metode pemupukan padi sawah
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Guna mempertahankan swasembada
pangan memerlukan usaha optimalisasi penggunaan pupuk yang dapat menuju kepada
tercapainya efisiensi pemupukan dengan menggunakan pupuk secara rasional sesuai
dengan kemampuan tanah menyediakan hara, sumbangan hara dari air pengairan dan
kebutuhan tanaman.
Rekomendasi pemupukan yang diberikan
pemerintah melalui Departemen Pertanian didasarkan kepada pengujian-pengujian
lapang yang bersifat agronomis dan merupakan rekomendasi umum yang bersifat
nasional tanpa memperhatikan sifat-sifat tanah dan kebutuhan tanaman. Sejak
tahun 1968, pemerintah telah merekomendasikan pemupukan untuk padi sawah jenis
unggul berdasarkan hasil penelitian IRRI, yaitu 90-120 kg N, 30-60 kg P2O5,
dan 30-50 kg K2O per hektar (Taslim, et al., 1993).
Penggunaan rekomendasi pupuk tersebut yang dimulai dari program BIMAS dan
Intensifikasi Khusus (INSUS) untuk semua jenis lahan dan daerah dalam kurun
waktu yang lama telah menyebabkan terjadinya akumulasi beberapa unsur hara
seperti P dan K.
Penggunaan pupuk cenderung
tidak terkendali, antara lain tercermin dari aplikasi pupuk Urea
tanpa memperhatikan kapan waktu tanaman padi membutuhkan tambahan hara N.
Disamping itu, terdapatnya penimbunan hara P disebagian besar sawah
intensifikasi sebagai akibat intensifnya penggunaan pupuk TSP/SP-36
selama ini. Berbeda dengan pupuk N, pupuk P tidak mudah menguap, tercuci atau
terbawa oleh air. Meskipun hara P tersedia di tanah, tetapi hanya sedikit
sekali yang termanfaatkan oleh tanaman. Pemberian pupuk P pada
lahan sawah secara terus menerus setiap musim
tanam dan dengan takaran yang tinggi menyebabkan terjadinya
penimbunan (akumulasi) hara P di tanah, sehingga
efisiensi pemupukan menjadi turun. Penelitian membuktikan bahwa
di sebagian besar lahan sawah intensifikasi
telah terjadi akumulasi hara dari pupuk P yang
diberikan (Adiningsih et al., 1990). Di Kota Padang dari 6.873 ha
lahan sawah seluas 93% berkadar P tinggi, 6% sedang dan 1% tergolong rendah,
sedangkan kandungan K tanah seluas 1% tergolong tinggi, 62% sedang dan 37%
tergolong rendah. Di Kabupaten Padang Pariaman, dari 20.403,9 ha lahan sawah
yang disurvey, seluas 42% berkadar P tinggi, seluas 43% sedang dan 15% rendah,
sedangkan berdasarkan kandungan K tanah seluas 16% tinggi, 74% sedang dan 10%
rendah (Burbey et al., 2003).
Sebagian besar tanah-tanah sawah
irigasi di Jawa sudah terjadi akumulasi hara P yang sangat tinggi dan kapasita
penyediaan hara K dari dalam tanah yang sudah cukup untuk mendukung produksi
padi sampai 4-6 t/ha, sehingga penerapan pupuk P dan K pada saat ini belum
menjadi masalah utama di tingkat petani (Dobermann dan Fairhurst. 2000).
Guna meningkatkan efisiensi
pemupukan pada lahan sawah diperlukan metode penentuan rekomendasi pemupukan N,
P dan K padi sawah spesifik lokasi. Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi
dimana rekomendasi pupuk didasarkan status hara tanah dan kebutuhan hara
tanaman.
1.2 Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dari makalah pupuk dan
pemupukan ini yaitu untuk mengetahui jenis pupuk yang digunakan dan dosis yang
dipakai pada pemupukan tanaman padi sawah.
Kegunaan dari makalah pupuk dan
pemupukan ini adalah sebagai bahan refrensi dan bahan bacaan kepada mahasiswa
khususnya pada mata kuliah pupuk dan pemupukan.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Pupuk pada tanaman Padi
2.1.2 Pupuk Nitrogen (Urea)
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penggunaan pupuk N (Urea) petani dapat menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). BWD
dapat menentukan apakah tanaman memerlukan pupuk N atau tidak, kalau memerlukan
berapa takaran yang harus diberikan. Penggunaan BWD dapat menekan pemakaian
pupuk N sebanyak 15-20% dari takaran yang digunakan petani tanpa menurunkan
hasil (Abdulrachman 2002). BWD berbentuk persegi panjang dengan 4 kotak skala
warna, mulai dari hijau muda hingga hijau tua (Gambar 1).
Gambar 1. Bagan Warna Daun
dengan 4 skala warna dan dibelakangnya dicantumkan cara penggunaannya.
Rekomendasi pemupukan N (Urea) ditentukan
berdasarkan tinggi rendahnya produktivitas padi per musim tanam, dengan
petunjuk waktu aplikasi mengacu pada pendekatan Bagan Warna Daun (BWD).
Ada
dua cara pemberian pupuk N (Urea) dengan menggunakan BWD yaitu :
1). Berdasarkan waktu yang telah ditetapkan (Fixed
Time)
Dengan cara ini, penggunaan BWD dilakukan pada
pemupukan kedua dilakukan pada stadia anakan aktif (21-28 HST) dan pemupukan
ketiga pada saat primordia bunga (35-40 HST), sedangkan pupuk dasar diberikan
dengan takaran 75 kg urea/ha pada musim hasil tinggi, serta 0-50 kg urea/ha
pada musim hasil rendah.
Pada saat pemupukan kedua bila pengukuran BWD
pada skala 2-3, berikan 125 kg Urea/ha bila hasil yang biasa dicapai disuatu
tempat sebesar 7 t/ha Gabah Kering Giling (GKG) dan 75 kg urea/ha kalau tingkat
hasil sebesar 5 t/ha GKG. Bila warna daun berada pada skala 3 dan 4
berikan 100 kg Urea/ha kalau hasil yang biasa dicapai adalah 7 t GKG/ha.
Bila warna daun pada skala 4 dan 5, berikan 50 kg urea/ha kalau hasil yang
biasa dicapai 7-8 t GKG/ha (Tabel 2).
Tabel 1. Takaran Urea yang diberikan sesuai dengan
Skala Warna Daun pada Penggunaan BWD Berdasarkan Waktu Pemberiannya yang telah
ditetapkan (Fixed Time).
Skala warna
|
Takaran Pupuk Urea (kg/ha)/Tingkat
hasil (t/ha GKG)*)
|
|||
5
|
6
|
7
|
8
|
|
2 - 3
|
75
|
100
|
125
|
150
|
3 - 4
|
50
|
75
|
100
|
125
|
4 - 5
|
0
|
0-50
|
50
|
50
|
*)Tingkat hasil pada kondisi kebutuhan
tanaman akan unsur hara P dan K serta faktor pertumbuhan lainnya yang optimal.
2). Berdasarkan kebutuhan riil tanaman (Real Time).
Saat pemupukan dasar, BWD tidak
digunakan. Pengukuran warna daun dengan BWD dimulai pada umur 21-28 HST,
dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali sampai 50 HST. Apabila tingkat hasil
disuatu tempat sebesar 7 t/ha GKG, takaran pupuk urea susulan yang diperlukan
adalah 100 kg urea/ha. Sedangkan bila tingkat hasil disuatu tempat hanya 5 t/ha
GKG, maka pupuk urea susulan yang harus diberikancukup 50 kg urea/ha (Tabel 3).
Tabel 2. Takaran Urea susulan yang
diberikan apabila warna daun dibawah nilai kritis (Skala < 4) pada
Penggunaan BWD Berdasarkan Kebutuhan Riil Tanaman (Real Time).
Skala warna
|
Takaran Pupuk Urea (kg/ha)/Tingkat
hasil (t/ha GKG)*)
|
|||
5
|
6
|
7
|
8
|
|
< 4
|
50
|
75
|
100
|
125
|
*)Tingkat
hasil pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur hara P dan K serta faktor
pertumbuhan lainnya yang optimal.
2. Pupuk P dan K
Untuk menentukan kebutuhan P dan K tanaman
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu a). Berdasarkan analisis kimia tanah di
laboratorium, b). Berdasarkan hasil uji perangkat sederhana Uji Tanah Sawah
(PUTS/Soil Test Kit), dan c). Berdasarkan respon tanaman terhadap pupuk
berdasarkan metode petak omisi (Omission Plot).
1) Berdasarkan Analisis Kimia Tanah
Analisis kimia tanah (Uji Tanah) adalah suatu
cara untuk menentukan status unsur hara dalam tanah sebagai dasar penyusunan
rekomendasi pemupukan. Ada tiga tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu : 1).
Studi korelasi yang bertujuan untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik untuk
analisis tanah di laboratorium dan rumah kaca, 2). Studi kalibrasi untuk
menentukan batas kritis suatu unsur hara terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman, dan 3). penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi (Sofyan,
Nurjaya, dan Kasno, 2004).
Berdasarkan hasil analisis kimia tanah ini,
rekomendasi pemupukan P pada lahan sawah berstatus P rendah (< 20 mg P2O5)
sebanyak 100-125 kg SP-35/ha/MT, pada lahan sawah berstatus P sedang (20-40 mg
P2O5) sebanyak 75 kg SP-36/ha/MT, dan pada lahan sawah
berstatus P tinggi (> 40 mg P2O5) sebanyak 50 kg
SP-36/ha/MT (Tabel 3).
Tabel 3. Rekomendasi pemupukan P pada padi sawah
berdasarkan kriteria hasil analisis tanah.
Status P tanah
|
Kadar P2O5 (HCl
25%) (mg/100 g tanah)
|
Rekomendasi P (kg SP-36/ha/MT)
|
Rendah
Sedang
Tinggi
|
< 20
20 - 40
> 40
|
100-125
75
50
|
Rekomendasi pupuk KCl sangat ditentukan oleh
pengembalian/pemberian jerami ke lahan sawah. Bila jerami dikembalikan ke
lahan, maka pemberian pupuk KCl cukup diberikan pada lahan sawah dengan status
K rendah sebanyak 50 kg KCl/ha, sedangkan pada lahan sawah berkadar K
sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk KCl. Bila jerami tidak dikembalikan
ke lahan, rekomendasi pemupukan K pada lahan sawah berstatus K rendah sebanyak
100 kg KCl/ha serta 50 kg KCl/ha pada lahan sawah berstatus K sedang-tinggi
(Tabel 4).
Tabel 4. Rekomendasi pupuk KCl berdasarkan kriteria
status hara K tanah.
Status hara K
|
Kadar K2O (HCl
25%) (mg/100 g tanah)
|
Rekomendasi (kg KCl/ha)
|
|
Tanpa Jerami
|
Dengan Jerami
|
||
Rendah
Sedang
Tinggi
|
< 10
10 – 20
> 20
|
100
50
50
|
50
0
0
|
2) Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)
PUTS merupakan suatu perangkat untuk
pengukuran status hara P, K, dan pH tanah secara langsung dilapangan dengan
relatif cepat, mudah, dan cukup akurat. PUTS terdiri dari pelarut (pereaksi) P,
K, dan pH tanah serta peralatan pendukung lainnya (Widowati, 2004). Contoh
tanah sawah yang telah diekstrak dengan pereaksi ini akan memberikan perubahan
warna dan selanjutnya kadarnya diukur secara kualitatif.
Perinsip kerja PUTS adalah mengukur
hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk yang tersedia, secara semi
kuantitatif dengan metode kalorimetri (pewarnaan). Pengukuran status P dan K
tanah berdasarkan acuan menurut Setyorini (2004), dikelompokkan menjadi tiga
ketegori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Berdasarkan acuan
tersebut didapat rekomendasi pemupukan P (SP-36) dan K (KCl) seperti yang
disajikan pada Tabel 3 dan 4.
3) Berdasarkan Petak Omisi
IRRI bersama beberapa lembaga teknis
pertanian di beberapa negara, termasuk Indonesia telah mengembangkan suatu
model melalui penelitian secara empiris yang dapat digunakan untuk menduga
kebutuhan pupuk untuk tanaman padi melalui bantuan petak omisi (Omission Plot)
(Abdulrachman, Witt, dan Fairhurst (2002). Pendekatan petak omisi dirancang
untuk memastikan dan menyempurnakan dosis rekomendasi yang ada berdasarkan
status hara tanah, dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
terhadap ketersediaan unsur hara alami. Konsep dasar dari pendekatan petak
omisi adalah menentukan rekomnedasi pemupukan dengan terlebih dahulu mengetahui
kemampuan tanah secara alami dalam menyediakan unsur hara melalui pembuatan
petak omisi.Petak omisi adalah suatu petak perlakuan yang tidak diberi dengan
salah satu unsur hara atau pupuk. Selanjutnya dengan memperhitungkan selisih
hasil antara petak omisi dengan hasil tertinggi yang mungkin dicapai, dapat
diketahui takaran rekomendasi pemupukan (Abdulrachman, Witt, dan Fairhurst,
2002).
Pendekatan petak omisi secara teknis
lebih praktis dan lebih mudah dipraktekkan oleh petani secara mandiri. Secara
ilmiah, pendekatan petak omisi tidak kontradiktif dengan hasil uji tanah,
bahkan bisa saling komplementer dengan peta status hara P dan K lahan sawah.
Oleh karena itu untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi
lahan sawah, maka pendekatan petak omisi perlu dilakukan. Berdasarkan petak
omisi akan diperoleh rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi, sehingga
target hasil yang ingin dicapai disetiap daerah dapat ditentukan, sehingga
efisiensi pemakaian pupuk P dan K dapat ditingkatkan.
Cara penentuan rekomendasi pemupukan
P dan K dimulai dengan melakukan pengujian sederhana petak omisi P dan K dengan
perlakuan 1). Tanpa N, dipupuk P dan K, 2). Tanpa P, dipupuk N dan K, 3).
Tanpa K, dipupuk N dan P, dan 4). Dipupuk NPK. Tata letak pengujian disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Tata letak petak omisi pengujian pemupukan P
dan pada padi sawah.
Berdasarkan tingkat perbedaan hasil
tanpa pupuk P dan K dengan pemupukan lengkap NPK maka didapat rekomendasi
pemupukan P dan K sesuai dengan tingkat hasil yang ingin dicapai di lokasi
pengujian. Bila tingkat perbedaan hasil tanpa P kecil (< 1 t/ha), untuk
mendapatkan target hasil gabah 5 dan 7 t/ha dibutuhkan pupuk P sebanyak 50 dan
75 kg SP-36/ha. Bila tingkat perbedaan hasil sedang (1-2 t/ha) serta tinggi (>
2 t/ha), untuk mendapatkan target hasil gabah 5 dan 7 t/ha dibutuhkan pupuk P
sebanyak 75 dan 100 kg SP-36/ha serta 100 dan 125 kg SP-36/ha (Tabel 5).
Tabel 5. Rekomendasi pemupukan P berdasarkan tingkat
perbedaan hasil antara petak omisi tanpa pupuk P dengan pemupukan lengkap NPK.
Target hasil
|
Pupuk P2O5
(kg SP-36/ha)
|
||
Beda hasil rendah (< 1
t/ha)
|
Beda hasil sedang (1-2 t/ha)
|
Beda hasil tinggi (> 2 t/ha)
|
|
5 t/ha
|
50
|
75
|
100
|
7 t/ha
|
75
|
100
|
125
|
Berdasarkan petak omisi K, bila tingkat
perbedaan hasil tanpa K rendah (< 1 t/ha), untuk mendapatkan target hasil
gabah 5 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan sawah dibutuhkan pupuk
KCl sebanyak 50 kg/ha dan dengan pengembalian jerami ke lahan sawah tanpa
diperlukan pupuk KCl, sedangkan untuk mendapatkan target hasil gabah 7
t/ha tanpa pengembalian jerami dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha dan
50 kg/ha dengan pengambalian jerami ke lahan sawah. Bila perbedaan hasil sedang
(1-2 t/ha), untuk mencapai terget hasil 5 t/ha tanpa pengembalian jerami ke
lahan dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha serta 50 kg/ha dengan
pengembalian jerami ke lahan, sedangkan untuk mendapatkan target hasil 7
t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 100
kg/ha dan 50 kg/ha dengan pengembalian jerami ke lahan. Bila tingkat perbedaan
hasil tinggi (> 2 t/ha), untuk mendapatkan target hasil 5 t/ha tanpa dan
dengan pengembalian jerami ke lahan diperlukan pupuk KCl sebanyak
100 kg/ha, sedangkan untuk mendapatkan target hasil 7 t/ha tanpa pengembalian
jerami ke lahan sawah dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 125 kg/ha dan 100 kg/ha
dengan pengembalian jerami ke lahan sawah (Tabel 6).
Tabel 6. Rekomendasi pemupukan K berdasarkan tingkat
perbedaan hasil antara petak omisi tanpa pupuk K dengan pemupukan lengkap NPK.
Target hasil
|
Pengelolaan jerami
|
Pupuk K2O (kg KCl/ha)
|
||
Beda hasil rendah (< 1 t/ha)
|
Beda hasil sedang (1-2 t/ha)
|
Beda hasil tinggi (> 2 t/ha)
|
||
5 t/ha
|
Tanpa jerami
|
50
|
75
|
100
|
Dengan jerami
|
0
|
50
|
100
|
|
7 t/ha
|
Tanpa jerami
|
75
|
100
|
125
|
Dengan jerami
|
50
|
50
|
100
|
BAB III
KESIMPULAN
Ada dua cara pemberian pupuk N
(Urea) dengan menggunakan BWD, yaitu 1). Dosis dan waktu pemberian N
berdasarkan BWD. Dengan cara ini, pemupukan pertama diberikan 10-14 hari
setelah tanam (HST), tanpa menggunakan BWD dengan dosis 75 kg Urea/ha pada
musim hasil tinggi, serta 0-50 kg Urea pada musim hasil rendah. Pemberian pupuk
selanjutnya dilakukan menggunakan BWD dengan selang waktu 7-10 hari dan
dilakukan pada 28-62 HST. Bila pengukuran BWD kecil dari batas
kritis pemupukan segera diberi pupuk Urea sebanyak 100 kg/ha pada musim hasil
tinggi serta 75-100 kg Urea/ha pada musim hasil rendah dan 2). Dosis dan waktu
pemberian N ditentukan, sedangkan BWD digunakan sebagai penyempurnaan
pemupukan. Dengan cara ini, pemupukan pertama diberikan 10-14 hari setelah tanam
(HST), tanpa menggunakan BWD dengan dosis 75 kg Urea/ha pada musim hasil
tinggi, serta 0-50 kg Urea pada musim hasil rendah. Pemberian pupuk kedua
dilakukan pada stadia kritis pertumbuhan tanaman, yaitu anakan aktif (32-40
HST) menggunakan BWD dengan dosis 100 kg Urea (BWD = 3,5), 50 kg Urea (BWD >
4), dan 125 kg Urea/ha (BWD = < 3) pada musim hasil tinggi, sedangkan
pada musim hasil rendah dengan dosis 100 kg Urea (BWD = 3,5), 0 kg Urea (BWD >
4), dan 100 kg Urea/ha (BWD = < 3). Pemupukan ketiga diberikan pada
fase primordia (50-60 HST) dengan dosis 100 kg Urea (BWD = 3,5), 75 kg Urea
(BWD > 4), dan 125 kg Urea/ha (BWD = < 3) pada musim hasil
tinggi, sedangkan pada musim hasil rendah dengan dosis 75 kg Urea (BWD = 3,5),
0-50 kg Urea (BWD > 4), dan 100 kg Urea/ha (BWD = < 3).
Berdasarkan hasil analisis status
hara P tanah, rekomendasi pemupukan P pada lahan sawah berstatus P rendah (<
20 mg P2O5) sebanyak 100-125 kg SP-35/ha/MT, pada lahan
sawah berstatus P sedang (20-40 mg P2O5) sebanyak 75 kg
SP-36/ha/MT, dan pada lahan sawah berstatus P tinggi (> 20 mg P2O5)
sebanyak 50 kg SP-36/ha/MT. Rekomendasi pupuk KCl sangat ditentukan oleh
pengembalian/pemberian jerami ke lahan sawah, bila jerami dikembalikan ke
lahan, pemberian pupuk KCl cukup diberikan pada lahan sawah dengan status K
rendah sebanyak 50 kg KCl/ha, sedangkan pada lahan sawah berkadar K sedang dan
tinggi tidak perlu diberi pupuk KCl.
Berdasarkan petak omisi P dan K, rekomendasi
pupuk didasarkan kepada tingkat perbedaan hasil tanpa pupuk P atau K
dibandingkan dengan pemupukan lengkap (NPK). Bila tingkat perbedaan hasil tanpa
P kecil (< 1 t/ha), untuk mendapatkan target hasil gabah 5 dan 7 t/ha
dibutuhkan pupuk P sebanyak 50 dan 75 kg SP-36/ha/MT. Bila tingkat perbedaan hasil
sedang (1-2 t/ha) serta tinggi (> 2 t/ha), untuk mendapatkan target hasil
gabah 5 dan 7 t/ha dibutuhkan pupuk P sebanyak 75 dan 100 kg SP-36/ha/MT
serta 100 dan 125 kg SP-36/ha/MT.
Berdasarkan petak omisi K, bila
tingkat perbedaan hasil tanpa K rendah (< 1 t/ha), untuk mendapatkan target
hasil gabah 5 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan sawah
dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 50 kg/ha/MT dan dengan pengembalian jerami ke
lahan sawah tanpa diperlukan pupuk KCl, sedangkan untuk mendapatkan target hasil
gabah 7 t/ha tanpa pengembalian jerami dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75
kg/ha dan 50 kg/ha/MT dengan pengambalian jerami ke lahan sawah. Bila perbedaan
hasil sedang (1-2 t/ha), untuk mencapai terget hasil 5 t/ha tanpa pengembalian
jerami ke lahan dibutuhkan pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha/MT serta 50
kg/ha/MT dengan pengembalian jerami ke lahan, sedangkan untuk mendapatkan
target hasil 7 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan dibutuhkan pupuk KCl
sebanyak 100 kg/ha/MT dan 50 kg/ha/MT dengan pengembalian jerami ke
lahan. Bila tingkat perbedaan hasil tinggi (> 2 t/ha), untuk mendapatkan
target hasil 5 t/ha tanpa dan dengan pengembalian jerami ke lahan diperlukan
pupuk KCl sebanyak 100 kg/ha/MT, sedangkan untuk mendapatkan target
hasil 7 t/ha tanpa pengembalian jerami ke lahan sawah dibutuhkan pupuk KCl
sebanyak 125 kg/ha/MT dan 100 kg/ha/MT dengan pengembalian jerami ke lahan
sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S., C. Witt, dan T. Fairhurst. 2002.
Petunjuk Teknis Pemupukan Spesifik Lokasi. Implementasi Omission Plot Padi.
Potash and Phosphate Institute (ESEAP). International Rica Research Institute
(IRRI) dan Balai Penelitian Tanaman Padi.
Burbey, A. Sahar, Dj. Djamaan, A. Dt. Tambijo, E.
Mawardi, A. Izmi, Azizar dan Irman. 2003. Rekomendasi Pemupukan P dan K Padi
Sawah di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. Laporan Akhir Kegiatan
Pengkajian BPTP Sumatera Barat, 57 hlm (tidak dipublikasikan).
_______, A. Sahar, Z. Kari, Aguswarman, Adrizal,
Misran, Azizar dan Irman, 2004. Pengkajian Pemupukan P dan K Spesifik Lokasi.
Laporan Akhir Pengkajian BPTP Sumatera Barat, 59 hlm (Tidak dipublikasikan).
_______, Z. Kari, Adrizal, Azizar, Misran, A. Izmi.
2005. Pemetaan status hara P dan K lahan sawah Kabupaten Agam. Laporan Hasil
Penelitian Kerjasama BPTP Sumatera Barat dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Agam.
Taslim, H., S. Partohardjono dan Subandi. 1993.
Pemupukan Padi Sawah. Dalam Padi, 1993. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Puslitbangtan, Bogor.
0 komentar:
Posting Komentar