putubayong.blogspot.com

Rabu, 27 Mei 2015

laporan kunjungan pasar tradisional


Laporan Praktikum
Fisiologi Pasca Panen


KUNJUNGAN PASAR TERONG



Oleh:

NAMA                : FIRNAWATI
NIM                    : G111 13 346
KELAS               : B
KELOMPOK    : 14 
ASISTEN           : HARLIYATI




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVRSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         LATAR BELAKANG
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius, baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya.
Produk pascapanen hortikultura segar juga sangat mudah mengalami kerusakan kerusakan fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi karena secara fisik-morfologis, produk hortikultura segar mengandung air tinggi (85-98%) sehingga benturan, gesekan dan tekanan sekecil apapun dapat menyebabkan kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat mata dan dapat tidak terlihat pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi. Biasanya, untuk kerusakan kedua tersebut baru terlihat setelah beberapa hari.
Hal yang penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah dan sayuran segar apapun bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya. Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat.
Dalam hal penanganan pasca panen, terdapat banyak perbedaan antara penanganan pasca panen ditingkat pasar tradisional maupun pasar modern. Kunjungan ini akan memberikan gambaran tentang penanganan pasca panen di pasar tradisional. Pasar tradisional yang dipilih yaitu Pasar Terong. Pasar Terong adalah nama pasar tradisional yang berada di kota Makassar dan terletak di jalan Terong, kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala. Pasar ini terkenal sebagai pemasok sembilan bahan kebutuhan pokok, seperti sayur-mayur, aneka jenis ikan, telur, buah-buahan, dan lain-lain yang berasal dari berbagai daerah di Sulawesi-Selatan.
Berdasarkan uraian diatas maka dianggap perlu melakukan sebuah kunjungan langsung atau survei untuk mengetahui secara jelas tentang teknik-teknik penanganan pasca panen di pasar tradisional khususnya Pasar Terong.
1.2         TUJUAN
Adapun tujuan diadakannya praktikum lapang mengunjungi pasar tradisional adalah untuk mengetahui harga berbagai komoditi hortikultura, khususnya dalam teknik penanganan pascapanen, mengamati bentuk fisik dari buah dan sayur serta mengetahui keuntungan dari penjual  mendagangkan produk hortikulturanya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Karakteristik Pasca Panen Buah (Jeruk Nipis)
Menurut Kristiani (2011) aktivitas panen dan penanganan seperti teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan kerusakan buah jeruk hingga sekitar 25%.  Untuk menghasilkan jeruk bermutu tinggi, alur penanganan panen hingga pemasaran yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut:
1.      Panen
Umur buah/tingkat kematangan buah yang dipanen, kondisi saat panen, dan cara panen merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mutu jeruk.  Umur buah yang optimum untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari saat bunga mekar.  Ciri-ciri buah yang siap dipanen: jika dipijit tidak terlalu keras; bagian bawah  buah jika dipijit terasa lunak dan jika dijentik dengan jari tidak berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna kuning untuk jeruk siam), dan kadar gula (PTT) minimal 10%.  Kadar gula dapat ditentukan dengan alat hand refraktometer di kebun.  Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen sekaligus, tergantung pada kematangannya. Jeruk termasuk buah yang kandungan patinya rendah sehingga bila dipanen masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga. Jika panen dilakukan setelah melampaui tingkat kematangan optimum atau buah dibiarkan terlalu lama pada pohon, sari buah akan berkurang dan akan banyak energi yang dikuras dari pohon sehingga mengganggu kesehatan tanaman dan produksi musim berikutnya. Panen yang tepat adalah pada saat buah telah masak dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah.  Dalam penyimpanan, rasa asam akan berkurang karena terjadi penguraian persenyawaan asam lebih cepat dari pada peruraian gula (Kristiani, 2011).
Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan tersebut menentukan kecepatan produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya kemunduran produk.Panen dapat dilakukang dengan tangan maupun gunting (Kristiani, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jeruk yang cara pengambilanya berhati-hati dan disimpan pada temperatur kamar 23-31oC selama 3 minggu, yang busuk mencapai 7 %; buah yang dijatuhkan diatas lantai yang busuk sebanyak 12 %; buah yang dipetik basah yang busuk sebesar 21 %; buah yang dipetik terlalu masak yang busuk sebanyak 29 %;  buah yang terkena sinar matahari selama satu hari yang busuk sebanyak 38 %.
2.      Sortasi dan Pencucian
Sortasi atau seleksi merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan atau di kebun dengan tujuan memisahkan buah yang layak dan tidak layak  untuk dipasarkan (busuk, terserang penyakit, cacat, terlalu muda/tua dan lain-lain).  Sortasi juga dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau pasar.  Setelah sortasi, buah jeruk dicuci untuk membersihkan kotoran dan pestisida yang masih menempel pada permukaan kulit buah.  Buah direndam dalam air yang dicampur deterjen atau cairan pembersih 0,5-1 %, kemudian digosok pelan-pelan menggunakan lap halus atau sikat lunak jangan sampai merusak kulit.  Selanjutnya buah dibilas dengan air bersih, dikeringkan menggunakan lap lunak dan bersih atau ditiriskan.
3.      Pemutuan
Pemutuan atau grading dilakukan setelah sortasi dan pencucian untuk mengelompokan buah berdasarkan mutu yaitu, ukuran, berat, warna, bentuk, tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan asing.Peranan penerintah tidak hanya terbatas pada bidang pemasaran saja.Tetapi yang paling penting ialah penetapan standarisasi buah, yang mencakup kualitas buah.Sehubumgan dengan standarisasi buah tersebut, Standar Nasional Indonesia (SNI) menggolongkan buah jeruk kedalam 4 kelas berdasarkan bobot atau diameter buah.

4.      Labeling dan Pengemasan
Pengemasan buah bertujuan melindungi buah dari luka, memudahkan pengelolaan (penyimpanann, pengangkutan, distribusi), mempertahankan mutu, mempermudah perlakuan khusus, dan memberikan estetika yang menarik konsumen.  Kemasan dan lebel jeruk perlu di desain sebaik mungkin baik warna dan dekorasinya karena kemasan yang bagus dapat menjadi daya daya tarik bagi konsumen (Beveridge, 2003)..
Bila jeruk akan dikirim keluar kota, buah jeruk yang diangkut dengan peti akan lebih aman dari pada dengan keranjang bambu atau karung karena keranjang atau karung tidak dapat meredam goncangan selama penggangkutan.
Peti jeruk harus di paku kuat-kuat, bagian ujung dan tengah-tengahnya diikat tali kawat atau bahan pengikat kain yang kuat.Bahan peti dipilih yang ringan dan murah misalnya kayu senggon laut (albazia falcata) atau kayu pinus. Bentuk peti disesuaikan dengan bak angkutan, disarankan persegi panjang (60 x 30 x 30 cm) atau bujur sanggkar (30 x 30 x 30 cm), tebal papan 0,5 cm, lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm agar udara di dalam peti tidak lembab tetapi juga tidak terlalu panas. Bobot maksimal setiap peti sebaiknya tidak melebihi 30 kg.  Buah jeruk lebih baik jika dibungkus dengan kertas tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti diberi tanda diantaranya yaitu nama barang, jumlah buah setiap peti, berat peti dan jeruk, kualitas, tanda merek dagang, daerah/negara asal (Kristiani, 2011).
5.      Penyimpanan
Penyimpanan buah jeruk bertujuan: memperpanjang kegunaan, menampung hasil panen yang melimpah, menyediakan buah jeruk sepanjang tahun, membantu pengaturan pemasaran, meningkatkan keuntungan financial,  mempertahankan kualitas jeruk yang disimpan. Prinsip dari perlakuan penyimpanan: mengendalikan laju respirasi dan transpirasi, mengendalikan atau mencegah penyakit dan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki oleh konsumen.
Penyimpanan di ruang dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, pelunakan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan). Jeruk yang disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan lainnya.Untuk mendapatkan hasil yang baik, suhu ruang penyimpanan dijaga agar stabil.Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah 5 – 10oC.Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (chiling injury).  Jika kelembaban rendah akan terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada beberapa jenis sayuran.Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan mikroba. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar (Beveridge, 2003).
2.2.Karakteristik Pasca Panen Sayuran (Sawi)
Menurut Haryanto (2005), sawi sudah siap apabila umurnya sudah cukup tua, ukuran krop atau pembentukan daunnya telah maksimal, dan ciri-ciri lain sesuai dengan karakteristik varietasnya. Sebagai pedoman (acuan) ciri-ciri sawi siap dipanen terdapat pada Tabel 1.
Cara panen sawi adalah mencabut seluruh bagian tanaman atau memotong bagian batang di atas tanah seperti panen petsai. Pada pertanaman yang baik dan tidak mendapat serangan hama atau penyakit, tiap hektar lahan (kebun) petsai dapat menghasilkan antara 25-60 ton, tergantung dari varietas dan jumlah populasi penanaman. Sedangkan produksi sawi berkisar antara 20-50 ton/hektar. Ciri-ciri sawi siap panen dapat dilihat pada Tabel 1.
1) Penanganan hasil panen
Sawi termasuk sayuran yang mudah busuk dan rusak/susut. Untuk mempertahankan kesegaran dan kualitas produksi sawi perlu penanganan pasca panen yang baik (Haryanto, 2005).
Menurut Haryanto( 2005), tata cara dan tahapan penanganan pascapanen sawi adalah:
a)        Pembersihan daun luar
1)      Setelah krop sawi dipanen (dipotong) segera dikumpulkan di suatu tempat penampungan yang kondisi sekelilingnya teduh.
2)      Daun-daun luar (daun tua) sebagian dibuang, dan hanya beberapa helai saja yang disertakan dengan krop.


Tabel 1. Ciri-ciri sawi siap panen

Jenis/Varietas

Ciri-ciri morfologis



1.
Petsai
-   Krop berukuran besar, padat dan kompak. Umur 2,5 bln


sejak benih (biji) disebar atau tergantung varietasnya.
-
Sangihe
-   41 hari setelah tanam (hst).
-
Talaud
-
45 hst.
-
Eikun
-
60 hst.
-
Chorus
-
60 - 65 hst.
2.
Pak Choi
-   Daun-daun muda berukuran besar dan berumur antara


30-45 hst., tergantung varietasnya.
-
Green Boy
-
30 – 40 hst.
-
Tsoi-sim
-
40 hst.
-
Show-Jean
-
30 hst.
3.
Sawi
-   Daun-daun  muda  berukuran  besar  (maksimal)  dan
(mustard)
berumur  antara  20-30  hari  setelah  tanam  (hst)  atau


tergantung varietasnya.
-
Choho
-
25 hst.
-
Summer Fest
-
21 hst.
-
Caigran
-
30-40 hst.





b)        Sortasi dan pengkelasan
1)    Krop yang telah dibersihkan dari daun-daun luar dapat segera dipisah pisahkan antara krop yang abnormal, busuk/rusak dengan krop yang mulus.
2)    Bersamaan dengan kegiatan sortasi dilakukan pula pengkelasan (klasifikasi) berdasarkan bentuk/berat krop ataupun dengan criteria lain sesuai dengan permintaan pasar.
c)        Pencucian dan penirisan
1)      Krop sawi dicuci bersih dalam air yang mengalir atau airnya disemprotkan.
2)      Krop sawi yang telah bersih segera ditiriskan di tempat (ruangan) yang teduh dan dingin.
3)      Pengemasan untuk sasaran pasar jarak dekat, krop sawi dikemas secara sederhana, yaitu disusun dua tingkatan dengan posisi ujung krop bersentuhan ditengah-tengah, lalu diikat dengan tali bamboo atau tali rafia. Tiap ikatan biasanya berkisar antara 40-50kg. Cara lain: krop sawi dimasukkan bersusun dalam karung goni, bagian ujung krop menghadap keluar, dan setelah karung penuh segera dikuatkan dengan tali penguat.
d)       Pengemasan
1)   Untuk sasaran pasar antar daerah (wilayah) yang agak jauh, pengemasan krop sawi biasanya disusun secara teratur dalam bak mobil. Caranya: dasar bak mobil dilapisi daun-daunan/lembar terpal/lembar plastik; kemudian krop sawidisusun secara teratur dengan posisi pangkal krop menghadap keluar. Sesudah bak mobil penuh, barulah ditutup dengan lembar terpal/plastik.
2)   Untuk sasaran pasar ekspor, krop sawi dikemas dalam container berupa dos karton/keranjang plastik/kantong plastik polyetiline yang diberi lubang-lugang kecil/ventilasi. Tiap container berisi 20-40kg atau tergantung pada pesanan pasar.
e)        Penyimpanan sementara
1)      Di tempat penampungan atau di pasar - pasar dan tempat penjualan lainnya, krop sawi sebaiknya disimpan diruangan dingin yang suhu udaranya antara 0-5 dan kelembaban antara 70%-90% (cold storage); sehingga dapat tahan sekitar 10-14 hari. Di ruang terbuka (suhu kamar) tingkat kesegarannya tahan sekitar 3-5 hari.
2)      Pengolahan Pascapanen
Sayuran sawi biasanya dikonsumsi dalam bentuk lalap segar, lalap masak, dan aneka masakan Cina lainnya seperti Mei Qing Choi dan campuran dengan campuran dengan jamur (Mushroom). Salah satu bentuk makanan olahan dari sawi adalah dibuat asinan. Daun sawi jenis Pak Choi yang diawetkan dengan cara fermentasi disebut “Kimchee”. Demikian pula daun sawi hijau bersama batang mudanya seringkali dibuat asinan (Gatoet, 1995).



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil



3.2.Pembahasan
Berdasarkan hasil kunjungan pasar yang telah dilaksanakan, buah jeruk nipis yang dijual oleh salah satu pedagang bernama Bapak Tiar di pasar Terong berasal dari beberapa kabupaten, antara lain Pangkep, Palopo, Sidrap, dan Sengkang. Jeruk nipis ini dijual dengan harga yang sangat murah yakni Rp. 2.000/ Kg. Dengan harga tersebut ia menyatakan bahwa tidak begitu banyak keuntungan yang diperolehnya. Harga jual tersebut bergantung pada musim dari buah jeruk itu sendiri, seperti yang dikatakan oleh Bapak Tiar, harga 2.000/kg tersebut karena sekarang ini adalah musim daripada jeruk nipis tersebut, sehingga jumlahnya dipasaran sangat melimpah. Supplu jeruk terbur diperoleh dari beberapa daerah dengan harga beli Rp 60.000-70.000/karung. Harga ini sangat murah dibandingkan ketika diluar daripada musim, yakni harga belinya bisa mencapai rp 450.000/karung. Keuntungan tergantung dari ramainya pembeli yang datang. Belum lagi jika buahnya tidak laku dan rusak, ia mengalami kerugian. Bentuk fisik dari jeruk nipis ini kulitnya berwarna hijau, kuning (matang), kulitnya tampak licin dan berminyak serta jeruk masih dalam keadaan baik.
            Dilihat dari kondisi penanganan pasca panen, bapak Tiar tidak memberikan sebuah penanganan pasca panen yang khusus terhadap jeruk nipis yang dijualnya. Jeruk hanya ditumpuk pada sebuah peti kayu, serta dimasukkan ke dalam plastik dan juga karung. Beberapa jeruk di dalam kantong plastik sudah tampak layu.
Selain penjual buah, saya juga sempat mewawancarai seorang pedagang pengumpul bernama Dg. Kulle. Bapak ini menjual kangkung, selada air, sawi dan lain-lain. Kangkung dijualnya perikat dengan harga ecer Rp. 1000,- sementara untuk sau ikat besar dijual dengan harga Rp 8.000/ikat, dan sawi yang dijual dengan harga Rp. 3.000. Asal komoditi sayur ini bermacam-macam, kangkung berasal dari Kabupaten Takalar, dan sawi berasal dari Kabupaten Jeneponto. Sayur yang dijualnya terlihat masih segar dengan warna hijau. Keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengumpul ini sedikit bahkan terkadang mengalami kerugian jika pembeli yang datang, kurang. Supply dilakukan pada sore hari, dengan membeli sayuran tersebut per karung.
Sama halnya dengan buah, tidak ada penangan pasca panen secara khusus yang dilakukan oleh Dg. Kulle, hanya terlihat sesekali sayuran tersebut diberi percikan air, agar tampak tetap segar.



BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari hasil kunjungan pasar dan wawancara dengan beberapa penjual dipasar tradisonal tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1.      Harga jual dari produk hortikultura baik itu sayur maupun buah tidak memberikan keuntungan yang besar, bahkan terkadang pedagang mengalami kerugian.
2.      Di pasar tersebut tidak dilakukan penanganan pasca panen secara khusus untuk mempertahankan kualitas dari produk pertanian, sehingga kerugian akan semakin besar ketika produk mulai rusak atau layu. Selain itu tingkat kehilangan hasil juga sangat besar akibat teknik penanganan yang buruk.
4.2.Saran
Sebaiknya dilakukan berbagai upaya-upaya khusus untuk tetap menjaga dan mempertahankan kualitas prosuk pertanian yang akan dijual serta dilakukan penanganan yang baik, agar tingkat kerugian akibat kehilangan hasil bisa diminimalisir.



DAFTAR PUSTAKA
Beveridge, T. H. J. (2003). “Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables”. In Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices. Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.
Gatoet, S.H. & M. Arifin. 1992. Keragaan Konsumsi Sayuran dan Buah Indonesia. Info Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Haryanto, E., Tina Suhartini, Estu Rahayu & Hendro Sunarjono. 2005. Sawi & Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hal
Kristiani, Depie. 2011. Pasca Panen Jeruk. Online. Di akses pada tanggal 17 Maret 2015. Di http://bloggerlibra-library.blogspot.com/2011/10/pasca-panen-jeruk.html



LAMPIRAN

        

       



0 komentar:

Posting Komentar

apakah pendapat anda tentang blog ini?

RAMALAN CUACA

pendaftaran FMA

Powered byEMF HTML Contact Form

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Recent Posts

Social Media Sharing by CB Bloggerz

facebook

twitter