DPR dan DPRD) untuk melakukan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan khusus itu juga dapat dilakukan berdasarkan inisiatif sendiri, baik
atas dasar permintaan pemerintah, pengaduan masyarakat maupun pendalaman
pemeriksaan kami sendiri. Atas penugasan dari DPR, kini BPK tengah melakukan
pemeriksaan atas penggunaan dana oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tentang
subsidi BBM.
Melalui pemulihan kewenangan serta kebebasan maupun kemandiriannya
BPK diharapkan akan dapat menegakkan transparansi fiskal. Pada gilirannya ini
akan memulihkan kembali penggunaan hak bujet milik rakyat melalui
wakil-wakilnya di DPR dan DPRD yang telah mengalami erosi dalam era otoriter
Orde Baru. Pemulihan hak bujet rakyat itu diharapkan akan dapat memperbaiki
pengelolaan serta pertanggungjawaban keuangan negara yang selama ini
”morat-marit” sehingga kita dilanda oleh krisis perekonomian sejak tujuh tahun
terakhir. Transparansi fiskal sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat
membayar pajak maupun kepercayaan mereka memegang Surat Utang Negara (SUN).
Transparansi fiskal tersebut juga menambah kepercayaan kreditur internasional
dalam memberikan hibah maupun pinjaman kepada Pemerintah Indonesia.
Hubungan
antara MPR dengan DPR
Hubungan
antar MPR dan DPR di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.”
- UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
- UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UUD 1945 pasal 7B ayat 6 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.”
Hubungan
antara MPR dengan Presiden
Hubungan
antar MPR dan Presiden di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden”
- UUD 1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”
- UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “
- UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
- UUD 1945 pasal 7B ayat 7 yang berbunyi, “Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- UUD 1945 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
- UUD 1945 pasal 8 ayat 3 yang berbunyi, “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi berakhir masa jabatannya.
- UUD 1945 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi, “Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat”.
- UU no 27 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, “Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.
Hubungan
MPR dengan DPD
Hubungan antara MPR dan DPD dia atur didalam UUD 1945 pasal
2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan
Undang-Undang.
Hubungan
DPR dengan DPD
Hubungan
antar DPR dan DPD di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 22D ayat 1 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah”
- UUD 1945 pasal 22D ayat 2 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.”
- UUD 1945 pasal 22D ayat 3 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.”
- UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”
- UUD 1945 pasal 23E ayat 2 yang berbunyi, “Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.”
- UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
Hubungan
DPR dengan MA
Hubungan
antar DPR dan MA di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 24A tentang Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung.
- UU no 27 tahun 2009 pasal 83 ayat 5 yang berbunyi, “Pimpinan DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.”
Hubungan
DPD dengan Presiden
Hubungan
antar DPR dan MA di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”
- UUD 1945 pasal 23 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.”
- UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
- UU no 27 tahun 2009 pasal 227 ayat 3 yang berbunyi, “Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden.”
- UU no 27 tahun 2009 pasal 240 ayat 2 yang berbunyi, “Tugas panitia kerja dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun pandangan dan pendapat DPD.”
Hubungan
DPD dengan BPK
Hubungan
antar DPD dan BPK di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 3 yang berbunyi, “Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
di
atur di dalam :
- UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
- UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 2 yang berbunyi, “Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Ketua Mahkamah Agung berhalangan, sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung.”
Hubungan
DPD dengan BPK
Hubungan
antar DPD dan BPK di atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 3 yang berbunyi, “Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 7 ayat 4 yang berbunyi, “Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.”
- UU no 15 tahun 2006 pasal 14 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.”
Hubungan
DPD dengan Presiden
di
atur di dalam :
- UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”
- UUD 1945 pasal 23 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.”
- UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”
- UU no 27 tahun 2009 pasal 227 ayat 3 yang berbunyi, “Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden.”
- UU no 27 tahun 2009 pasal 240 ayat 2 yang berbunyi, “Tugas panitia kerja dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun pandangan dan pendapat DPD.”
Pasal 24 ayat (2)
menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut
menyatakan puncak kekuasaan kehakiman dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK.
Mahkamah Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari pengaruh
cabang-cabang kekuasaan yang lain.
Dalam hubungannya dengan
Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk
ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
Elfa Ilung
wanna be a famous writer!!
Nama, Kedudukan, Wewenang, dan Saling Hubungan
Lembaga-Lembaga Negara yang Tercantum dalam UUD 1945 Setelah Amandemen
Elfa Ilung
undefined
undefinedundefined
A. Nama-Nama Lembaga Negara
1. Legislatif
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2. Eksekutif
a. Presiden dan Wakil Presiden
3. Yudikatif
a. Mahkamah Agung (MA)
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
c. Komisi Yudisial (KY)
d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
B. Kedudukan Lembaga Negara
1. Legislatif
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR
berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah
lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya lembaga negara. Dengan
demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen maka MPR termasuk
lembaga negara.
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan
rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan lembaga perwakilan
daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
2. Eksekutif
a. Presiden dan Wakil Presiden
Presiden mempunyai kedudukan
sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya
amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah
amandemen UUD 1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui pemilihan umum.
3. Yudikatif
a. Mahkamah Agung (MA)
MA dan MK secara de facto
kedudukannya setara tapi tidak saling terkait dalam struktur tertentu.
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi adalah
lembaga baru setelah adanya perubahan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi merupakan
salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
c. Komisi Yudisial (KY)
Komisi yudisial bukan lembaga
pemegang kekuasaan kehakiman seperti MA dan MK, melainkan hanya sebagai lembaga
yang menunjang tehadap pelaksanaan tugas kekuasaan kehakiman atau dapat disebut
sebagaisupporting institution. Akan
tetapi di sini, dapatlah ditegaskan bahwa sebagai lembaga pengawas eksternal
kedudukan, KY bukan supporting melainkan dapat juga disebut
sebagai main institution.
Oleh sebab itu,sebagai lembaga Negara kedudukan KY tidaklah di bawah MA maupun
MK,tetapi tugas dan wewenangnya tetaplah bersifat penunjang bagi kekuasaan
kehakiman.
d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara
lainnya.
C. Wewenang
1. Legislatif
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sesuai dengan
Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut:
1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
2. Melantik presiden dan wakil presiden;
3. Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam
masa jabatannya menurut undang-undang dasar.
4. Menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden
pengganti sampai terpilihnya Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
mestinya.
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
1. Membuat perjanjian dengan luar negri yang
menyatakan perdamaian atau perang
2. Mengajukan RUU yang disebut usul inisiyatif
3. DPR yang merangkap anggota MPR berwewenang
mengawasi presiden dalam melaksanakan haluan Negara, apa bila presiden dianggap
tidak melaksanakan haluan Negara
c. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sesuai dengan
Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut:
1. Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada
DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah,
pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Ikut merancang undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran,
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang
berkaitan dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.
4. Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan
pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah,
pajak, pendidikan, dan agama
2. Eksekutif
a. Presiden dan Wakil Presiden
1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
2. Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepadaDewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
4. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat
duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
6. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR
7. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan
lainnya yang diatur dengan UU
8. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa
Keuanganyang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah
10. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang
diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
11. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi
Yudisial dengan persetujuan DPR.
3. Yudikatif
a. Mahkamah Agung (MA)
1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang;
2. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi;
3. Memberikan pertimbangan dalam hal presiden
memberi grasi dan rehabilitasi.
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Sesuai dengan
Pasal 24 C UUD 1945 maka wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi, antara
lain sebagai berikut:
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD;
2. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
3. Memutuskan pembubaran partai politik;
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum;
5. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
menurut UUD.
c. Komisi Yudisial (KY)
1. Memutuskan pengangkatan hakim agung
2. Mempunyai wewenang lain dalam rangkan menegakkan
kehormatan,keluhuran,martabat serta perilaku hukum
d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
2. Meminta keterangan yang wajib diberikan oleh
setiap orang, badan pemerintah atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan
terhadap undang undang.
D. Saling Hubungan Antara Lembaga Negara
a. MPR dengan DPR, DPD, dan
Mahkamah Konstitusi
Keberadaan MPR dalam sistem perwakilan
dipandang sebagai ciri yang khas dalam sistem demokrasi di Indonesia.
Keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa
MPR masih dipandang sebagai lembaga perwakilan rakyat karena keanggotaannya
dipilih dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR untuk mencerminkan prinsip
demokrasi politik sedangkan unsur anggota DPD untuk mencerminkan prinsip
keterwakilan daerah agar kepentingan daerah tidak terabaikan. Dengan adanya
perubahan kedudukan MPR, maka pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin
dalam tiga cabang kekuasaan yaitu lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang
kekuasaan kehakiman.
Dalam konteks pelaksanaan kewenangan,
walaupun anggota DPR mempunyai jumlah yang lebih besar dari anggota DPD, tapi
peran DPD dalam MPR sangat besar misalnya dalam hal mengubah UUD yang harus
dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan memberhentikan Presiden yang harus dihadiri
oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam kewenangan tersebut merupakan suatu
keharusan.
Dalam hubungannya dengan DPR, khusus
mengenai penyelenggaraan sidang MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila
didahului oleh pendapat DPR yang diajukan pada MPR.
Selanjutnya, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena
kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa dengan
lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh
UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
b. DPR dengan Presiden, DPD, dan MK.
Berdasarkan UUD 1945, kini dewan perwakilan
terdiri dari DPR dan DPD. Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan
yang diwakilinya, DPR untuk mewakili rakyat sedangkan DPD untuk mewakili
daerah.
Pada pasal 5 menyatakan bahwa presiden dalam bidang legislatif
dijalankan bersama-sama dengan DPR. Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah
suatu konsekwensi yang wajar, yang mengandung arti bahwa presiden bertanggung
jawab kepada DPR.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya.
Pasal 20 ayat (1) menyatakan
bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk
menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif maka pada Pasal 20
ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, sah menjadi
UU dan wajib diundangkan.
Dalam hubungan dengan DPD, terdapat
hubungan kerja dalam hal ikut membahas RUU yang berkaitan dengan bidang
tertentu, DPD memberikan pertimbangan atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil
pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR.
Dalam hubungannya dengan Mahkamah
Konstitusi, terdapat hubungan tata kerja yaitu dalam hal permintaan DPR kepada
MK untuk memeriksa pendapat DPR mengenai dugaan bahwa Presiden bersalah.
Disamping itu terdapat hubungan tata kerja lain misalnya dalam hal apabila ada
sengketa dengan lembaga negara lainnya, proses pengajuan calon hakim
konstitusi, serta proses pengajuan pendapat DPR yang menyatakan bahwa Presiden
bersalah untuk diperiksa oleh MK.
c. DPD dengan DPR, BPK, dan MK
Tugas dan wewenang DPD yang berkaitan
dengan DPR adalah dalam hal mengajukan RUU tertentu kepada DPR, ikut membahas
RUU tertentu bersama dengan DPR, memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU
tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR.
Dalam kaitan itu, DPD sebagai lembaga perwakilan yang mewakili daerah dalam
menjalankan kewenangannya tersebut adalah dengan mengedepankan kepentingan
daerah.
Dalam hubungannya dengan BPK, DPD
berdasarkan ketentuan UUD menerima hasil pemeriksaan BPK dan memberikan pertimbangan
pada saat pemilihan anggota BPK.
Ketentuan ini memberikan hak kepada DPD
untuk menjadikan hasil laporan keuangan BPK sebagai bahan dalam rangka
melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, dan untuk turut menentukan
keanggotaan BPK dalam proses pemilihan anggota BPK. Disamping itu, laporan BPK
akan dijadikan sebagai bahan untuk mengajukan usul dan pertimbangan berkenaan
dengan RUU APBN.
Dalam kaitannya dengan MK, terdapat
hubungan tata kerja terkait dengan kewenangan MK dalam hal apabila ada
sengketa dengan lembaga negara lainnya.
d. MA dengan lembaga negara lainnya
Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
dibawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan
puncak kekuasaan kehakiman dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah
Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari pengaruh
cabang-cabang kekuasaan yang lain.
Dalam hubungannya dengan Mahkamah
Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk ditetapkan
sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1)
menegaskan bahwa calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk
mendapat persetujuan. Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari
kekuasaan kehakiman. Dari ketentuan ini bahwa jabatan hakim merupakan jabatan
kehormatan yang harus dihormati, dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh
suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY
hanya dikaitkan dengan fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan
pengusulan pengangkatan hakim lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan
KY.
e. Mahkamah Konstitusi dengan
Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY
Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai
dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) adalah untuk mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Disamping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK
memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga negara yaitu apabila terdapat
sengketa antar lembaga negara atau apabila terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga negara pada
MK.
f. BPK dengan DPR dan DPD
BPK merupakan lembaga yang bebas dan
mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
dan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD.
Dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat
perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara struktural
dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini
pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus
menyerahkan hasilnya itu selain pada DPR juga pada DPD dan DPRD.
Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN,
hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK.
g. MPR dengan Presiden
MPR sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi mengangkat presiden. Dalam menjalankan tugas pokok dalam bidang
eksekutif (pasal 4(1)) presiden tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan
negara yang garis-garis besarnya telah ditentukan oleh MPR saja, akan tetapi
termasuk juga membuat rencana penyelenggaraan pemerintahan negara. Demikian
juga presiden dalam bidang legislatif dijalankan bersama-sama dengan DPR (pasal
5)
h. DPR dengan Menteri-menteri
Menteri tidak dapat dijatuhkan
dan diberhentikan oleh DPR, tapi konsekuensi dari tugas dan kedudukannya
Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, juga Menteri dari
keberatan-keberatan DPR yang dapat mengakibatkan diberhentikannya Menteri.
i. Presiden dengan Menteri-menteri
Menteri
adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar terhadap Presiden
dalam menentukan politik negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek
pemerintahan, Presiden melimpahkan sebagian wewenang kepada menteri-menteri
yang berbentuk presidium.
Gambar: Skema Lembaga Negara.
Lembaga negara semuanya setara setelah
amandemen yang tertinggi adalah UUD 1945.
Archives
§ Review
Mate
Total Pageviews
13924
Blogger's
I'm an
ordinary girl who love someone since senior high school. He's my clasmate and
my bestfriend. But, he never know about it. he don't know about my feel.
I want to be a doctor an famous writer.
Wish Me Luck God! Help Me
I want to be a doctor an famous writer.
Wish Me Luck God! Help Me
© 2009 - Elfa Ilung is proudly powered by Blogger
Wordpress Templates Featured in Hongkiat.com
Converted by Wordpress To Blogger for WP Blogger Themes
Wordpress Templates Featured in Hongkiat.com
Converted by Wordpress To Blogger for WP Blogger Themes
0 komentar:
Posting Komentar