laporan kunjungan pasar tradisional
Fisiologi
Pasca Panen
KUNJUNGAN PASAR TERONG
Oleh:
NAMA : FIRNAWATI
NIM : G111 13 346
KELAS : B
KELOMPOK : 14
ASISTEN : HARLIYATI
ASISTEN : HARLIYATI
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVRSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Masalah penanganan produk
hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih mejadi masalah
yang perlu mendapat perhatian yang serius, baik dikalangan petani, pedagang,
maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani
mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak
mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu
atau kualitasnya.
Produk
pascapanen hortikultura segar juga sangat mudah mengalami kerusakan kerusakan
fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi
karena secara fisik-morfologis, produk hortikultura segar mengandung air tinggi
(85-98%) sehingga benturan, gesekan dan tekanan sekecil apapun dapat menyebabkan
kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat mata dan dapat tidak
terlihat pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi. Biasanya, untuk kerusakan
kedua tersebut baru terlihat setelah beberapa hari.
Hal yang
penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah dan sayuran segar apapun
bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi.
Aktivitas respirasi berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk
aktivitas hidup pascapanennya. Setelah panen, sebagian besar aktivitas
fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang
atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah penggunaan
substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk
aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah
kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat.
Dalam
hal penanganan pasca panen, terdapat banyak perbedaan antara penanganan pasca
panen ditingkat pasar tradisional maupun pasar modern. Kunjungan ini akan
memberikan gambaran tentang penanganan pasca panen di pasar tradisional. Pasar
tradisional yang dipilih yaitu Pasar Terong. Pasar Terong adalah nama pasar tradisional
yang berada di kota Makassar dan terletak di jalan Terong, kelurahan Wajo Baru,
Kecamatan Bontoala. Pasar ini terkenal sebagai pemasok sembilan bahan kebutuhan
pokok, seperti sayur-mayur, aneka jenis ikan, telur, buah-buahan, dan lain-lain
yang berasal dari berbagai daerah di Sulawesi-Selatan.
Berdasarkan
uraian diatas maka dianggap perlu melakukan sebuah kunjungan langsung atau
survei untuk mengetahui secara jelas tentang teknik-teknik penanganan pasca
panen di pasar tradisional khususnya Pasar Terong.
1.2
TUJUAN
Adapun tujuan
diadakannya praktikum lapang mengunjungi pasar tradisional adalah untuk
mengetahui harga berbagai komoditi hortikultura, khususnya dalam teknik
penanganan pascapanen, mengamati bentuk fisik dari buah dan sayur serta
mengetahui keuntungan dari penjual
mendagangkan produk hortikulturanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Karakteristik
Pasca Panen Buah (Jeruk Nipis)
Menurut Kristiani (2011) aktivitas panen
dan penanganan seperti teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak
baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang
diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan
kerusakan buah jeruk hingga sekitar 25%.
Untuk menghasilkan jeruk bermutu tinggi, alur penanganan panen hingga
pemasaran yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut:
1.
Panen
Umur buah/tingkat kematangan buah yang
dipanen, kondisi saat panen, dan cara panen merupakan faktor terpenting yang
mempengaruhi mutu jeruk. Umur buah yang
optimum untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari saat bunga mekar. Ciri-ciri buah yang siap dipanen: jika
dipijit tidak terlalu keras; bagian bawah
buah jika dipijit terasa lunak dan jika dijentik dengan jari tidak
berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna kuning untuk jeruk siam), dan
kadar gula (PTT) minimal 10%. Kadar gula
dapat ditentukan dengan alat hand refraktometer di kebun. Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya
dapat dipanen sekaligus, tergantung pada kematangannya. Jeruk termasuk buah
yang kandungan patinya rendah sehingga bila dipanen masih muda tidak akan
menjadi masak seperti mangga. Jika panen dilakukan setelah melampaui tingkat
kematangan optimum atau buah dibiarkan terlalu lama pada pohon, sari buah akan
berkurang dan akan banyak energi yang dikuras dari pohon sehingga mengganggu
kesehatan tanaman dan produksi musim berikutnya. Panen yang tepat adalah pada
saat buah telah masak dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah. Dalam penyimpanan, rasa asam akan berkurang
karena terjadi penguraian persenyawaan asam lebih cepat dari pada peruraian
gula (Kristiani, 2011).
Kerusakan mekanis selama
panen bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan tersebut menentukan
kecepatan produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan
meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya
kemunduran produk.Panen dapat dilakukang dengan tangan maupun gunting
(Kristiani, 2011).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jeruk yang cara pengambilanya berhati-hati dan disimpan pada
temperatur kamar 23-31oC selama 3 minggu, yang busuk mencapai 7 %;
buah yang dijatuhkan diatas lantai yang busuk sebanyak 12 %; buah yang dipetik
basah yang busuk sebesar 21 %; buah yang dipetik terlalu masak yang busuk
sebanyak 29 %; buah yang terkena sinar
matahari selama satu hari yang busuk sebanyak 38 %.
2.
Sortasi
dan Pencucian
Sortasi atau seleksi merupakan salah satu
rangkaian dari kegiatan setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal
pengemasan atau di kebun dengan tujuan memisahkan buah yang layak dan tidak
layak untuk dipasarkan (busuk, terserang
penyakit, cacat, terlalu muda/tua dan lain-lain). Sortasi juga dilakukan untuk memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau pasar. Setelah sortasi, buah jeruk dicuci untuk
membersihkan kotoran dan pestisida yang masih menempel pada permukaan kulit
buah. Buah direndam dalam air yang
dicampur deterjen atau cairan pembersih 0,5-1 %, kemudian digosok pelan-pelan
menggunakan lap halus atau sikat lunak jangan sampai merusak kulit. Selanjutnya buah dibilas dengan air bersih,
dikeringkan menggunakan lap lunak dan bersih atau ditiriskan.
3.
Pemutuan
Pemutuan atau grading dilakukan setelah
sortasi dan pencucian untuk mengelompokan buah berdasarkan mutu yaitu, ukuran,
berat, warna, bentuk, tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan
asing.Peranan penerintah tidak hanya terbatas pada bidang pemasaran saja.Tetapi
yang paling penting ialah penetapan standarisasi buah, yang mencakup kualitas
buah.Sehubumgan dengan standarisasi buah tersebut, Standar Nasional Indonesia
(SNI) menggolongkan buah jeruk kedalam 4 kelas berdasarkan bobot atau diameter
buah.
4.
Labeling
dan Pengemasan
Pengemasan buah bertujuan melindungi buah
dari luka, memudahkan pengelolaan (penyimpanann, pengangkutan, distribusi),
mempertahankan mutu, mempermudah perlakuan khusus, dan memberikan estetika yang
menarik konsumen. Kemasan dan lebel
jeruk perlu di desain sebaik mungkin baik warna dan dekorasinya karena kemasan
yang bagus dapat menjadi daya daya tarik bagi konsumen (Beveridge, 2003)..
Bila jeruk akan dikirim
keluar kota, buah jeruk yang diangkut dengan peti akan lebih aman dari pada
dengan keranjang bambu atau karung karena keranjang atau karung tidak dapat
meredam goncangan selama penggangkutan.
Peti jeruk harus di paku
kuat-kuat, bagian ujung dan tengah-tengahnya diikat tali kawat atau bahan
pengikat kain yang kuat.Bahan peti dipilih yang ringan dan murah misalnya kayu
senggon laut (albazia falcata) atau kayu pinus. Bentuk peti disesuaikan dengan
bak angkutan, disarankan persegi panjang (60 x 30 x 30 cm) atau bujur sanggkar
(30 x 30 x 30 cm), tebal papan 0,5 cm, lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm agar
udara di dalam peti tidak lembab tetapi juga tidak terlalu panas. Bobot
maksimal setiap peti sebaiknya tidak melebihi 30 kg. Buah jeruk lebih baik jika dibungkus dengan
kertas tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti diberi tanda diantaranya
yaitu nama barang, jumlah buah setiap peti, berat peti dan jeruk, kualitas,
tanda merek dagang, daerah/negara asal (Kristiani, 2011).
5.
Penyimpanan
Penyimpanan buah jeruk bertujuan:
memperpanjang kegunaan, menampung hasil panen yang melimpah, menyediakan buah
jeruk sepanjang tahun, membantu pengaturan pemasaran, meningkatkan keuntungan
financial, mempertahankan kualitas jeruk
yang disimpan. Prinsip dari perlakuan penyimpanan: mengendalikan laju respirasi
dan transpirasi, mengendalikan atau mencegah penyakit dan perubahan-perubahan
yang tidak dikehendaki oleh konsumen.
Penyimpanan di ruang
dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, pelunakan, kehilangan
air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri,
kapang/cendawan). Jeruk yang disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar,
busuk dan kerusakan lainnya.Untuk mendapatkan hasil yang baik, suhu ruang
penyimpanan dijaga agar stabil.Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah
5 – 10oC.Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (chiling
injury). Jika kelembaban rendah akan
terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang
proses pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban
nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada
beberapa jenis sayuran.Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar
90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara
lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban yang tepat akan
menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan mikroba.
Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas yang berasal dari
hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar (Beveridge, 2003).
2.2.Karakteristik
Pasca Panen Sayuran (Sawi)
Menurut Haryanto (2005),
sawi sudah siap apabila umurnya sudah cukup tua, ukuran krop atau pembentukan
daunnya telah maksimal, dan ciri-ciri lain sesuai dengan karakteristik
varietasnya. Sebagai pedoman (acuan) ciri-ciri sawi siap dipanen terdapat pada
Tabel 1.
Cara panen sawi adalah
mencabut seluruh bagian tanaman atau memotong bagian batang di atas tanah
seperti panen petsai. Pada pertanaman yang baik dan tidak mendapat serangan
hama atau penyakit, tiap hektar lahan (kebun) petsai dapat menghasilkan antara
25-60 ton, tergantung dari varietas dan jumlah populasi penanaman. Sedangkan
produksi sawi berkisar antara 20-50 ton/hektar. Ciri-ciri sawi siap panen dapat
dilihat pada Tabel 1.
1) Penanganan hasil panen
Sawi termasuk sayuran yang mudah busuk dan
rusak/susut. Untuk mempertahankan kesegaran dan kualitas produksi sawi perlu
penanganan pasca panen yang baik (Haryanto, 2005).
Menurut Haryanto( 2005),
tata cara dan tahapan penanganan pascapanen sawi adalah:
a)
Pembersihan daun luar
1)
Setelah krop sawi dipanen (dipotong)
segera dikumpulkan di suatu tempat penampungan yang kondisi sekelilingnya
teduh.
2)
Daun-daun luar (daun tua) sebagian
dibuang, dan hanya beberapa helai saja yang disertakan dengan krop.
Tabel 1. Ciri-ciri sawi siap panen
Jenis/Varietas
|
Ciri-ciri morfologis
|
||
1.
|
Petsai
|
-
Krop berukuran besar, padat dan kompak. Umur 2,5 bln
|
|
sejak benih (biji) disebar atau
tergantung varietasnya.
|
|||
-
|
Sangihe
|
-
41 hari setelah tanam (hst).
|
|
-
|
Talaud
|
-
|
45 hst.
|
-
|
Eikun
|
-
|
60 hst.
|
-
|
Chorus
|
-
|
60 - 65 hst.
|
2.
|
Pak Choi
|
-
Daun-daun muda berukuran besar dan berumur antara
|
|
30-45 hst., tergantung
varietasnya.
|
|||
-
|
Green Boy
|
-
|
30 – 40 hst.
|
-
|
Tsoi-sim
|
-
|
40 hst.
|
-
|
Show-Jean
|
-
|
30 hst.
|
3.
|
Sawi
|
-
Daun-daun muda berukuran
besar (maksimal) dan
|
|
(mustard)
|
berumur antara
20-30 hari setelah
tanam (hst) atau
|
||
tergantung varietasnya.
|
|||
-
|
Choho
|
-
|
25 hst.
|
-
|
Summer Fest
|
-
|
21 hst.
|
-
|
Caigran
|
-
|
30-40 hst.
|
1)
Krop yang telah dibersihkan dari daun-daun
luar dapat segera dipisah pisahkan antara krop yang abnormal, busuk/rusak
dengan krop yang mulus.
2)
Bersamaan dengan kegiatan sortasi
dilakukan pula pengkelasan (klasifikasi) berdasarkan bentuk/berat krop ataupun
dengan criteria lain sesuai dengan permintaan pasar.
c)
Pencucian dan penirisan
1) Krop
sawi dicuci bersih dalam air yang mengalir atau airnya disemprotkan.
2) Krop
sawi yang telah bersih segera ditiriskan di tempat (ruangan) yang teduh dan
dingin.
3)
Pengemasan untuk sasaran pasar jarak
dekat, krop sawi dikemas secara sederhana, yaitu disusun dua tingkatan dengan
posisi ujung krop bersentuhan ditengah-tengah, lalu diikat dengan tali bamboo
atau tali rafia. Tiap ikatan biasanya berkisar antara 40-50kg. Cara lain: krop
sawi dimasukkan bersusun dalam karung goni, bagian ujung krop menghadap keluar,
dan setelah karung penuh segera dikuatkan dengan tali penguat.
d)
Pengemasan
1) Untuk
sasaran pasar antar daerah (wilayah) yang agak jauh, pengemasan krop sawi
biasanya disusun secara teratur dalam bak mobil. Caranya: dasar bak mobil
dilapisi daun-daunan/lembar terpal/lembar plastik; kemudian krop sawidisusun secara teratur dengan posisi pangkal krop menghadap
keluar. Sesudah bak mobil penuh, barulah ditutup dengan lembar terpal/plastik.
2) Untuk
sasaran pasar ekspor, krop sawi dikemas dalam container berupa dos
karton/keranjang plastik/kantong plastik polyetiline yang diberi lubang-lugang
kecil/ventilasi. Tiap container berisi 20-40kg atau tergantung pada pesanan
pasar.
e)
Penyimpanan sementara
1) Di
tempat penampungan atau di pasar - pasar dan tempat penjualan lainnya, krop
sawi sebaiknya disimpan diruangan dingin yang suhu udaranya antara 0-5 dan
kelembaban antara 70%-90% (cold storage); sehingga dapat tahan sekitar
10-14 hari. Di ruang terbuka (suhu kamar) tingkat kesegarannya tahan sekitar
3-5 hari.
2) Pengolahan
Pascapanen
Sayuran sawi biasanya dikonsumsi dalam bentuk lalap
segar, lalap masak, dan aneka masakan Cina lainnya seperti Mei Qing Choi dan
campuran dengan campuran dengan jamur (Mushroom). Salah satu bentuk
makanan olahan dari sawi adalah dibuat asinan. Daun sawi jenis Pak Choi yang
diawetkan dengan cara fermentasi disebut “Kimchee”. Demikian pula daun sawi
hijau bersama batang mudanya seringkali dibuat asinan (Gatoet, 1995).
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil
3.2.Pembahasan
Berdasarkan hasil kunjungan pasar
yang telah dilaksanakan, buah jeruk nipis yang dijual oleh salah satu pedagang
bernama Bapak Tiar di pasar Terong berasal dari beberapa kabupaten, antara lain
Pangkep, Palopo, Sidrap, dan Sengkang. Jeruk nipis ini dijual dengan harga yang
sangat murah yakni Rp. 2.000/ Kg. Dengan harga tersebut ia menyatakan bahwa
tidak begitu banyak keuntungan yang diperolehnya. Harga jual tersebut
bergantung pada musim dari buah jeruk itu sendiri, seperti yang dikatakan oleh
Bapak Tiar, harga 2.000/kg tersebut karena sekarang ini adalah musim daripada
jeruk nipis tersebut, sehingga jumlahnya dipasaran sangat melimpah. Supplu
jeruk terbur diperoleh dari beberapa daerah dengan harga beli Rp
60.000-70.000/karung. Harga ini sangat murah dibandingkan ketika diluar
daripada musim, yakni harga belinya bisa mencapai rp 450.000/karung. Keuntungan
tergantung dari ramainya pembeli yang datang. Belum lagi jika buahnya tidak
laku dan rusak, ia mengalami kerugian. Bentuk fisik dari jeruk nipis ini
kulitnya berwarna hijau, kuning (matang), kulitnya tampak licin dan berminyak
serta jeruk masih dalam keadaan baik.
Dilihat
dari kondisi penanganan pasca panen, bapak Tiar tidak memberikan sebuah
penanganan pasca panen yang khusus terhadap jeruk nipis yang dijualnya. Jeruk
hanya ditumpuk pada sebuah peti kayu, serta dimasukkan ke dalam plastik dan
juga karung. Beberapa jeruk di dalam kantong plastik sudah tampak layu.
Selain penjual
buah, saya juga sempat mewawancarai seorang pedagang pengumpul bernama Dg.
Kulle. Bapak ini menjual kangkung, selada air, sawi dan lain-lain. Kangkung
dijualnya perikat dengan harga ecer Rp. 1000,- sementara untuk sau ikat besar
dijual dengan harga Rp 8.000/ikat, dan sawi yang dijual dengan harga Rp. 3.000.
Asal komoditi sayur ini bermacam-macam, kangkung berasal dari Kabupaten
Takalar, dan sawi berasal dari Kabupaten Jeneponto. Sayur yang dijualnya
terlihat masih segar dengan warna hijau. Keuntungan yang diperoleh oleh
pedagang pengumpul ini sedikit bahkan terkadang mengalami kerugian jika pembeli
yang datang, kurang. Supply dilakukan pada sore hari, dengan membeli sayuran
tersebut per karung.
Sama halnya dengan
buah, tidak ada penangan pasca panen secara khusus yang dilakukan oleh Dg.
Kulle, hanya terlihat sesekali sayuran tersebut diberi percikan air, agar
tampak tetap segar.
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari hasil kunjungan pasar dan
wawancara dengan beberapa penjual dipasar tradisonal tersebut dapat disimpulkan
bahwa:
1. Harga
jual dari produk hortikultura baik itu sayur maupun buah tidak memberikan
keuntungan yang besar, bahkan terkadang pedagang mengalami kerugian.
2. Di
pasar tersebut tidak dilakukan penanganan pasca panen secara khusus untuk
mempertahankan kualitas dari produk pertanian, sehingga kerugian akan semakin
besar ketika produk mulai rusak atau layu. Selain itu tingkat kehilangan hasil
juga sangat besar akibat teknik penanganan yang buruk.
4.2.Saran
Sebaiknya dilakukan berbagai
upaya-upaya khusus untuk tetap menjaga dan mempertahankan kualitas prosuk
pertanian yang akan dijual serta dilakukan penanganan yang baik, agar tingkat
kerugian akibat kehilangan hasil bisa diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Beveridge, T. H.
J. (2003). “Maturity and Quality
Grades for Fruits and Vegetables”. In Handbook of Postharvest
Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and spices. Ed. A. Chakraverty, ..
Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S. Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.
Gatoet, S.H. & M. Arifin. 1992. Keragaan Konsumsi Sayuran dan Buah
Indonesia. Info Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Haryanto, E., Tina
Suhartini, Estu Rahayu & Hendro Sunarjono. 2005. Sawi & Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hal
Kristiani, Depie.
2011. Pasca Panen Jeruk. Online. Di akses pada tanggal 17 Maret
2015. Di http://bloggerlibra-library.blogspot.com/2011/10/pasca-panen-jeruk.html
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar