PEMBANGUNAN PERTANIAN
Karena ilmu adalah amal yang paling mulia
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia dikenal
sebagai negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari seluruh
perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan banyaknya penduduk yang hidup
dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari
pertanian. Oleh karena itu pembangunan bangsa dititik beratkan pada
sektor pertanian.
Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan
nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting
karena menyangkut hajat hidup lebih dari setengah penduduk Indonesia yang
menguntungkan perekonomian keluarga pada sektor ini. Sehingga wajar pemerintah
memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh
sektor-sektor lainnya.
Sejalan dengan
tujuan utama pembangunan nasional yaitu untuk meningkatkan taraf hidup,
kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Maka dalam pembangunan pertanian
kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian dan tingkat pendapatan yang
meningkat bisa dijadikan salah satu indikator kesejahteraan petani.
Salah satu sub-sektor di sektor
pertanian adalah sub-sektor perkebunan. Sub-sektor ini memberikan sumbangan
yang cukup besar bagi perekonomian nasional dan menjadi makin penting,
mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan
sumber devisa utama bagi Indonesia. Keunggulan komparatif dari sub-sektor
perkebunan dibandingkan dengan sektor non-migas lainnya disebabkan antara lain
oleh adanya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan
dengan iklim yang menunjang serta adanya tenaga kerja yang cukup tersedia dan
melimpah sehingga bisa secara kompetitif dimanfaatkan. Kondisi tersebut merupakan
suatu hal yang dapat memperkuat daya saing harga produk- produk perkebunan
Indonesia di pasaran dunia.
Komoditas bidang pertanian di pasaran internasional yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional adalah tanaman kakao (Theobroma
cacao L.). Kakao atau cokelat diberi nama Theobroma cacao yang dalam
bahasa Yunani Theos berarti dewa sedangkan Broma berarti
santapan. Jadi, Theobroma berarti santapan para dewa. Tanaman kakao
bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah
hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui
Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai
dibudidayakan masih belum begitu jelas.
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu
komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia,
terutama dalam penyediaan lapangnan kerja, sumber pendapatan petani dan sumber
devisa bagi negara disamping mendorong
berkembangnya agrobisnis kakao dan agroindustri. Oleh karenanya tidak
mengherankan bahwa sejak awal tahun 1980-an, perkembangan kakao di Indonesia
sangat pesat. Keadaan iklim dan kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan
kakao akan mendorong pengembangan pembangunan perkebunan kakao Indonesia
(PPKKI, 2004 : v).
Kakao merupakan salah satu komoditas
andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada
tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan
produksi 844.630 ton, dibawah negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta
ton. Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 535.240 ton dengan nilai
Rp. 1.413.535.000 dan volume impor sebesar 46.356 ton senilai 119,32 ribu US$
(Ditjenbun1, 2010).
Selain berperan cukup penting bagi perekonomian nasional,
kakao juga berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sebagai sumber
pendapatan dan devisa negara, serta mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri.
Produksi biji kakao Indonesia secara
signifikan memang terus meningkat tetapi tidak demikian dengan kualitas biji
kakao tersebut. Mutu yang dihasilkan mengalami penurunan dan beragam, antara
lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar
kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam, dan tidak konsisten.
Akibatnya harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan
harga dibandingkan dengan harga biji kakao dari negara produsen lain.
Menurut Zulhefi, ketua Asosiasi Kakao
Indonesia (ASKINDO), bahwa biji kakao Indonesia mulai ditinggalkan pembeli
asing menyusul makin merosotnya kualitas produknya. Negara pengimpor biji kakao
antara lain Singapura dan Malaysia telah mengalihkan pembelian kakao ke Pantai
Gading dan Papua Nugini. Kualitas biji kakao Indonesia di mata internasional telah
dianggap sangat rendah karena ketika diekspor tidak difermentasi terlebih
dahulu. Akibatnya, aroma yang dihasilkan tidak baik dan kandungan lemaknya
rendah. Selain itu, biji kakao Indonesia kandungan kotorannya di atas empat
persen. Sesuai standar internasional, kandungan kotoran maksimal dua persen.
Rendahnya kualitas biji kakao tersebut antara lain karena umur tanaman kakao di
Indonesia sudah berusia lebih 17 tahun sehingga produktivitas menurun. Selain
itu, hama penggerek buah kakao sejak tahun 1995 sampai saat ini belum dapat
diberantas. Hal tersebut dikarenakan umur tanaman sangat mempengaruhi jumlah
buah yang dapat dihasilkan tanaman. Pada umur 8-18 tahun, produksinya stabil.
Tetapi memasuki umur ke 20 maka produksi yang dihasilkan akan mulai menurun.
Sulawesi
Selatan termasuk salah satu sentra produksi kakao di Indonesia. Propinsi ini
memberikan kontribusi dalam hal pengeksporan kakao. Hal ini didukung oleh
luasnya areal perkebunan kakao yang kemudian berimbas pada tingkat produksi
yang tinggi. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor
untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari
agribisnis kakao (Ditjenbun, 2010).
Tanaman kakao (Theobroma cacao
L) adalah salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan di Sulawesi Selatan, karena memiliki areal yang cukup luas dan
menyebar di seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, serta
memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi propinsi Sulawesi Selatan. Disamping itu, sampai saat ini kakao masih
memiliki prospek pasar yang cukup baik dibanding komoditas perkebunan lainnya (Salahuddin,
S, 2007).
Salah satu
wilayah di Sulawesi selatan yang memiliki kondis alam dan keadaan geogrfasis
yang mendukungdalam pembudidayaan komoditi kakao adalah Kabupaten Bulukumba
tepatnya di Desa Mattirowalie.
Saat ini Desa
Mattirowalie merupakan Desa yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi
sebagai petani kakao. Komoditi kakao yang berasal dari Desa ini tergolong dalam
kualitas yang baik. Meskipun tergolong kakao yang baik namun masih terdapat
kendala yang dihadapi oleh petani kakao di Desa tersebut.
Berbagai
usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan komoditi kakao. Perbaikan teknik
budidaya pada akhirnya akan membawa manfaat besar. Teknik pembibitan yang
efisien, usaha mendapatkan bahan tanam unggul, metode pemangkasan untuk
membentuk habitat yang baik, pengaturan
jarak tanam maupun usaha
perlindungan terhadap hama dan
penyakit
ditujukan kepada ditemukannya suatu periode penanaman dan pemeliharaan kakao
yang efisien dengan sasaran produksi baik dari segi jumlah maupun mutu (Siregar
dkk, 1997)
Walaupun ada banyak masalah potensial, namun kakao merupakan komoditi yang
ideal untuk dibudidayakan para petani rakyat karena dapat dibudidayakan dengan
produktivitas yang sama pada skala kecil
ataupun skala besar.
Kakao secara mudah
dibudidayakan dan dipungut
hasil panennya serta tidak memerlukan banyak modal untuk alat mesin berat dalam
pengolahannya. Oleh karena itu, kakao mudah terpadu dengan sistem pertanian
tradisional (Spillane, J, 1995 : 163).
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Strategi Dalam
Peningkatan Mutu Kakao (Suatu Studi Antropologi Ekonomi Terhadap Pertanian
Kakao di Desa Mattirowalie, Kecamatan
Kindang, Kabupaten Bulukumba.)
B. Rumusan
Masalah
Desa Mattirowali memiliki lahan yang produktif. Lahan
yang produktif harusnya bisa dimanfaatkan dengan menanam atau mengembangbiakkan
tanaman yang bermanfaat dan menguntungkan dari segi ekonomi. Oleh sebab itu,
penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem pengetahuan
petani Desa Mattirowalie mengenai pertanian kakao?
2. Bagaimana pola pertanian yang
diterapkan selama ini dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas
produksinya?
3. Bagaimana strategi pengolahan
hasil panen yang diterapkan dalam rangka menjaga kualitas biji kakaonya?
C. Tujuan
dan Manfaat
1.
Tujuan dari penelitian ini yakni:
a. Memahami sistem pengetahuan petani
Desa Mattirowalie mengenai pertanian kakao
b. Mendeskripsikan bagaimana
praktek/pola pertanian kakao dalam rangka meningkatkan kuantitas san kualitas
hasil produksinya.
c. Mendeskripsikan strategi
petani dalam proses pengolahan hasil panen dalam rangka menjaga kualitas biji
kakaonya.
2.
Manfaat
penelitian:
a. Manfaat ilmiah
Hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi baru atau data ilmiah sebagai
masukan kepada ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu antropolgi.
b. Manfaat praktis
Diharapkan
dapat bermanfaat bagi Dinas Pertanian dan perkebunan dan Dinas Pendidikan dan
instansi terkait untuk perbaikan maupun
implementasi program-program kedepannya.
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan
penulis dan sebagai salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang
diperoleh di bangku kuliah.
Hasil
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam mengambil langkah
yang lebih efisien dalam hal peningkatan
mutu kakao
D. Tinjauan
Konseptual
a.
Sistem
pengetahuan pertanian
Sistem pengetahuan adalah salah satu dari tujuh unsur kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (Koentjoroningrat, 1990: 180).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan, yang secara
selektif digunakan oleh para pendukung atau pelakunya untuk menginterpretasikan
dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referen atau
pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan)
sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.(Suparlan, 1986:106).
Menurut Sanjaya (2011) Kebudayaan pada dasarnya adalah
keseluruhan pengetahuan yang dimiliki secara bersama oleh warga suatu
masyarakat. Pengetahuan yang telah diakui sebagai kebenaran sehingga fungsional
sebagai pedoman. Satuan-satuan pengetahuan itu terumuskan dalam wujud kata-kata,
kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, pepatah-petitih, peribahasa, wacana-wacana,
dalil-dalil, rumusan-rumusan, bahkan teori-teori. Keseluruhannya digunakan
secara selektif dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan atau persoalan yang
dihadapi. Penggunaan pengetahuan oleh orang per orang atau kelompok orang atau
masyarakat, menggambarkan bahwa sejatinya pengetahuan dimaksud telah dipahami,
diresapi, dan diyakini berkat adanya suatu proses pendidikan panjang (dari
sejak kecil sampai dewasa) dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi.
Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Pengetahuan yang lebih
menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan
empiris. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang
dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada
objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang
sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan
pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah
pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang
menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan
bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status
kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau
aktif dengan tahapan-tahapannya.
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
Dalam bahasa Inggris, budaya disebut "culture" dan
pertanian diartikan "agriculture".
Walau tidak bisa dikatakan sama, namun kata "culture" yang memakna kata budaya dan pertanian, tentu saja
bakal memiliki korelasi. Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah
kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk
menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu
kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan
peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat
pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai
kebudayaan agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan
manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan
pertama yang dialami manusia.
Pengetahuan dalam bidang pertanian sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan hasil pertanian yang baik. Petani adalah aktor utama dalam
kegiatan pertanian, baik tidaknya hasil pertanian tersebut tergantung bagaimana
pengetahuan petani tersebut. Pengetahuan petani terhadap satu atau beberapa hal
berbeda dengan orang lain. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, baik
dari intern manusia itu sendiri, ataupun dari ekstern manusia itu sendiri.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
-
Pendidikan
Pendidikan adalah
sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas
dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Dalam
pertanian sendiri, pendidikan menjadi pondasi dalam usaha tani. Pendidikan
dapat memberi pengetahuan teradapa petani mengenai pengelolaan usaha tani itu
sendiri. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan usahatani.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seorang petani di suatu desa akan
berpengaruh terhadap cara penerimaan terhadap inovasi baru yang dianjurkan guna
meningkatkan produksi pertanian sekaligus meningkatkan taraf hidup petani atau
masyarakat.
-
Media
Media yang secara khusus didesain untuk
mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah
televisi, radio, koran, dan majalah. Media merupakan sarana untuk memperoleh
infrmasi dengan mudah, pengetahuan dalam bidang pertanian juga bisa diperoleh
petani melalui media.
-
Pengalaman
Pengalaman
dialami oleh manusia karena manusia selalu berkarya, baik secara sengaja maupun
tidak disengaja. Pengalaman yang dialami manusia dapat berbekas dalam ingatan
manusia yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan
manusia itu sendiri. Semakin banyak pengalaman yang dialami oleh seseorang,
maka kemungkinan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh orang
tersebut. Pengalaman juga merupakan pegetahuan yang paling berharga. Dalam
pertanian sendiri, pengalaman petani dalam pengolahan usaha tani banyak
membantu untuk mendapatkan pengetahuan dalam pertanian.
b.
Pola
praktik bertani
Pertanian
adalah suatu mata pencaharian dan suatu cara kehidupan, bukan suatu cara
kehidupan, dapat di katakan bahwa petani petani mengerjakan pertanian untuk
penenanaman modal kembali dan usaha, dengan sudut pandang tanah sebagai modal
dan komoditi. seorang melihat petani sebagai seorang yang mengendalikan secara
efektif sebidang tanah yang dia sendiri sudah lama terikat oleh ikatan-ikatan
tradisi dan perasaan (Redfield, 1982)
Dalam pola/ praktik pertanian diarahkan dalam bentuk
kerja, pekerjaan dan mengerjakan yang secara bebas dapat diberi bentuk yang
menyangkut suatu proses kegiatan. Pola pertanian dalam perspektif antropologi
ekonomi sendiri dalam hal ini mengenai praktik pertanian kakao tidak lepas dari
produksi, distribusi dan konsumsi. Ketiga pola tersebut merupakan suatu mata
rantai yang tidak dapat dipisahkan.
c.
Strategi
Pengolahan hasil panen
Berbagai macam strategi
dalam peningkatan mutu kakao telah dilakukan petani. Dalam bidang manajemen, definisi
mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi dari beberapa ahli dan
pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku “Exploring Corporate Strategy”) misalnya mendefinisikan strategi
sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan
melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai
kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P,
yaitu: strategi sebagai perspektif, strategi sebagai posisis, strategi sebagai
perencanaan, strategi sebagai pola kegiatan, dan strategi sebagai “penipuan” (Ploy) yaitu muslihat rahasia.Sebagai
Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan
perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk
bersaing. Sebagai perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi
perusahaan. Sebagai pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola,
yaitu umpan balik dan penyesuaian.
Dari berbagai pengertian dan definisi mengenai strategi,
secara umum dapat didefinisikan bahwa strategi itu adalah rencana tentang
serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang
tak-kasat mata, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan.
Strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang
organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam
dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan
yang berkepentingan. Dimana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan
perspektif kepada semua aktifitas. Sebagai posisi, dimana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai perencenaan,
dalam hal strategi menentukan performasi perusahaan. Sebagai pola kegiatan,
dimana dalam strategi dibentuk suatu pola umpan balik dan penyesuaian.
Dalam pengolahan usaha, istilah pengolahan atau manajemen
berasl dari kata kelola, yang dapat diarahkan dalam bentuk kerja, pekerjaan,
mengerjakan (mngelola) yang secara bebas dapat di beri bentuk yang menyangkut
suatu proses kegiatan. Pola pengelolaan dalam perspektif antropologi ekonomi
sendiri dalam hal ini mengenai pola pertanian rakyat tidak lepas dari yang
namanya produksi, distribusi, dan konsumsi. Ketiga pola tersebut suatu mata
rantai yang tidak dapat dipisahkan dikarenakan memiliki keterkaitan satu sama
lainnya.
E.
Kerangka
Pemikiran
Potensi kakao memiliki prospek yang baik dalam pengembangannya
yang mampu mengisi peluang pasar. Semakin melonjaknya harga komoditi pertanian
yang berorientasi ekspor khususnya kakao, maka petani terdorong untuk
meningkatkan produksi yang akhirnya mendapatkan pendapatan atau keuntungan yang
lebih tinggi.
Keberhasilan sutau usaha tani
tergantung bagaimana kemapuan, pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki
petani itu sendiri. Pada tahap produksi, terdapat beberapa hal yang dapat
dilihat sebagai faktor-faktor produksi, yaitu faktor alam, faktor modal, faktor
tenagakerja, dan faktor teknologi serta proses kerja petani yaitu pengolahan
lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budaya
Pertanian
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar (Koentjoroningrat, 1990: 180).
Dalam bahasa Inggris, budaya disebut "culture" dan
pertanian diartikan "agriculture".
Walau tidak bisa dikatakan sama, namun kata "culture" yang memakna kata budaya dan pertanian, tentu saja
bakal memiliki korelasi. Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah
kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk
menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu
kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan
peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat
pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai
kebudayaan agraris.
Di era modern sekarang ini
pertanian sebagai mata pencaharian, artinya hasil dari pertanian dapat ditukar
dengan barang lain untuk memenuhi tidak hanya kebutuhaan pangan saja. Dengan pola pemikiran yang lebih maju, maka
manusia mulai berfikir untuk mencari alat penukar barang, artinya apa ? Sesuatu
itu menjadi bernilai apabila kita memerlukannya. Kelajutan dari ini maka
dikenalkanlah sebuah sistem sebagai penunjangnya yaitu “sistem barter” barang tertentu ditukar dengan barang yang mungkin
nilainya bisa lebih besar atau sebaliknya lebih kecil karena kecendrungan dua sisi inilah maka manusia akan kembali memikirkan sistem barter dirasa berat sebelah
apabila nilainya tidak sesuai maka kembali berkembang sistem tukar-menukar
dengan menggunakan standar uang.
Dalam studi antropologi, sistem tukar menukar dilihat
sebagai gejala kebudayaan yang keberadaannya berdimensi luas, tidak sekedar
berdimensi ekonomi, tetapi juga agama, teknologi, ekologi, politik dan
organisasi sosial (Dalton, 1961:12)
Sistem pertukaran mempunyai peranan yang
penting dalam memenuhi kekebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa. Adapun
pertukaran merupakan konsep yang berhubungan dengan sosok-sosok tentang
pengubahan barang atau jasatertentu dari individu atau kelompok, dan pengubahan
ini dilakukan dengan cara memindahkan barang atau jasa kepada individu atau
kelompok lain guna mendapatkan barang atau jasa yang di butuhkan (Cook,
1973:823).
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan
manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan
pertama yang dialami manusia.
B. Pengetahuan
Pertanian
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan, yang secara
selektif digunakan oleh para pendukung atau pelakunya untuk menginterpretasikan
dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referen atau
pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan)
sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.(Suparlan, 1986:106).
Kebudayaan berarti suatu pola makna yang ditularkan
secara historis, yang dijawentahkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep
yang diwarisi, terungkap dalam bentuk simbolis yang menjadi sarana manusia
untuk menyampaikan, mengabdikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang
serta sikap-sikap mereka terhadap hidup.(Geertz dalam Dillistone, 2002:115).
Menurut Sanjaya Adi (2011) Kebudayaan pada dasarnya
adalah keseluruhan pengetahuan yang dimiliki secara bersama oleh warga suatu
masyarakat. Pengetahuan yang telah diakui sebagai kebenaran sehingga fungsional
sebagai pedoman. Satuan-satuan pengetahuan itu terumuskan dalam wujud
kata-kata, kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, pepatah-petitih, peribahasa,
wacana-wacana, dalil-dalil, rumusan-rumusan, bahkan teori-teori. Keseluruhannya
digunakan secara selektif dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan atau
persoalan yang dihadapi. Penggunaan pengetahuan oleh orang per orang atau
kelompok orang atau masyarakat, menggambarkan bahwa sejatinya pengetahuan
dimaksud telah dipahami, diresapi, dan diyakini berkat adanya suatu proses
pendidikan panjang (dari sejak kecil sampai dewasa) dalam bentuk internalisasi
dan sosialisasi.
Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan
pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan
aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang
dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada
objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang
sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan
pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah
pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang
menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan
bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status
kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif
dengan tahapan-tahapannya.
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan dalam bidang pertanian sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan hasil pertanian yang baik. Petani adalah actor utama dalam
kegiatan pertanian, baik tidaknya hasil pertanian tersebut tergantung bagaimana
pengetahuan petani tersebut. Pengetahuan petani terhadap satu atau beberapa hal
berbeda dengan orang lain. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, baik
dari intern manusia itu sendiri, ataupun dari ekstern manusia itu sendiri.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor
1.
Pendidikan
Pendidikan adalah
sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas
dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Dalam
pertanian sendiri, pendidikan menjadi pondasi dalam usaha tani. Pendidikan
dapat memberi pengetahuan teradapa petani mengenai pengelolaan usaha tani itu
sendiri. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan usahatani.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seorang petani di suatu desa akan
berpengaruh terhadap cara penerimaan terhadap inovasi baru yang dianjurkan guna
meningkatkan produksi pertanian sekaligus meningkatkan taraf hidup petani atau
masyarakat.
2.
Media
Media yang secara
khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari
media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah. Media merupakan
sarana untuk memperoleh informasi dengan mudah, pengetahuan dalam bidang
pertanian juga bisa diperloleh petani melalui media.
3. Pengalaman
Pengalaman dialami oleh
manusia karena manusia selalu berkarya, baik secara sengaja maupun tidak
disengaja. Pengalaman yang dialami manusia dapat berbekas dalam ingatan manusia
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan
manusia itu sendiri. Semakin banyak pengalaman yang dialami oleh seseorang,
maka kemungkinan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh orang
tersebut. Pengalaman juga merupakan pegetahuan yang paling berharga. Dalam
pertanan sendiri, pengalaman petani dalam pengolahan usaha tani banyak membantu
untuk mendapatkan pengetahuan dalam pertanian
C.
Petani dan Usaha Tani
Pertanian
adalah suatu mata pencaharian dan suatu cara kehidupan, bukan suatu cara
kehidupan, dapat di katakan bahwa petani petani mengerjakan pertanian untuk
penenanaman modal kembali dan usaha, dengan sudut pandang tanah sebagai modal
dan komoditi. seorang melihat petani sebagai seorang yang mengendalikan secara
efektif sebidang tanah yang dia sendiri sudah lama terikat oleh ikatan-ikatan
tradisi dan perasaan (Redfield, 1982)
Usahatani adalah himpunan dari
sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi
pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan
di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan di atas tanah dan
sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak
(Mubyarto, 1989).
Menurut corak dan sifat,
usahatani dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence. Usahatani
komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan
usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri (Suratiyah,
2006).
Petani merupakan setiap orang
yang melakukan usaha di bidang pertanian (terlibat langsung dalam proses
pertumbuhan tanaman atau hewan) untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usahatani, petani berperan sebagai manager
atau penggerak yang menggerakkan setiap elemen yang akan
menghasilkan sesuatu produksi (Soeharjo, 1978).
1.
Produksi
Proses produksi sebagai langkah awal
dari perilkau ekonomi. Menurut Hartomo dkk ( 1993 ; 292 ) bahwa produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa
serta kegiatan menciptakan kegunaan. Kegunaan artinya dapat memenuhi kebutuhan
manusia. Jadi pengertian secara luas produksi, bukan hanya kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa, tetapi mencakup semua kegiatan yang menciptakan
menambah kegunaan.
Ada tiga faktor produksi pertanian
yaitu alam, tenaga kerja, dan modal. Faktor produksi alam dan tenaga kerja
sering disebut sebagai faktor produksi primer, faktor produksi modal dan
pengolaan disebut faktor produksi sekunder. Ada literature menambahkan faktor
produksi Teknologi sebagai faktor ke empat. Namun disini dinyatakan bahwa
faktor teknologi itu bukan terpisah, dia hadir atau meresap masuk ke
masing-masing faktor produksi di atas. Ada teknologi yang berkenaan dengan
alam, ada teknologi tersendiri dalam tenaga kerja, dan dalam modal. Dengan
demikian faktor-faktor produksi tetap tiga (Planck,1990).
Selanjutnya dikatakan bahwa produksi
dapat berhasil dengan baik atau tidak, tergantung pada factor produksi seperti
-
Faktor
alam, meliputi semua sumber yang disediakan oleh alam dengan tanpa usaha dan
kerja manusia
-
Faktor
tenaga kerja, usaha manusia untuk menghasilkan dimungkinkan dengan adanya
tenaga kerja. Jadi kerja manusia itu sangat menentukan dalam proses produksi.
-
Faktor
modal, modal adalah barang yang dipergunakan menghasilkan lebih lanjut,
misalnya mesin, gedung, bahan dan sebagainya. Fungsi modal yang paling penting
ialah untuk memperbesar hasil produksi atau mempertinggi tingkat produktivitas.
( Hartomo dkk 1993 ; 295-297).
2.
Distribusi
Benda yang diproduksi akan disalurkan kepada masyarakat
yang disebut proses distribusi. Menurut Cook yang dikutif oleh Syafri Sairin
dkk dalam buku pengantar antropologi ekonomi (2002 : 41 ) bahwa distribusi
merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan aspek-aspek tentang pemberian
imbalan yang diberikan kepada individun atau pihak-pihak yang telah
mengorbankan factor-faktor produksi yang mereka miliki untuk proses produksi
D. Pola
bertani
Pertanian adalah bagian dari sejarah
kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk
menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu
kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban.
Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung
kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan
masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan
agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa
revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan
dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang
dialami manusia (Aji, Gutomo Bayu. 2005).
Pembangunan pertanian dalam upaya memenuhi kebutuhan
pangan merupakan kebutuhan yang esensial bagi manusia. Tanpa pangan orang tidak
akan dapat hidup. Pangan diperlukan untuk menyusun tubuh, sebagai sumber energi
dan zat tertentu untuk mengatur prosedur mekanisme. Untuk memenuhi kebutuhan
pangan tersebut manusia mengelola sumber daya alam antara lain lahan, air,
udara (iklim) dan fauna untuk dimanfaatakan sebagai modal dasar usaha produksi
pertanian, baik pertanian musiman, maupun tahunan dengan tanaman tua. Pola
manusia dalam mengelola sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan pangan ini
dapat dikelompokkan dalam beberapa pola diantaranya :
1.
Perladangan berpindah
Pola pengelolaan
pertanian yang lebih tinggi dari pemburu dan pengumpul adalah peladang berpindah.
Peladang berpindah telah melakukan bercocok tanam dengan menanam tanam-tanaman
tertentu. Umumnya, dalam pola ini para peladang telah menternakkan hewan
tertentu. Karena itu mereka melakukan pembudidayaan tumbuhan dan hewan yang
dianggap berguna untuk memenuhi kebutuhan pangannya pada sebidang lahan
tertentu. Para peladang juga sudah memulai proses seleksi bibit tanaman dan
hewan yang akan mereka budidayakan
2.
Pertanian Menetap
Pertanian menetap
dianggap sebagai tingkat evolusi tertinggi dalam perkembangan masyarakat
agraris. Pertanian menetap telah berkembang lama khususnya untuk pertanian
sawah, sedangkan padi gogo lebih berkaitan dengan perladangan berpindah
(http://borneojarjua2008.wordpress.com).
Adanya pola
bertani perladangan berpindah maupun perladangan/pertanian menetap tentu tidak
terlepas dari yang namanya pengolahan lahan/tanah. Pada tahap awal timbulnya
pertanian, faktor lahan bersifat unscarcity, makin lama sifatnya menjadi
scarcity. Tuhan hanya sekali menciptakan lahan/tanah, manusia bertambah banyak,
lahan menjadi barang rebutan. Orang yang kuat merebut atau berkemampuan tinggi
memiliki lahan luas, orang yang lemah memiliki lahan sempit. Inilah awal dari
timbulnya ketimpangan pemilikan lahan (Chrysantini,2007).
Tanah/lahan
menurut Fauzi 2008, dalam arti sesungguhnya bukan termasuk modal,
karena tanah bukan buatan manusia atau hasil produksi. Orang awam menganggap
tanah sebagai modal utama atau satu-satunya modal bagi petani. Hal ini karena
tanah mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi dari tanah
adalah:
-
Dapat
diperjual belikan
-
Dapat
disewakan,
-
Dapat
dijadikan jaminan kredit.
Areal tanah di pinggiran kota atau di dekat proyek
industri/pemukiman, saat ini sudah banyak diperjual belikan yang kemudian lahan
pertanian beralih fungsi ke lahan nonpertanian. Harga tanah per m² di lokasi
tersebut cukup tinggi dan menggiurkan, sehingga petani pemilik tanah
menjualnya. Petani menganggap lebih beruntung tanah itu dijual daripada
diusahakan sebagai lahan pertanian. Bila tanah sudah beralih fungsi, maka
tingkat kesuburan tubuh tanah tidak berarti lagi. Tidak ada atau sangat langka
tanah/lahan nonpertanian beralih fungsi ke tanah/lahan pertanian. Antar sesama
petani juga sering terjadi transaksi jual beli tanah yang belum beralih fungsi.
Menyusul ada pula penduduk kota membeli lahan pertanian, ini juga menambah
ketimpangan pemilikan lahan. Ada petani yang dulunya memiliki lahan beberapa
hektar, akhirnya dia berubah status menjadi petani penyewa atau buruh tani.
E. Produktifitas
Tanaman Kakao
Produktivitas
pertanian suatu daerah adalah penting karena berbagai alasan. Selain
menyediakan makanan lebih, meningkatkan produktivitas pertanian daerah
mempengaruhi prospek pertumbuhan dan daya saing di pasar pertanian, distribusi
pendapatan dan tabungan, dan migrasi tenaga kerja. Peningkatan produktivitas
pertanian daerah menyiratkan lebih efisien distribusi sumber daya langka.
Sebagai petani mengadopsi teknik baru dan perbedaan dalam produktivitas muncul,
para petani lebih produktif manfaat dari peningkatan kesejahteraan mereka
sementara petani yang tidak cukup produktif akan keluar pasar untuk mencari
kesuksesan di tempat lain. Produktivitas pertanian diukur sebagai rasio dari
pertanian output untuk pertanian masukan. (Sunanto,1992)
Produktivitas
lahan adalah kemampuan atau daya dukung lahan tersebut untuk didapatkan nilai
bobot hasil tertinggi per satuan luas dalam satuan waktu tertentu. Daya dukung
lahan adalah kemampuan tanah, iklim, organisme, tanaman (genetik), waktu dan
manusia sebagai pengelola atau tenaga kerja.
Dalam penentuan
produktivitas lahan sangatlah dipengaruhi oleh manusia sebagai “manager”.
Manusia sebagai manajer akan menentukan sistem pertanian yang akan dilaksanakan
dari kegiatan usahataninya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka produktivitas
usaha (lahan pertanian) adalah kemampuan manusia untuk mengelola semua
sumberdaya yang ada agar didapatkan nilai tukar uang optimal dari satuan luas
lahan pertanian yang diusahakannya dalam suatu sistem pertanian (Anonim, 2005).
Selanjutnya Siregar (1996) menambahkan Produksi
merupakan kegiatan pengubahan input menjadi output. Dalam ekonomi, proses
kegiatan tersebut biasanya dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi
merupakan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah
input dengan menggunakan teknologi tertentu. Makin tinggi kuantitas output,
maka akan semakin mempengaruhi produktivitas.
Jumlah
tanaman merupakan kuantitas pohon yang ditanam dalam suatu areal lahan
pertanian. Dalam Banyaknya pohon yang ditanam tersebut tentunya akan
mempengaruhi produksi yang secara tidak langsung juga mempengaruhi produktivitas.
Faktor yang
cenderung mempengaruhi produktivitas yaitu umur tanaman. Pada umumnya tanaman
perkebunan termasuk kakao produktivitas akan meningkat seiring pertambahan usia
hingga batas umur maksimum dan makin tua umur tanaman maka produktivitas
cenderung menurun.
Kakao atau cokelat diberi nama Theobroma
cacao yang dalam bahasa Yunani Theos berarti dewa sedangkan Broma
berarti santapan. Jadi, Theobroma berarti santapan para dewa. Tanaman
kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari
lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia
melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak
kapan mulai dibudidayakan masih belum begitu jelas. Ada yang berpendapat
pembudidayaannya bersamaan dengan pembudidayaan kopi tahun 1820, tetapi
pendapat lain mengatakan lebih awal lagi yaitu tahun 1780 di Minahasa.
Pembudidayaan kakao di Daerah Minahasa tersebut tidak berlangsung lama karena
sejak tahun 1845 terjadi serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Akibatnya
kebun tidak terpelihara dan menjadi rusak.
Kakao merupakan salah satu komoditas
andalan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Besarnya minat
masyarakat untuk mengembangkan tanaman kakao terlihat nyata dengan banyaknya
permintaan benih serta pelatihan budidaya kakao. Kakao atau Theobroma cacao L.,
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cocok dengan kultur tanah dan
iklim di Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan tumbuhan tropis.
1. Varietas,
Kategori dan Pemeliharaan Tanaman Kakao
a.
Varietas
-
Criolo
(fine cocoa atau kakao mulia)
Jenis varietas Criolo mendominasi pasar kakao
hingga pertengahan abad 18, akan
tetapi saat ini hanya beberapa saja pohon
Criolo yang masih ada.
-
Forastero Verietas ini merupakan
kelompok varietas terbesar yang diolahdan ditanami.
-
Trinitario
/ Hibrida
Merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo.
b.
Kategori
Kakao
Dalam komoditas perdagangan
kakao dunia dibagi menjadi dua kategori besar biji kakao :
- kakao mulia (“fine cocoa”)
Secara umum, Kakao mulia
diproduksi dari varietas Criolo
- kakao curah (“bulk or ordinary cocoa”)
Kakao curah berasal dari
jenis Forastero
c.
Pemeliharaan
Tanaman Kakao
Muljana, (2001)Untuk menghasilkan tanaman
kakao yang bermutu baik, diperlukan perawatan yang baik pula terhadap tanaman
kakao tersebut, berikut ini adalah hal-hal yang perlu dilakukan dalam perawatan
tanaman kakao:
-
Pemangkasan
Pemangkasan pohon pelindung dilakukan agar dapat
berfungsi untuk jangka waktu yang lama. Pemangkasan dilakukan terhadap
cabang-cabang yang tumbuh rendah dan lemah. Pohon dipangkas sehingga cabang
terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk tanaman kakao. Pemangkasan ini
merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis
tanaman. Dengan pemangkasan maka akan mencegah serangan hama dan penyakit,
membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman dan memacu produksi.
Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang
seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga dilakukan
pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik. Pemangkasan
ada beberapa macam yaitu :
-
Pangkas
Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah muncul cabang primer (jorquet) atau sampai umur 2 tahun
dengan meninggalkan 3 cabang primer yang baik dan letaknya simetris.
-
Pangkas
Pemeliharaan, bertujuan mengurangi pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan
cara menghilangkan tunas air (wiwilan)
pada batang pokok atau cabangnya.
-
Pangkas
Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara langsung
sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan musim,
sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada musim
kemarau.
-
Pangkas
Restorasi, memotong bagian tanaman
yang rusak dan memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.
-
Penyiangan
Tujuannya adalah untuk mencegah persaingan dalam
penyerapan air dan unsur hara serta mencegah hama dan penyakit. Penyiangan
harus dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali dengan menggunakan
cangkul, koret atau dicabut dengan tangan.
-
Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua
bulan di lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan dilakukan
dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk
umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk umur 14–20 bulan) dari batang
utama. Sedang untuk tanaman yang menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada
jarak 50 cm – 75 cm dari
batang utama. Penaburan pupuk
dilakukan dalam alur sedalam 10 cm.
-
Penyiraman
Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah
yang baik dan memiliki pohon pelindung tidak memerlukan banyak air. Air yang
berlebihan akan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman
dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman yang tidak memiliki pohon
pelindung.
-
Pemberantasan
hama dan penyakit
Sulistyowati,(2004)
menegaskan bahwa hama PBK dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi
hingga 80% lebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan PBK dengan
kriteria serangan ringan sudah mengakibatkan kerugian yang besar yaitu
menurunkan berat biji basah, menurunkan rendemen, dan menurunkan mutu biji,
antara lain biji berukuran kecil, kadar kulit ari meningkat, biji saling
menempel, biji keriput dan berwarna hitam.
Kemudian Djafaruddin (2000)
menambahkan, Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam
dua tahap. Pertama, bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang
menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Tahap yang kedua adalah usaha
pemberantasan hama, dimana jenis dan kadar pestisida yang digunakan
ditingkatkan. Contoh pestisida yang digunakan: Deltametrin (Decis 2,5 EC),
Sihalotrin (Metador 25 EC) dan lain-lain.
2.
Jenis
Hama & Penyakit
Menurut Riyadi Bagian Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Pusat, (2003)
terdapat berbagai macam hama yang dapat menggangu tanaman kakao, di antaranya:
a.
Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili :
Geometridae )
menyerang
pada umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat
daunnya saja. Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 – 10 cc / liter.
b.
Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia :
Limanthriidae )
Ada bulu-bulu gatal pada bagian dorsalnya menyerupai
bentuk bulu (rambut) pada leher kuda, terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna
putih atau hitam, sedang ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman.
Pengendalian dengan musuh alami predator
Apanteles mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.
c.
Parasa
lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge)
Serangan
dilakukan silih berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup
maupun cara meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling
bergantian. Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat
kehidupan dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan,
Parasa lepida lebih panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan
PESTONA.
d.
Kutu – kutuan ( Pseudococcus lilacinus )
Kutu berwarna putih. Simbiosis dengan semut hitam. Gejala
serangan : infeksi pada pangkal buah di tempat yang terlindung, selanjutnya
perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah terhambat dan akhirnya
mengering lalu mati. Pengendalian : tanaman terserang dipangkas lalu dibakar,
dengan musuh alami predator; Scymus sp,
Semut hitam, parasit Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter
air atau PESTONA.
e.
Helopeltis antonii
Menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke dalam
buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas dan pucuk
daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya merah, bagian
menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan, kulit buah ada bercak-bercak
hitam dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan sangat keras serta
jelek bentuknya dan buah kecil kering lalu mati. Pengendalian dilakukan dengan
PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang), hari pertama semprot stadia
imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya dan pada hari ke-17 dilakukan
terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga pengendalian benar-benar efektif,
sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.
f. Cacao Mot ( Ngengat
Buah ), Acrocercops cranerella (Famili ; Lithocolletidae)
Buah muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam
buah tidak dapat mengembang dan lengket. Pengendalian : sanitasi lingkungan
kebun, menyelubungi buah coklat dengan kantong plastik yang bagian bawahnya
tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam dan jamur antagonis Beauveria bassiana ( BVR)
dengan cara disemprotkan, semprot dengan PESTONA.
h.
Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora),
Gejala serangan dari ujung buah atau pangkal buah nampak
kecoklatan pada buah yang telah besar dan buah kecil akan langsung mati. Pengendalian
: membuang buah terserang dan dibakar, pemangkasan teratur, semprot dengan
Natural GLIO.
i. Jamur
Upas ( Upasia salmonicolor )
Menyerang batang dan cabang. Pengendalian : kerok dan
olesi batang atau cabang terserang dengan Natural GLIO+HORMONIK, pemangkasan
teratur, serangan berlanjut dipotong lalu dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
3. Syarat
Pertumbuhan Kakao
Syarat tumbuh tanaman kakao dipengaruhi oleh beberapa komponen penting,
yakni curah hujan, temperatur, dan keadaan fisik atau kimia tanah. Dengan
memenuhi syarat penanaman, maka tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik (Siregar dkk, 1997).
Menurut Spillane
(1995), Habitat alam tanaman kakao berada di hutan beriklim tropis. Kakao
merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan (Shade Loving Plant)
dengan potensi hasil bervariasi 50-120 buah/pohon/tahun. Varietas yang umum terdiri atas : Criolo, Forastero, dan Trinitario
(hibrida) yang merupakan hasil persilangan Criolo
dan Forastero. Forastero lebih sesuai
di dataran rendah, sedangkan Criolo
dapat ditanam sampai dengan dataran agak tinggi. Criolo terdiri atas kultivar
South American Criolos dan Central
American Criolos, sedangkan Forastero
terdiri atas kultivar Lower Amazone
Hybrid (LAH) dan Upper Amazone Hybrid
(UAH).
UAH mempunyai karakter produksi tinggi, cepat mengalami
fase generatif/berbuah setelah umur 2 tahun, tahan penyakit VSD (Vascular
Streak Dieback), masa panen sepanjang tahun dan fermentasinya hanya 6 hari.
Muljana, (2001)
menambahkan sejumlah
factor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman
kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian
curah hujan, temperature, dan sinar matahari menjadi bagian dari factor iklim
yang menentukan. Demikian juga factor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya
dengan daya tembus (penetrasi) dan
kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di
daerah-daerah yang berada pada 100 LU sampai dengan 100
LS. Walaupun demikian penyabaran pertanian kakao secara umum derada pada
daerah-daerah antara 70LU sampai dengan 180 LS. Hal ini
tampaknya erat laitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran
matahari sepanjang tahun.
a.
Iklim
- Curah hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan
pertanaman kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan
dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang
ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1100-3000 mm pertahun.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang
melebihi 4.500 mm pertahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk
buah. Di daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1200 mm pertahun masih
dapat ditanami kakao tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang
hilang karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman
dari curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
-
Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan
air, sinar matahari, dan kelembaban. Faktor tersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penanaman tanaman pelindungdan irigasi. Temperature
berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperature ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300‐320c (maksimum) dan 180‐200 (minimum). Temperature
yang lebih dari 100 akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya
bunga sehingga laju pertumbuhan berkurang. Temepratur yang tinggi akan memacu
pembungaan tetapi kemudian akan segera gugur.
-
Sinar
Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis
yang dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan
penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relative pendek.
Kakao termasuk tanaman yamng mampu berfotosintesis pada
suhu daun maksium diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20%
dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun
kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30% cahaya matahari
penuh atau pada 15% cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan
pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih
banyak.
-
Kelembaban
> 80%
- Kecepatan angin ideal 2-5 m/detik akan sangat
membantu dalam penyerbukan
-
Pembersihan Lahan dan Pengolahan Tanah
Pembersihan dilakukan dengan membersihkan semak belukar
dan kayu-kayu kecil sehingga memudahkan penebangan pohon. Semak belukar dan
kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas/dibabat rata dengan permukaan tanah,
kemudian baru kemudian dilanjutkan dengan tahap tebang/tumbang. Criteria kayu
atau tunggul yang tinggal sangat menetukan tahap tebang/tumbang ini karena
menyakngkut biaya, waktu dan keselamatan kerja. Alat yang diinginkan umunya
adalah chain shaw. Untuk menebang
kayu yang berdiameter kecil dapat digunakan kapak biasa.
Setelah penebasan/babat dan tebang/tumbang, semak
belukar, kayu-kayu kecil dan batang dikumpulkan untuk dibakar. Pembakaran
dilakukan bila kayu dan daun telah luruh, kering dan rapuh, serta kulit kayu
yang mengering. Pembakaran dilaksanakan sampai kayu dan daun menjadi abu. Areal
yang telah bebas dari semak belukar, kayu-kayu kecil, dan pohon besar, apalagi
bila bru dibakar, biasanya cepat sekali menumbuh ilalang. Seperti diketahui
ilalang merupakan gulma utama dari area pertanian. Karena itu pengendaliannya
harus dilakukan sesegera mungkin, sehingga sedapat mungkin areal bebas dari
ilalang pada saat penanaman pohon pelindung. Pengendalian ilalang dapat
dilakukan secara manual, kimiawi, maupun mekanis. Pembersihan areal
seringjuga diakhiri dengan tahap pengolahan tanah. Pengolahan tanah umunya
dilaksanakan dengan cara mekanis khusus pada areal yang dibuka untuk penanaman
cukup luas.
-
Jarak Tanam Kakao
Jarak tanaman ideal bagi tanaman kakao adalah jarak yang
sesuai denga perkembangan bagian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang
bagi perakaran didalam tanah. Dengan demikian pilihan jarak tanam erat
kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam, dan kesuburan areal.
Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3x3m, 4x2m dan 3,5m adalah sama.
Walaupun pertautan tajuk membutuhkan waktu lebih lamadibandingkan dengan jaraj
tanam 3x3m. karena itu, pilihan jarak tanam optimum bergantung pada bahan tanam
dan kejagurannya (besarnya pohon), jenis tanah, dan iklim areal yang
dikehendaki.( PPKKI (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia).
(2004)
4. Upaya
dalam Peningkatan Mutu
Tanaman kakao dikembangbiakan dari bibit. Bibit akan
berkecambah dan memproduksi tanaman yang baik jika diambil dari pot tidak lebih
dari 15 hari.
-
Stek
Pohon dipotong antara 2 atau 5 daun dan 1 atau 2 pucuk.
Dedaun dipotong setengah dan potongan tadi ditanam di pot dengan ditutupi
lembaran polythene hingga akar mulai tumbuh.
-
Penyilangan
Pucuk dipotong dari pohon dan ditempel dibawah kulit kayu
di pohon lain. Potongan tadi kemudian diikat dengan tali rapia dan plester
lilin yang terbuat dari plastik bening untuk mencegah hilangnya kelembaban.
Bila pucuk mulai tumbuh maka pohon tua yang terletak diatas harus dipotong
-
Cangkok
Kulit kayu diambil potongannya kemudian ditutupi dengan
serbuk kayu dan sehelai polythene.
Area tadi akan memproduksi akarakar dan batang dapat dipotong untuk kemudian
ditanam
5. Panen
Menurut Sunsanto (1992) Buah kakao dapat dipanen apabila
terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan
sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah
matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit
bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Keterlambatan waktu
panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam.
Muljana (2001), dalam buku Bercocok Tanam Coklat proses pemanenan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a.
Ciri dan
umur panen
Buah
kakao/kakao dipenen apabila terdapat perubahan warna kulit dan
setelah fase pembuahan sampai menjadi buah
dan matang ± usia 5 bulan. Ciri-ciri buah siap panen adalah warna kuning
pada alur buah dan punggung
alur buah, warna kuning
pada seluruh permukaan buah dan warna
kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:
- warna buah
sebelum masak hijau,
setelah masak alur
buah menjadi kuning,
-
warna
buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah
masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi setelah penyerbukan). Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.
masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi setelah penyerbukan). Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.
b. Cara
panen
Untuk memanen kakao
digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi pisau disambung dengan
bambu. Cara pemetikannya jangan sampai
melukai batang yang
ditumbuhi buah. Pemetikan
kakao hendaknya dilakukan
hanya dengan memotong tangkai buah tepat
di batang / cabang yang ditumbuhi buah.
c. Periode panen
Panen
dilakukan 7 -
14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang
ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat
tumbuh lagi di tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya.
d. Prakiraan produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal
pada umur 5 - 13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
6. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan
mempermudah menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna
biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak. Pengeringan, biji kakao
yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang jamur dengan sinar
matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-700C (60-100
jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %. Sortasi, untuk mendapatkan ukuran
tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak
terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama penyakit
maksimal 3 % dan bebas kotoran.
Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita
rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia
memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending.
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai
organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang
melibatkan mikroorganisme indigen dan
aktivitas enzim endogen. Fermentasi
biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp
kakao yang mengandung banyak glukosa,
fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi
fermentasi.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu.
Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran
untuk menampung pulp juices yang
dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi
pulp). Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase
dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan
permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas
dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat
dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya
ke kotak lain.
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita
rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis
dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan
mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi
tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji
sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat
membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan
ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob.
Fermentasi aerob diinisiasi oleh
bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan
berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji
dan membuat biji tidak berkecambah.
Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian
dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang
dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh
sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air
lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dengan
pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan
non surya memakan waktu 2 – 3 hari.
Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan
biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 C selama 10 – 15 menit.
Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan
cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.
III. METODE
PENELITIAN
A. Metode
Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan suatu metode berganda dalam yste, yang melibatkan suatu pendekatan ystematicve
dan wajar terhadap setiap pokok permasalahannya. Ini berarti penelitian
kualitatif bekerja dalam seting yang alami, yang berupaya untuk memahami, ystem
tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang
kepadanya. Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai
bahan empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi, riwayat
hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual yang
menggambarkan momen rutin dan ystematic, serta maknanya dalam kehidupan
individual dan kolektif (Denzin and Lincoln, 2009).
Dengan menggunakan metode kualitatif
maka tipe penelitian ini lebih menekankan pada tipe deskriptif. Alasan
menggunkan metode kualitatif dengan tipe deskriftif karena, permasalahan belum
jelas, holistic, kompleks, dinamis dan penuh makna. Selain itu peneliti
bermaksud memahami situasi social secara mendalam untuk memperoleh data yang relevan
dengan tema penelitian.
B.
Teknik Pemilihan Lokasi
Penelitian
Tempat
yang menjadi fokus penelitian ini adalah Desa
Mattirowalie, Kec. Kindang, Kab. Bulukumba. Penulis memilih
lokasi ini karena beberapa pertimbangan yaitu:
1.
Daerah ini merupakan daerah penghasil kakao,
dan pertanian kakao sangat dominan di
desa ini. Di mana sebagian
besar kebutuhan masyarakatnya
disandarkan pada ystem pertanian ini.
2.
Lokasi ini mudah dijangkau sehingga penulis dapat
memperoleh informasi mengenai fokus yang dibahas dalam penelitian nantinya.
3.
Merupakan daerah kelahiran penulis jadi secara umum
penulis sangat akrab dengan kondisi lingkungan sosial budayanya yang
memungkinkan untuk studi mendalam dan perolehan data atau informasi akurat.
C.
Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dalam penelitian ini
ditentukan secara sengaja (purposive).
Penentuan informan bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti di
lapangan. Informan pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki
power dan otoritas pada situasi ystem atau objek yang diteliti, sehingga mampu
membuka pintu kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data yaitu kepala
dinas atau instansi, kepala desa atau kelurahan dan lain-lain. Setlah itu
informan yang dipilih adalah mereka yang menguasai atau memahami masalah penelitian, dan mereka yang tergolong
masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti,
Informan dipilih berdasarkan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan. (Sugiyono,
2008 ; 292-293)
D. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam suatu
penelitian, pengumpulan data dalam mengungkapkan permasalahan yang dianggap
praktis yakni :
1.
Studi
pustaka (library research), yaitu
teknik penelitian yang menggunakan berbagai
macam kepustakaan dengan mengumpulkan data-data sekunder melalui
literature yang telah ada guna membantu memahami secara umum.
2.
Penelitian
Lapangan (Field Research) yaitu
penelitian yang dilakukan di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan
data sbb ;
-
Pengamatan
(Observasi)
Observasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi partisipan yang bertujuan untuk menjaring
perilaku individu yang terjadi dalam kenyataan sebenarnya. Observasi ini juga
untuk mendiskripkan kehidupan ystem yang sebenarnya. Kegiatan yang dilakukan
dalam observasi ini adalah mengamati kondisi dan keadaan informan yang menjadi
objek penelitian ini dan mengamati kegiatan
yang dilakukan petani kakao dalam
hal ystem pengelolaanya.
-
Wawancara
(Interview)
Wawancara dilakukan pada
informan yang dipilih dan dianggap dapat memberikan informasi tentang yste
masalah penelitian. Untuk melakukan wawancara terlebih dahulu dipersiapkan
pedoman wawancara namun pada situasi tertentu, wawancara dapat dilakukan secara
spontan, seperti dalam pembicaraan sehari-hari tetapi tetap terfokus pada
masalah penelitian.
E.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan
jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci.
Analisis yang digunkan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman (dalam Sugiyono, 2008 ; 246-253) dilakukan secara interaktif melalui
proses data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola
dan temanya. Setelah data direduksi selanjutnya adalah mendisplaykan data atau
penyajian data, penyajian data dilakukan dalm bentuk teks yang bersifat
naratif. Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi, dimana
kesimpulan ini disajikan dalam bentuk deskripsi atau gambaran.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini disusun secara sistematis ke dalam
beberapa bab, dan setiap bab terdiri sub-sub bab, adapun sistematika penulisan
disusun sebagai berikut :
Bab I : Memuat pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, rumusan masalah, kerangka konseptual, tujuan dan kegunaan penelitian,
Bab II : Ialah studi pustaka untuk seleksi kensep-konsep yang relevan dan untuk menjawab pertanyaan
penelitian
Bab III : memuat metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab IV : Memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian yang mencakup lokasi penelitian, keadaan geografi,
luas wilayah dan penggunaan lahan, iklim, keadaan penduduk, pendidikan, dan
mata pencaharian hidup.
Bab V : Mencakup data khusus tentang pertanian
kakao di Bulukumba, bagaimana ystem
pengetahuan masyarakat tentang kakao, bagaiamana pola bertani tanaman kakao,
dan bagai mana upaya peningkatan mutu kakao, di Desa Mattirowalie Kecamatan
Kindang Kabupaten Bulukumba.
Bab VI : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan sara
IV.
Gambaran Umum Lokasi
A. Letak
Lokasi
Desa Mattirowalie merupakan salah satu desa dari delapan
(8) desa dan satu (1 ) kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten
Bulukumba. Desa mattirowalie terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun Uluparang,
Cilibbu, Tujuang, Tujuang Raya, Bonto Rita, Kampung Tanggah dan Sopa. Desa
Mattirowalie adalah Desa yang sumber utama penghasilan penduduknya dari sector
pertanian dan perkebunan
Adapun batas-batas wilayahnya
-
Sebelah
Timur : Bukit
Harapan
-
Sebelah
Utara : Benteng
Palioi
-
Sebelah
Barat : Anrihua
-
Sebelah
Selatan : Balibo
Gambar 1
Peta Desa Mattirowalie
Sumber : Kantor Desa Mattirowalie
B. Keadaan
Iklim dan Topografi
Faktor iklim dan topografi memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap pengelolaan lahan pertanian pada suatu
daerah. Ditinjau dari segi pengelolaan air, faktor topografi menjadi penting
karena dapat menjadi kendala dalam pengaturan air.
Desa Mattirowalie terletak pada
ketinggian 15 km dari permukaan air laut, dengan keadaan topografi kecamatan
Kindang bervariasi dari daerah latar, bergelombang, dan berbukit. Sedangkan
Desa Mattirowalie sebagai lokasi penelitian keadaan topografi datar.
Adapun jarak Desa Mattirowalie
dengan ibukota kecamatan adalah 7 km dan jarak dari ibukota kabupaten adalah 20
km. Pada umumnya keadaan iklim dan curah hujan merupakan unsur-unsur yang juga mempengaruhi keberhasilan petani
dalam berusahatani pada umumnya dan khususnya usahatani kakao. Keadaan iklim
dan penyebaran curah hujan wilayah Kecamatan Kindang secara umum sangat
dipengaruhi oleh letak geografis dan bentuk wilayahnya. Keadaan iklim di Desa
Mattirowalie sebagaimana desa-desa di wilayah Indonesia lainnya beriklim tropis
dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan
C. Sejarah
Desa
Desa Mattirowalie berasal dari bahasa Bugis yang berasal
dari kata Mattiro artinya memandang atau melihat, dan kata Wali-wali artinya
kedua sisi.berarti bisa memandang kesegala arah karena berada di tempat yang
tinggi. Mengignat desa Mattirowalie sejak terbentuknya mempunyai wilayah yang
luas maka penduduk yang terdiam diwilayah ibu kota Mattirowalie. Istilah
Mattirowalie menggunakan kata Bugis mengingat pengaruh dari kerajaan Bonme yang
dikenal dengan suku Bugis.
Desa Mattirowalie merupakan salah satu desa dari delapan
(8) desa dan satu (1 ) kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten
Bulukumba. Desa mattirowalie terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun Uluparang,
Cilibbu, Tujuang, Tujuang Raya, Bonto Rita, Kampung Tanggah dan Sopa. Desa
Mattirowalie adalah Desa yang sumber utama penghasilan penduduknya dari sector
pertanian dan perkebunan. Berikut gambaran tentang sejarah perkembangan Desa
Mattirowalie.
Desa Mattirowalie pada
awalnya terdiri dari tiga wilayah yaitu:
-
Toddo
Palioi
-
Totoa
Tujuang
-
Gallarang
Borong
Sebelum terbentuk menjadi
sebuah desa, mattirowalie pernah dipimpin oleh tiga yang kedudukannya sama
dengan kepala desa yaitu :
1.
Totoa
Tujuang
2.
Toddo
Palioi
3.
Galla
Borong
Pada tahun 1976 terbentuklah Desa Mattirowalie yaitu
meliputi tiga wilayah yakni Tujuang, Pallioi dan Borong yang berpusat di
pertngahan wilayah yaitu Tujuang yang dipimpin Oleh kepala desa pertama yaitu
Andi Patanrai. Desa Mattirowalie sejak terbentuknya telah beberapa kali
mengalami pergantian kepemimpinan yaitu :
1.
Andi
Patanrai (1976-1979)
2.
Andi
Gandis (1979-1983)
3.
Salahudin
(1983-1987)
4.
Andi
Abdul Pattah (1987-1997)
5.
Andi
Abdul kahar (1999-2008)
6.
Abri
S.Pd (2008-sekarang)
Demikianlah sejarah singkat tentang Desa Mattirowalie
dari awal terbentuknya hingga sekarang.
D. Luas
dan Penggunaan Lahan
Luas Desa Mattirowalie sekitar 13 Km2 .
sebagai salah satu Desa di Kabupaten Bulukumba, Desa Mattirowalie punya potensi
besar dalam pengelolaan lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan karena
sebagian besar wilayahnya adalah lahan pertanian dan perkebunan.
Desa Mattirowalie pada umumnya memiliki potensi sumber
daya alam yang cukup besar dengan penggunaan lahan. Hampir separuh dari jenis
tanah yang terdapat di Desa Mattirowalie terdiri dari bebatuan dan berlumpur,
tetpi dapat dikatakan daerah ini sangat subur. Terbukti dari banyaknya tanaman
yang tumbuh subur, begitu pula dengan tanaman pertaniannya terutama tanaman coklat.
Oleh karena itu, sebagian besar lahan yang dimiliki digunakan untuk pertanian
kakao.
Secara terperinci, penggunaan
lahan di Desa Mattirowalie dapat dilihat pada table berikut ini.
Table
1 : Luas Wilayah menurut Penggunaan
lahan di Desa Mattirowalie, Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
No
|
Penggunaan
|
Luas lahan (Ha/m2)
|
1
|
Pemukiman
|
13 Ha/m2
|
2
|
Persawahan
|
438,02 Ha/m2
|
3
|
Perkebunan
|
483,05 Ha/m2
|
4
|
Kuburan
|
1,25 Ha/m2
|
5
|
Lapangan
|
12.056 Ha/m2
|
6
|
Taman
|
-
|
7
|
Perkantoran
|
13,08 Ha/m2
|
8
|
Prasarana umum lainnya
|
5 Ha/m2
|
Jumlah
|
13000 Ha/m2
|
Sumber;
Data profil
Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas memberikan
keterangan bahwa masyarakat di Desa Mattirowalie sudah mulai menggunakan
lahannya dengan baik dan menepatkannya sesuai dengan fungsinya. Dari data di
atas diperoleh bahwa penggunaan lahan perkebunan merupakan yang sangat dominan
yaitu 483,02 Ha/m2. Pada lahan perkebunan ini yang dimiliki warga
ini, sebagaian dikembang biakkan tanaman seperti cengkeh, durian, kakao,
rambutan.
E. Kondisi
Sosial
1. Jumlah
Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk
dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses
reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis
kelamin ini merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja
dan jug sangat menentukan dalamkualifikasi pembagian kerja. Penduduk Desa
mattirowalie terdiri atas 1059 KK dengan total jumlah jiwa 3928 orang. Berikut
jumlah perbandingan jumlah perempuan dengan laki-laki.
Table 2:
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Mattirowalie Kecamatan
Kindang Kabupaten Bulukumba
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1979
|
1949
|
3928
|
Sumber;
Data profil
Desa Mattirowalie, 2011
Pada table diatas terlihat bahwa
jumlah penduduk antara laki-laki dengan perempuan terdapat perbedaan yang tidak
terlalu signifikan yaitu sebanya30 jiwa. Dimana jumlah penduduk laki-laki
sedikit lebih banyak 1979 jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk wanita yaitu
sebanyak 1949
2. Mata
Pencaharian
Mata pencaharian adalah segala kegiatan yang dilakukan
untuk menghasilkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Desa
Matiirowalie terletak sekitar 25 km dari kaki gunung Lompo Battang yang
sebagian besar wilayahnya adalah tanah pertanian, umunya penduduk berprofesi
sebagai petani, naik itu sector persawahan maupun sector perkebunan, karena
sekitar 95% penduduknya adalah petani dan hanya sebagian kecil penduduk bekerja
di sector lain, misalnya PNS, wiraswasta dan lain-lain.
Table 3 ;
Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang
Kabupaten Bulukumba
Mata Pencaharian
|
Persentase
|
Petani
|
95%
|
Nelayan
|
-
|
Peternak
|
1,2%
|
Wiraswasta
|
2%
|
PNS
|
0,3%
|
Karyawan
|
0,5%
|
Pengrajin
|
1%
|
Sumber;
Data profil
Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas diketahui hampir semua masyarakat di
Desa Mattirowalie berproesi sebagai petani dengan persentase 95%, peternak
1,2%, wiraswasta 2%, PNS 0,3%, karyawan 0,3% dan pengrajin 1%. Petani yang ada
di Desa Mattirowalie umumnya mengembang biakkan tanaman kakao.
3. Pendidikan
Umumnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para petani
merupakan factor yang berpengaruh terhadap pengelolaan usaha taninya. Walaupun
seseorang memiliki kemampuan fisik yang memadai tetapi tidak ditunjang dengan
pengetahuan, maka usaha yang dikelola tidak akan mengalami peningkatan.
Pendidikan dan pengalaman pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir petani.
Pendidikan petani yang relative tinggi menyebabkan petani akan lebih dinamis
mengikuti perkembangan teknologi. Dengan adanya pendidikan yang relative lebih
tinggi yang dimiliki etani akan memudahkan petugas penyuluhan untuk
menyampaikan konsep yang akan dibawakan. Karena petani akan lebih mudah
mengerti dan emahami apa yang disampaikan oleh penyuluh.
Tingkat pendidikan pada suatu daerah pasti memiliki
tingkat yang berbeda-beda. Berikut mengenai tingkat pendidikan yang ada di Desa
Mattirowalie menurut data sekunder yang telah diperoleh.
Table
4 ; Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Mattirowalie Kecamatan
Kindang Kabupaten Bulukumba
No
|
Tingkatan Pendidikan
|
Pria
|
Wanita
|
1
|
Belum sekolah
|
47
|
99
|
2
|
Tidak lulus SD
|
737
|
650
|
3
|
Lulus SD
|
120
|
590
|
4
|
Tidak lulus SLTP
|
200
|
160
|
5
|
Lulus SLTP
|
200
|
118
|
6
|
Tidak lulus SLTA
|
173
|
184
|
7
|
Lulus SLTA
|
50
|
50
|
8
|
Lulus D1/sederajat
|
0
|
1
|
9
|
Lulus D2/sederajat
|
11
|
21
|
10
|
Lulus D3/ sederajat
|
0
|
16
|
11
|
Sedang/lulus S1
|
330
|
453
|
|
Jumlah
|
1864
|
1889
|
Sumber; Data
profil Desa Mattirowalie, 2011
Pada table diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan
masyarakat Desa Mattirowalie kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba masih
rendah, warga yang tidak melanjutkan sekolah ataupun tidak sekolah lebih
memilih mengolah lahan untuk pertanian, khusunya tanaman kakao. kakao tanaman
kakao merupakan tanaman yang mudah untuk dikembangbiakkan sehingga warga yang
sekolah maupun tidak sekolah, tua ataupun muda bisa mengembang biakkan tanaman
kakao. Lahan yang dikelola baik itu lahan milik sendiri maupun lahan milik
orang lain. Saat ini sudah ada masyrakat yang sedang atau telah lulus sarjana.
Hal ini tentu akan memberikan harapan terhadap perkembangan atau peningkatan
pendidikan di desa tersebut.
4. Sarana
dan Prasarana Desa
Sarana pendidikan, keagamaan, dan transportasi mempunyai
peranan penting dalam menunjang pembangunan daerah di segala bidang. Selain
itu, sarana pendidikan, keagamaan dan transportasi dapat meningkatkan
kesejahtraan masyarakat. Untuk mengetahui secara rinci mengenai sarana
pendidikan, keagamaan, dan transportasi di Desa Mattirowalie dapat dilihat pada
table. Berikut gambaran sarana dan prasarana yang ada di Desa Mattirowalie
Table 5 : Sarana Pendidikan di Desa Mattirowalie
Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Sarana
|
Jumlah
|
TK
|
2 buah
|
SD
|
2 buah
|
SMP/sederajat
|
2 buah
|
SMA/sederajat
|
-
|
Sumber;
Data profil
Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas dapat diketahui bahwa sarana pendidikan
yang terdapat di Desa Mattiro walie masih sangat minimhal ini terlihat dari
jumlah sekolah yang masih sangat sedikit. SD dan SMP masing-masing berjumlah 2
buah, sedangkan untuk SMA sederajat tidak ada
Table 6 : Sarana
Keagamaan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Sarana
|
Jumlah
|
Masjid
|
7 buah
|
Mushalah
|
2 buah
|
Gereja
|
-
|
Pura
|
-
|
Sumber;
Data profil
Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas dapat diketahui sarana keagamaan yang
ada di Desa Mattirowalie cukup memadai dengan fasilitas masjid sebanyak 7 buah
dan musolah sebanyak 2 buah, semua warga desa Mattirowalie memeluk agama islam.
Hal ini menunjukkan bahwa warga sadar akan pentingnya agama untuk mendekatkan
diri kepada sang Pencipta.
5. Prasarana
Transportasi
Prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam
menunjang pembangunan khususnya kelancaran bertansportasi. Untuk itu lebih
jelasnya mengenai sarana transportasi yang ada di Desa Mattirowalie dapat
dilihat pada table berikut.
Tabel 7 :
Kwalitas Jalan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Jalan
|
Panjang
|
Aspal
|
7 km
|
Sirtu
|
6 km
|
Tanah
|
15 km
|
Setapak
|
12 km
|
Sumber;
Data profil
Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas dapat diketahui bahwa keberadaan sarana
dan prasarana transportasi yang ada di Desa Mattirowalie masih berupa tanah dan
jalan setapak. Hanya sebagian yang telah diaspal. Lokasi penelitian ini dapat
dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Arus transportasi ke
desa ini tergolong cukup lancar meski kondisi jalan yang kurang begitu rata. Angkutan umum hanya melewati jalan kabupaten sepanjang
4 km.
Sarana
dan prasarana inilah yang sering dimanfaatkan oleh penduduk Desa Mattirowalie untuk memperlancar
kegiatan mereka, utamanya dalam hal pengangkutan dan pengadaan faktor-faktor
produksi usahatani kakao.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah
Tanaman Kakao
Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia.
Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika
Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa
Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan masih belum
begitu jelas. Ada yang berpendapat pembudidayaannya bersamaan dengan
pembudidayaan kopi tahun 1820, tetapi pendapat lain mengatakan lebih awal lagi
yaitu tahun 1780 di Minahasa. Pembudidayaan kakao di Daerah Minahasa tersebut
tidak berlangsung lama karena sejak tahun 1845 terjadi serangan hama penggerek
buah kakao (PBK). Akibatnya kebun tidak terpelihara dan menjadi rusak.
B. Sistem
Pengetahuan Petani Desa Mattirowalie
Sistem pengetahuan bertani merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam pertanian. Mampu tidaknya petani mendapatkan hasil
pertanian yang baik tergantung bagamana pengetahuan petani tersebut untuk
mengolah tanaman mereka.
Dalam sistem pengetahuannya, pertanian Desa Mattirowalie
telah menjadi lebih maju dengan teknologi baru yang dipakai oleh para petani
yang didapatkan melalui pembelajaran dari luar maupun teknologi sederhana yang
ditemukan sendiri oleh petani Desa Mattirowalie. Teknologi tersebut adalah
teknologi dalam meningkatkan produktifitas tanaman kakao yang telah berumur tua
dengan melakukan teknik tempelan.
Desa Mattirowalie merupakan Desa yang sebagian besar
penduduknya berprofesi sebagai petani, desa tersebut mempunyai tanah yang
produktif terbukti dengan banyaknya jenis tanaman yang tumbuh subur
dibudidayakan oleh petani di Desa tersebut. Lahan yang mereka miliki digunakan
untuk perkebunan dan pertanian. Tanaman yang sering merekab tanam seperti
cengkeh, durian, langsat, dll.
Spillane, J, (1995) mengemukakan bahwa pada umumnya
pertimbangan petani dalam memilih usahatani dipengaruhi oleh faktor intern,
ekstern dan motif keuntungan. Faktor intern adalah faktor-faktor yang bersumber
dari diri petani atau keluarganya, misalnya faktor kemampuan, keahlian atau
keadaan keluarga untuk dapat melaksanakan suatu jenis usahatani. Faktor ekstern
meliputi faktor intensitas penyuluhan, iklim, dan jenis tanah. Berbicara
mengenai motif keuntungan tentunya tidak lepas dari pendapatan. Pada umumnya
tujuan petani melakukan kegiatan usahatani ialah untuk memperoleh keuntungan,
baik itu keuntungan secara subsisten ataupun keuntungan secara komersial.
Awal tanaman kakao di Desa
Mattirowalie tidak begitu jelas. Awalnya, tanaman kakao hanya cerita dan lama-kelamaan sudah
ada masyarakat yang menanam secara kecil-kecilan hingga saat ini. Asal dan
jenis bibit kakao yang dikembangkan tidak jelas karena ada yang berwarna hijau
dan ada yang berwarna cokelat dan tumbuh secara bersama-sama dalam kebun dan
kelihatan tidak ada perbedaan yang menonjol, baik batang maupun produksi.
Sebelum tahun 2006, petani di desa
tersebut belum terlalu tertarik untuk membudidayakan tanaman kakao. Mereka
menganggap tanaman kakao hasilnya panennya sedikit dan pengetahuan petani
mengenai budidaya tanaman kakao masih sangat kurang pada saat itu. Adapun
tanaman kakao yag ada saat itu merupakan tanaman kakao yang sudah berumur tua
yaitu berumur diatas 15 tahun, sehingga produktifitas tanaman kakao tersebut
mulai menurun. Panen terhadap tanaman kakao tersebut juga sangat jarang
dilakukan, ketika terdapat buah yang mulai matang dan siap untuk panen, buah
tersebut tidak dipetik namun dibiarkan membusuk diatas pohon.
Pohon kakao mencapai tingkat produksi yang matang sesudah enam atau tujuh
tahun, dan mulai berbuah sesudah tiga tahun. Ada banyak varietas hibrida yang
berbuah dan mencapai tingkat kematangan lebih cepat dibandingkan dengan
vareitas tradisonal. Pohon terus menerus
berbuah selama beberapa
tahun, kadang mencapai
50 – 60 tahun, tetapi pada umumnya hasil mulai turun sesudah pohon
berusia kira-kira 15 – 25 tahun atau lebih awal kalau pohon tidak dipelihara
dengan baik atau mengalami penyakit yang serius (Spillane, J, 1995 : 192).
Tanaman yang banyak dibudidayakan saat itu adalah
cengkeh, langsat, durian. Tanaman tesebut merupakan tanaman yang dipanen secara
musiman artinya dalam satu tahun hanya dapat dipanen satu atau dua kali. Ini
membuat rentan waktu yang panjang antara masa panen sampai menunggu waktu panen
berikutnya. Hal ini membuat kejenuhan terhadap para petani. Terlebih lagi
petani petani merasa sejahtera atau merasa terpenuhi kebutuhannya ketika masa
panen telah tiba, namun ketika masa panen telah usai membuat para petani
kembali merasa tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Tanaman kakao mulai digemari oleh petani
untuk dibudidayakan ketika melihat keberhasilan salah seorang petani yang
berhasil meningkatkan produktifitas tanaman kakao miliknya. Salah seorang warga
yang juga menjadi ketua salah satu kelompok tani di Desa Mattirowalie bernama
Abri (45 tahun) melakukan rehabilitasi terhadap tanaman kakao miliknya. Pada tahun
2006, Beliau melakukan rehabilitasi terhadap tanaman kakao miliknya yang
berumur sudah tua dan tidak produktif lagi. Menurutnya kakao yang sudah tidak
produktif itu cepat atau lambat pasti akan ia tebang kemudian akan digantikan
dengan tanaman baru. Dari situlah kemudian bapak Abri berinisiatif melakukan
rehabilitasi terhadap tanaman kakaonya, jika rehabilitasi itu berhasil
menghasilkan buah kakao yang baik, maka tanaman kakao itu akan tetap dibiarkan
tumbuh, namun jika rehabilitasi itu gagal maka tanaman kakao itu akan ditebang
untuk ditanami tanaman yang baru. Bpk. Abri mengatakan :
“Tanaman
kakao yang ada di Desa ini hampir semua itu sudah tua, jadi tidak banyakmi
buahnya kalau panen. Baru warga disini malasmi panenki kalau ta’sedikitji
didapat… nanti baru saya rehabilitasi ini pohon kakao yang saya punya baru ada
yang ikuti saya punya cara ini, karna kembali banyak buahnya kalau panenki.”(wawancara
pada tanggal 17 januari 2013)
Rehabilitasi yang dilakukan yaitu dengan cara memangkas
habis tanaman kakao yang Ia miliki sehingga yang tesisa hanya batang utama
bagian bawahnya. Kemudian batang bawah yang tesisa itu disayat lalu
disambungkan dengan entres yang telah disiapakan. Oleh bapak Abri cara disebut
dengan teknik tempelan, melalui teknik ini diharapan agar batang bawah hasil
pemangkasan tadi dapat menghasilkan buah kakao yang bermutu baik setelah
disambungkan/ditempel dengan entres baru. Enters baru yang telah disiapkan itu
berasal dari pohon yang memiliki buah produktif dan tahan hama, milik seorang
warga bernama Jaelani (50 tahun). Teknik tempelan yang dilakukan oleh Bapak
Abri Tersebut didapatkan melalui pengalamannya bertani (pengetahuan empiris).
Hal ini seperti yang diceritakansebagai berikut :
“saya memang dari
dulu senang berkebun, dulu waktu saya pangkas habis semua ini pohon, banyak
orang bilangika gila… dia kataika sinting, karna ini kebun warisannya saya
punya bapak, terus ini pohon kakao juga lama sekalimi. Pemikirannya orang masa
ini pohon mau ditebang na itu pohon bisa hasikan uang.”(wawancara pada
tanggal 17 januari 2013)
Beliau melakukan tempelan terhadap
tanaman kakaonya secara bertahap dari total luas kebun yang ia miliki ± 2 Ha.
Kebun yang ia miliki tersebut dikembangbiakkan berbagai tanaman seperti
cengkeh, pisang, langsat dan durian. Namun ketika tanaman kakao hasil tempelan
tadi mulai berbuah dengan hasil yang baik, tanaman kakao yang tadinya tidak
dilakukan tempelan kini dilakukan tempelan, kebun yang tadinya terdapat banyak
jenis tanaman kini didominasi tanaman kakao. Hasil dari tempelan itu terlihat
ketika berumur 9 bulan. Tanaman kakao mulai kembali produktif, dan jenis
tanaman kakao yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tanaman kakao sebelum
dilakukakan tempelan. Hal ini dikarenakan entres yang disambungkan tadi berasal
dari pohon induk yang produktif dan tahan hama sehingga menghasilkan buah yang
lebih besar dan banyak. Sebagian warga/petani yang tadinya tidak berminat untuk
membudidayakan tanaman kakao, mulai ikut melakukan apa yang dilakukan oleh Bapak Abri.
Klon
yang digunakan berasal dari tanaman kakao induk milik warga bernama Jaelani (50
Tahun). Kakao tersebut terbukti menghasilkan buah kakao dengan kualitas yang
baik. Karena dianggap bermutu baik, Pada pertengahan tahun 2012 lalu, kakao
tersebut mendapat juara II pada perlombaan uji kualitas tanaman kakao unggul.
Dan dari situ kemudian kakao tersebut diberi nama untuk dipatenkan. Nama kakao
tersebut adalah “Jakumba”. Jakumba sendiri merupakan singkatan dari “Jaelani
dari Bulukumba”.
Seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa Desa Mattirowalie merupakan desa yang memiliki tanah yang
sangat subur. Pada pertanian kakao juga banyak kendala yang ditemui oleh petani
salah satunya adalah musim yang saat ini berubah-ubah, hal ini sesuai dengan
pandangan Muljana (2001) terdapat beberapa kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman kakao. Diantaranya musim dan jenis tanah yang harus
diperhatikan untuk mengembangbiakkan tanaman kakao.
1.
Pengetahuan Tentang Musim
Untuk hasil
pertanian yang baik, petani menggantungkan sepenuhnya pada keadaan alam, semua
jenis pertanian akan selalu bergantung pada alam. Hal inilah yang dirasakan
oleh para petani di Desa Mattirowalie ketika menghadapi cuaca yang tidak
menentu. Cuaca yang tidak menentu akan mempengaruhi kualitas tanaman kakao.
Tohir (1991:88)
mengemukakan alam mempunyai arti yang sangat luas ia terdiri dari banyak unsur.
Unsur alam yang banyak hubungannya dengan pengelolaan usaha tani Indonesia ialah
iklim atau mangsa, dan tanah. Iklim bagi usaha tani keluarga meliputi unsur
hujan dan air, suhu panas dan sinar matahari, angin, kelembaban atau kelangesan
udara.
Di Desa
Mattirowalie dikenal dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan
dimulai pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, Dengan curah hujan diatas 2000mm/tahun sangat
cocok untuk pertanian kakao. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 24°C – 28°C
dan curah hujan diatas 2000mm/tahun merupakan daerah yang memiliki hujan banyak
dan lembab. Adanya banyak hujan lebat (keras) yang berlangsung lama menyebabkan
bunga tanah dan unsur-unsur bahan makanan tanaman yang berada di lapisan atas
dari tanah hanyut dan atau meresap ke lapisan-lapisan tanah yang lebih dalam
letaknya. Patani di Desa Mattirowalie mengetahui bahwa kondisi alam yang mereka
miliki sangat cocok untuk segala jenis pertanian. Maka tanaman kakao merupakan
tanaman yang sangat cocok untuk dibudidayakan di Desa tersebut.
2. Pengetahuan
Tentang Jenis Tanah
Tanah merupakan hal
yang sangat mutlak dalam pertanian. Pada budidaya tanaman kakao, jenis tanah
harus sangat diperhatikan agar proses pertumbuhan tanaman kakao bisa maksimal. Tanaman
Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan
kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi Desa mattirowalie memiliki
tanah yang subur dimana letak dari desa tersebut berada pada dataran yang yang
cukup tinggi sehingga membuat tanaman kakao dapat tumbuh subur. Selain itu suhu
untuk pertumbuhan tanaman kakao di desa tersebut juga sangat menunjang yaitu 180c-300c.
3. Pengetauan
Tentang Jenis Kakao
Tanaman
kakao (Theobroma cacao L) termasuk tanaman tropis. Dan mulai
dibudidayakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1970. Tanaman kakao yang
paling banyak ditanam ada 3 (tiga) jenis, yaitu jenis Criollo buahnya
berwarna merah, jenis Forastero buahnya berwarna hijau, dan jenis Trinitario
merupakan hibrida dari jenis Criollo dan jenis Forastero secara
alami, buahnya berwarna merah atau hijau. Kakao di Indonesia yang ditanam
sesudah tahun 1970 sebagian besar adalah jenis Trinitario varietas
lindak (Spillane, J, 1995 : 15).
Para petani di Desa Mattirowalie tidak begitu mengetahui
dari jenis/varietas kakao apa yang mereka budidayakan di Desa mereka, mereka
lebih mengenal istilah klon terhadap tanaman kakao mereka. Namun dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa kakao yang mereka budidayakan itu temasuk
kedalam jenis/varietas kakao Criollo, hal
ini dapat diketahui dari warna kakao Criollo
ini berwarna merah.
Terdapat perbedaan antara klon dengan varietas. Varietas
adalah kelompok tanaman dalam satu jenis (species) yang diperbanyak secara
generative (perkembang biakan tanaman secara alami) dengan sifat berbeda,
seragam dan stabil atau biasa disebut juga kultivar. Sedangkan klon
adalah kelompok tanaman dalam satu jenis (species) yang diperbanyak secara
vegetatif (perkembang biakan tanaman secara buatan) dengan sifat berbeda,
seragam dan stabil. Generative merupakan perkembang biakan tanaman secara alami
sedangkan vegetative merupakan perkembang biakan secara buatan, seperti cangkok,
stek kultur jaringan dan lain-lain. hal inilah yang dikatakan oleh salah
seorang petani bernama Bpk. Abri (45 tahun)
“kita
disini bukan varietas namanya, tapi klon. Klonnya juga ini diambil dari
pohonnya pak Jaelani namanya.” (wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
4. Pengetahuan
Tentang Klon
Di Desa Mattirowalie petani
mengembang biakkan kakao yang menurut petani di Desa tersebut berasal dari klon
unggul. Klon ini awalnya di kembang biakkan oleh seorang petani bernama Jaelani
(50 tahun). Klon tersebut dianggap klon yang tahan terhadap hama yang dapat
mengganggu pertumbuhan buah kakao. Pada saat panen, buah yang yang dihasilkan
besar, sehingga biji dalam buahnya juga banyak. Dalam satu buah kakao terdapat
lebih dari 45 biji kakao. peani di Desa Mattirowalie menilai semakin banyak
biji di dalam buah kakao erarti semakin bagus kualitasnya dan semakin tinggi
harga jualnya.
Awalnya klon tersebut di beri nama klon unggul lokal, namun setelah
mendapatkan juara ke-2 pada perlombaan klon kakao unggul tingkat nasional
pertengahan tahun 2012 lalu, klon kakao tersebut kemudian dipatenkan dan diberi
nama klon Jakumba yang merupakan
singkatan dari Jaelani dari Bulukumba
Kakao jakumba
saat ini telah di budidayakan oleh hampir seluruh petani di Desa Mattirowaliea,
alasannya karena kakao tersebut mampu bertaha dari serangan hama dan
mengasilkan buah yang baik. Adapun cirri-ciri dari kakao jakumba hampir sama
dengan bentuk fisik kakao dari klon unggul.
5. Pengetahuan
Tentang Bentuk Kakao Jakumba
Warna dari kakao
jakumba tersebut adalah merah kecoklatan dan akan berubah menjadi lebih terang
ketika siap untuk dipanen. Secara sekilas memang sulit untuk membedakan kakao
yang belum siap panen dengan kakao yang telah siap panen. Namun bagi petani di
Desa Mattirowalie cara untuk membedakannya adalah dengan melihat perubahan
warna pada kakao tersebut. Selain itu ketika buah kakao digoyang kan maka akan
terdengar bunyi biji kakao yang ada didalam buah kakao tesebut. Ini menandakan
bahwa biji kakao yang ada dilam telah siap untuk dipanen. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Jamuluddin (45 tahun)
“…….Tinggal
kita liat saja disini warnanya, kalau tambah terang warnanya itu berarti sudah
masak, tinggal kita peti baru kasi keluar bijinya……”(wawancara pada tanggal 17
januari 2013)
Saat ini petani kakao telah mampu
megembangkan usaha taninya untuk memperoleh kualitas kakao yang baik, petani kakao mengalami
perkembangan kemampuan berusaha tani secara komersial. Hal ini didasari dengan
kemampuan komunikasi petani untuk memperoleh informasi yang berkaitan usaha
taninya dan upaya-upaya bertani kakao yang ditekuninya
6. Pengetahuan
Tentang Kualitas Kakao Jakumba
Kakao jakumba yang dikembang biakkan
oleh petani Di Desa Mattirowalie memiliki kaulitas yang baik. Ini dikarenakan
jumlah biji kakao jakumba lebih dari 45 biji dalam setiap 1 buah kakao. petani
menilai bahwa kualitas kakao yang baik adalah kakao yang berukuran besar dan
mempunyai banyak biji ketika dipenen. Saat panen dalam satu pohon terdapat
kurang lebih 10 buah kakao, setiap kakao tedapat lebih dari 45 biji. Berarti
dalam setiap panen untuk satu pohon dapat menghasilkan kurang lebih 450 biji
kakao atau sekitar 3-5 kg.
C. Praktek/pola
Pertanian yang Diterapkan
Pertanian yang baik akan menghasilkan hasil yang
baik pula. Pola pertanian sangat menentukan hasil kedepannya. Petani di Desa
Mattirowalie sangat mengutamakan cara bertani kakao yang baik. Hal ini sesuai
dengan pandangan Tohir, (1991:52 ) pengelolaan usaha tani, dimana saja dan
kapan saja, pada hakekatnya dipengaruhi
oleh perilaku petani yang mengusahakan. Perilaku orang itu nyata tergantung
dari banyak faktor, di antaranya dari watak, suku dan kebangsaan, dari petani
itu sendiri, serta tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya.
Menurut Mubyarto (1989) juga menambahkan produksi
pertanian adalah hasil yang diperoleh akibat bekerjanya beberapa faktor
sekaligus yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal.
1. Faktor
Lahan
Salah satu modal utama dalam usaha
pengembangan pertanian adalah tersedianya lahan yang cukup memadai dan
jenis-jenis lahan yang cocok dengan karakteristik tanaman yang akan
dikembangkan, serta tersedianya sumber daya manusia yang handal.
Koens dan Boeke dalam Tohir
(1991:376) berpendapat, bahwa tanah dalam usahatani keluarga Indonesia belum
perlu dianggap sebagai modal; petani pada umumnya masih menganggap tanah
sebagai alat untuk memproduktifkan tenaga sendiri dan tenaga dari
anggota-anggota keluarganya. Atau dengan kata lain, tanah masih dianggap
sebagai pangkal kerja dan belum sebagai modal untuk mendatangkan rentabilitas. Lahan
yang dimiliki petani kakao di Desa mattirowalie diperoleh secara turun temurun
melalui warisan dari orang tua mereka, namun ada juga yang memperolehnya dengan
membeli lahan milik orang lain. Luas Lahan berpengaruh terhadap hasil produksi
dan pendapatan yang diterima petani. Semakin luas lahan yang digarap oleh
petani, maka hasil produksi yang diperoleh juga akan semakin besar. Selain
itu Tjodronegoro dan Wiradi (1984), juga
berpendapat fungsi sosial dari tanah tidak hanya sebagai tempat tinggal untuk
memenuhi kebutuhan papan dan sumber-sumber pendapatan sebagai sandaran hidup
petani, tetapi juga terdapat fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka
melakukan interaksi dan berkembang.
Pada
pertanian kakao yang harus diperhatikan adalah lahan untuk mengembang biakkan
tanaman kakao tersebut. Lahan yang dimiliki oleh petani di Desa Mattirowalie
ini telah ditanami tanaman cengkeh, rambutan, durian dll. sehingga penempatan
untuk tanaman kakao yang baru akan di tanam harus di perhatikan. Penanam
terhadap tanaman baru harus menjaga jarak dengan tanaman sebelumnya, jarak
tanaman minimal 3x3 m. ini bertujuan untuk pembagian terhadap nutrisi dalam
tanah, serta perkembangan akar di dalam tanah dapat mendapatkan nutrisi dengan
baik pula. Sedangkan pada tanaman kakao yang telah ada sebelumnya para petani melakukan
teknik tempelan/sambung samping. Tanaman selain kakao juga dibiarkan
tumbuh,tanaman tersebut selain dapat menghasilkan uang saat panen juga dapat
berfungsi sebagai tanaman penaung.
Luas lahan usahatani menentukan pula taraf hidup dan
kesejahteraan rumah tangga. Luas lahan adalah salah satu faktor produksi yang
penting dan apabila dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan produksi
usahatani yang dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan usahatani. Luas
Lahan yang dimiliki petani kakao di Desa Mattirowalie cukup bervariasi. Lahan
terluas yang dimiliki oleh petani di Desa Mattirowalie berkisar 3Ha sedangkan
yang paling kecil sekiar 1 Ha.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukan Cuma
kakao yang dikembang biakkan oleh petani
di Desa Mattirowalie, selain kakao juga terdapat tanaman seperti cengkeh,
durian, langsat, rambutan dan lain-lain. Tanaman ini juga menjadi penghasilan
bagi petani di desa tersebut.
Dalam hal pengelolaan lahan ini, para petani yang
memiliki lahan yang sangat luas, memilih untuk mempekerjakan orang untuk
dijadikan buruh tani. Buruh tani ini bekerja merawat tanaman kakao yang telah
ditanam oleh petani. Saat ini didaerah penelitian produksi kakao mulai
meningkat sehingga perawatan tanaman kakao harus lebih sering dilakukan. Saat
inilah peran dan fungsi buruh tani sangat membantu meringankan pekerjaan
petani.
2. Faktor
Tenaga Kerja
Setiap usaha
pertanian yang dilakukan sudah barang tentu memerlukan tenaga kerja. Tenaga
kerja sendiri adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja untuk diri
sendiri dan anggota keluarga yang tidak menerima upah bayaran (berupa uang),
serta mereka yang bekerja untuk mendapatkan upah dan gaji (Hernanto, 1996)
Tanaman kakao dalam menggunakan
tenaga tidak sama dengan tanaman cengkeh, tidak memerlukan tenaga yang banyak
dan keterampilan yang khusus karena pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan pada
suatu saat boleh dilanjutkan pada waktu yang lain tanpa mengurangi kualitas
kakao. Dalam hal penggunaan tenaga, wanita maupun anak-anak bisa mengambil
bagian baik pada proses pemeliharaan maupun pada proses produksi.
Sejalan dengan aktivitas petani
kakao, dibutuhkan saling ketergantungan antara individu-individu. Pada tingkat
antarpribadi, hal ini terlihat bahwa peran-peran individu saling melengkapi
satu sama lain, kurang lebih bersifat harmonis. Saling ketergantungan secara
harmonis ini merupakan hasil dari orientasi nilai yang dianut bersama oleh
pihak-pihak yang berinteraksi, dan dari kenyataan bahwa penyesuaian diri dengan
harapan-harapan petani dengan buruh tani untuk memenuhi kebutuhan masing-masing
pihak. Salah satu cara untuk mengarahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan
bercocok tanam secara tradisional terhadap petani di pedesaan adalah sistem
saling bantu membantu yang dikenal dengan gotong royong. Sekarang, cara ini
sudah tidak efektif lagi dan cenderung dirasakan merugikan para petani dilihat
dari pemanfaatan waktu kerja. Hal ini menyebabkan dalam proses bercocok tanam,
terjadi proses pergeseran dari cara pengarahan tenaga bantuan di luar rumah
tangga dengan saling bantu membantu ke cara pengarahan tenaga dengan menyewa
buruh.
Dari hasil penelitian ini, diketahui sebagian petani
melakukan perawatan terhadap tanaman kakao mereka dengan mempekerjakan warga
tempat mereka tinggal yang mana warga tersebut tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran). Bapak Jamaluddin mengatakan :
“hitung
saja itu, luas lahanya petani disini itu paling kecil 1,5 hektar. Tidak mungkin
kalau kita mau urus sendiri baru begitu luasnya. Belum kalau mau dipangkas,
belum kalau mau dipupuk. Jadi kita pekerjakan orang yang mau urusi kebun.” (wawancara dengan pada
tanggal 17 januari 2013)
Hubungan mereka tidak hanya sekedar
hubungan produksi. Di satu pihak petani/pemilik lahan berlaku sebagai patron
dan dilain pihak buruh penggarap sebagai klien. Hubungan yang sudah dirintis
semenjak lama ini. Menjadikan adanya hubungan emosional yang erat. Petani/Pemilik lahan percaya bahwa buruh tani mengembang tanggung jawab sebagai
pengelola lahan yang jujur dan memiliki itikad baik. Sementara buruh tani
memiliki kepercayaan adanya jaminan kehidupan yang akan diberikan oleh patron
kepada dirinya.
Melihat
berbagai strategi yang diterapakan oleh rumahtangga petani menunjukkan bahwa
modal social merupakan katub penyelamat bagi keberlangsungan kehidupan petani.
Arti pentingnya modal social tidak kemudian mengecilkan arti pentingnya aspek
lainnya seperti : modal alami, modal financial, modal sumberdaya manusia, modal
fisik, dan lainnya : akan tetapi persoalan modal-modal tersebut bisa diakses
petani melalui seberapa kuat modal
social yang mereka miliki.
Fenomena sosial
ini sesuai dengan pandangan Scott, J. (1981), yang menyebutkan bahwa masyarakat
pedesaan yang harmonis yang memberikan jaminan sosial bagi kelangsungan hidup
warganya, yang tampil sebagai benteng yang melindungi warganya dari ancaman
hidup di bawah garis subsistensi. Bahwa tata ekonomi pedesaan diikat oleh
sistem moral pedesaan, agar beban kerja dan rejeki terbagi secara merata
sehingga tidak ada satu warga desa pun yang sampai mengalami kelaparan. Scott
juga percaya bahwa perilaku ekonomi masyarakat pedesaan dilangsungkan berdasar
prinsip mendahulukan keselamatan. Di bawah tekanan kemiskinan dan ekosistem
yang sering banyak ulah, pedesaan terpaksa mengembangkan prinsip ekonomi
mendahulukan keselamatan hidup dari pada mengeluarkan energi untuk melakukan perbaikan nasib.
Di Desa
Mattirowalie sendiri masih ada warga yang tidak memiliki pekerjaan dikarenakan
putus sekolah, dan keterampilan yang mereka miliki juga sangat kurang. Dengan
menjadi buruh tani mereka bisa mendapatkan upah. Hal ini tentu membuat para
pengangguran di Desa Mattirowalie terbantu dengan memiliki pekerjaan tentu akan
menghasilkan uang. Seorang buruh tani bisa bekerja pada lebih dari satu lahan
milik petani. Dan lahan yang mereka kelola bukan hanya kakao, sebab mereka juga
terkadang merwat tanaman cengkeh, padi dll. Jumlah upah yang diterima buruh
tani tergantung kesepakatan antara petani/pemilik kebun dengan buruh tani.
Menurut pengakuan salah seorang buruh tani bernama Udin (25 tahun) mengatakan :
“tidak
ada dikerja dirumah, jadi saya bantu saja petani disini untuk urus kebunnya.
Tergantung yang mana mau dirawat kebunnya.” (wawancara pada tanggal 18 januari 2013)
Namun ada juga petani yang petani
yang memilih utnuk mempekerjakan anggota keluarga mereka tanpa diupah, petani
dengan mempekerjakan kelurga biasanya tergolong petani dengan modal kecil.
Sehingga petani dengan modal kecil tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
memberikan upah kepada keluarganya.
3. Faktor
Modal
Dalam suatu usaha tani tentu
membutuhkan modal. Pada pertanian kakao di Desa mattirowalie ini, petani kakao
merasa sangat terbantu oleh karena adanya bantuan yang di berikan pemerintah
melalui program Gernas. Bantuan yang di berikan berupa pupuk dan klon yang
berasal dari bibit unggul. Rentan waktu antara proses tempelan/sambunga samping
hingga panen kurang lebih 9 bulan, sehingga di butuhkan biaya perawatan.
Sebagian petani yang tidak memiliki modal yang banyak, lebih memilih untuk
meminjam uang (utang) pada kerabat, bank, ataupun petani yang memiliki modal
yang banyak. Kemudian pinjaman itu akan dikembalikan setelah panen. Saat ini
Utang piutang petani kakao di Desa Mattirowalie sudah sangat jarang terjadi,
hal ini disebabkan pemeliharaan kakao yang mudah dan tidak perlu menunggu masa
panen untuk memanen kakao. seperti yang diungkapkan oleh bapak Abri (45 tahun)
“…duluji
itu biasa ma’ pinjam uang, tapi sekarang jarangmi juga kan gampangmi ini kita
pelihara kakao. dipupuknya juga gamapang, kalau saya 2-3 kali satu tahun……” (wawancara pada tanggal 17
januari 2013)
Dalam
pertanian kakao ini tedapat kendala yang dialami oleh petani kakao di lokasi
penelitian. Walaupun ada banyak masalah potensial, namun kakao
merupakan komoditi yang ideal untuk dibudidayakan para petani rakyat karena
dapat dibudidayakan dengan produktivitas yang sama pada skala kecil ataupun
skala besar. Kakao
secara mudah dibudidayakan
dan dipungut hasil panennya serta tidak memerlukan banyak
modal untuk alat mesin berat dalam pengolahannya. Oleh karena itu, kakao mudah
dibudidayakan dengan sistem pertanian tradisional.
Para petani mengakui bahwa tanaman kakao lebih
menguntungkan jika dibandingkan tanaman yang lainnya karena pemeliharaannya
tidak terlalu sulit, tidak membutuhkan modal yang banyak, tidak memerlukan
lahan baru dan tidak memerlukan keterampilan khusus, tenaga laki-laki,
perempuan, orang tua maupun anak-anak bisa mengambil bagian dari pengelolaan
tanaman kakao,. Di samping itu buah kakao dapat dipanen setiap saat. Sangat
berbeda jika dibandingkan dengan tanaman sebelumnya yang hanya berbuah 1-2 kali
dalam setahun. Oleh karenanya saat ini petani di lokasi penelitian semakin
intens mengembangbiakkan kakao.
Dengan meningkatnya penghasilan
petani kakao, maka berdampak kepada taraf hidupnya. Pola hidup sudah berubah,
baik cara makan, cara berpakaian, pola interaksi, dan mobilitas sosial. Dari
segi rumah tangga, jika dahulu rata-rata rumah dengan atap nipa, sekarang sudah
berubah menjadi atap seng, bahkan sudah banyak yang memiliki rumah permanen
yang terbuat dari batu. Perabot rumah dengan beberapa stel kursi tamu dan
beberapa buah lemari sudah dimiliki. Bahkan hampir semua rumah sudah memiliki
televisi. Pemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, sudah
tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa. Untuk alat komunikasi, orangtua maupun
anak-anak rata-rata sudah memiliki handphone. Hal ini mengindikasikan
bahwa tanaman kakao lebih baik dibandingkan dari pada tanaman lainnya
Selain faktor tadi yaitu lahan,
tenaga kerja serta modal, faktor alat produksi/teknologi juga menjadi syarat
dalam memudahkan dalam usaha tani.
4. Faktor
Alat Produksi/teknologi
Alat teknologi yang digunakan dalam
pertanian kakao adalah pisau sayat yang tajam, cangkul, parang, karung,
keranjang. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah
-
Pisau
sayat ang tajam digunakan untuk melakukan teknologi samping. Pisau sayat harus
tajam dan bersih agar entris bisa disambng dengan baik dan terbebas dari kuman
yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kakao. selain itu pisau juga dapat
digunaka untuk membelah buah kakao yang telah dipanen untuk dipisahkan daging
dan kulitnya.
-
Cangkul
digunakan untuk membersihkan tanaman yang mengganggu disekitar pohon kakao
(parasit).
-
Parang
digunakan untuk memangkas ranting pohon kakao yang lebat. Pemangkasan
dimaksudkan agar tanaman kakao tersebut mendapatkan sinar matahari secara
merata.
-
Keranjang
ini berfungsi untuk menampung semua tanaman kakao yang telah dipanen dan
dilepas dari cangkangnya. Tanaman kakao yang telah dimasukkan ke dalam karun
siap untuk dibawa pulang untuk langsung dijemur atau terlebih dahulu
difermentasi.
Petani
di Desa Mattirowalie mulai intens mengembangbiakkan buah kakao ketika mereka
mulai mengetahui cara penanaman dan pemeliharaan buah kakao melalui usaha salah
seorang petani yang mencoba meningkatkan produktifitas tanaman kakao miliknya
dengan cara tempelan. Ketika cara ini berhasil, petani lain juga mengikuti cara tempelan tersebut
sehingga produktifitas tanaman kakao di Desa Mattiro walie ini semakin
meningkat.
Menurut penyuluh dari dinas
perkebunan dan kehutanan Kabupaten Bulukumba, teknik tempelan yang dilakukan
oleh petani di Desa Mattirowalie secara swadaya tersebut sama dengan melakukan
teknik sambung samping. Sambung samping merupakan program dari Gernas untuk
merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tidak produktif. Hal ini dikemukakan
oleh Sdri. Nini (24 tahun) :
“…..jadi cara yang digunakan
petani Desa Mattirowalie itu sama dengan cara yang kita sosialisasikan
digernas. Kalau di Mattirowalie dibilang btempelan tapi kalau di Gernas itu
dibilang Sambung Samping….”(wawancara
pada tanggal 15 januari 2013)
Selanjutnya
dalam pertanian kakao yang harus diperhatikan juga adalah perawatan atau
pemeliharan tanaman kakao yang ada. Pemeliharaan/perawatan kebun kakao
merupakan kegiatan yang terus dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao
yang tinggi dan terus berkelanjutan. Perawatan yang diprioritaskan di Desa
Mattirowalie, untuk tujuan seperti memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao,
meningkatkan produktivitas dan kesinambungan produksi dan menjaga kelestarian
tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit.
Petani di lokasi penelitian melakukan perawatan terhadap kakao yang dilakukan
peremajaan melalui dua fase, yaitu perawatan dalam fase tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan fase tanaman menghasilkan (TM) Perawatan dalam fase TBM
adalah pembersihan gulma secara manual pada piringan tanaman, pemupukan,
pemangkasan penaung tetap dan penaung sementara, pemangkasan bentuk tanaman
kakao, dan pengendaliah hama maupun penyakit.
Pengendalian
gulma pada fase TBM dilakukan pada piringan tanaman kakao atau pada jalur
tanaman, dilakukan dengan menggunakan sabit atau cangkul. Pada fase ini
pengendalian gulma secara kimiawi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kakao
karena sebagian herbisidanya dapat mengenai daun kakao TBM. Pemangkasan bentuk
dilakukan setelah tanaman membentuk jorket yang dimaksudkan untuk membentuk
kerangka percabangan yang kuat dan seimbang. Dari 4-5 cabang primer yang
terbentuk dipilih 3 buah cabang primer yang masing-masing tersebar merata
membentuk sudut 120 derajat, sedangkan cabang primer lainnya dipangkas.
Cabang-cabang sekunder sampai dengan 60 cm dari pusat percabangan dipangkas.
Umunya petani di Desa mattirowalie melakukan pemupukan pada fase TBM dilakukan
3-4 kali setahun sesuai dengan dosis anjuran dengan menggunakan pupuk
buatan (anorganik) baik pupuk tunggal maupun majemuk dan dengan pupuk organik
yang berfungsi memperbaiki kondisi tanaman dan memperpendek masa TBM.
Memasuki fase TM
(tanaman menghasilkan), kegiatan perawatan yang dilakukan oleh petani adalah
pemangkasan tanaman kakao dan pelindungnya, pemupukan, dan konservasi tanah,
pengendalian hama dan penyakit.
Pemangkasan pada
fase TM yang dilakukan petani kakao di Desa Mattirowalie meliputi pemangkasan,
pemeliharaan dan produksi, seperti membuang bagian tanaman yang tidak
dikehendaki, seperti tunas air, cabang sakit, patah, menggantung dan cabang
balik. Hal ini berguna untuk memacu tanaman agar menumbuhkan daun baru yang
potensial sebagai produsen asimilat, menekan resiko terjadinya serangan hama
dan penyakit, menjaga agar tinggi tajuk tanaman terus terkontrol pendek guna
mempermudah panen dan pengendalian hama/penyakit, meningkatkan produksi buah.
pemangkasan pemeliharaan dilakukan 3-4 kali per tahun. Sedangkan pemangkasan
produksi identik dengan pemangkasan berat yang dilakukan 2 x setahun (bulan
oktober/november dan april).
Pemupukan tanaman
kakao sendiri dibagi dua, yaitu melalui tanah dan daun. Pemberian pupuk organik
melalui tanah dilakukan dengan meletakkan pupuk pada parit (alur) yang dibuat
melingkar di sekeliling pohon dan kemudian ditutup kembali. Penutupan itu
sendiri dimaksudkan untuk mengurangi penguapan pupuk dan erosi. Cara ini
terbukti meningkatkan efisiensinya. Pemupukan melalui daun hanya dilakukan
sebagai pelengkap agar unsur hara yang diberikan dapat segera dipergunakan oleh
tanaman. Dilakukan apabila telah tampak gejala kekurangan atau hanya dilakukan
pada pemupukan. Pemberian pupuk anorganik dilakukan 2 kali setahun, yaitu awal
musim hujan (oktober-november) dan akhir musim hujan (maret-april), dan jika
memungkinkan pemupukan dapat dilakukan lebih dari dua kali setahun (3-4 kali
setahun). Makin sering dipupuk, makin tinggi produksinya meskipun jumlah pupuk
yang diberikan dalam setahun tetap sama.
Pupuk organik
dapat ditaburkan di sekeliling pohon atau diletakkan pada parit pada salah satu
pohon, dengan kedalaman parit 30 cm dan pupuk tersebut kemudian ditimbun dengan
tanah setebal 5 cm. Dosis aplikasi pupuk organik yang baik adalah 25
kg/ha/pohon/tahun. Untuk pengendalian, yang difokuskan pada organisme
pengganggu tanaman (OPT) meliputi hama, penyakit, dan gulma. Dalam budidaya
tanaman kakao, pencegahan meluasnya serangan OPT melalui penerapan teknik
budidaya yang baik (Good agricultural practices/GAP) sangat penting, dengan
demikian dapat dihindari eksploitasi hama dan penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya kerugian besar.
Pada pertumbuhan
tanaman kakao terdapat kendala yan harus diwaspadai yaitu hama dan penyakit
yang menyerang tanaman kakao tersebut. Hama utama kakao, yaitu
-
Penggerek buah kakao (PBK)= serangan hama penggerek
buah kakao termasuk golongan ngengat atau sejenis serangga. Serangga ini
melakukan perkembangbiakan dengan meletakkan telurnya pada buah kakao yang
memiliki alur paling banyak pada permukaannya dengan ukuran panjang yang lebih
dari 5 cm. Apabila telah menetas berbentuk larva, larva tersebut langsung
melakukan penetrasi kedalam buah, dan apabila telah mencapai biji, larva akan
menggerek dan makan permukaan dalam kulit buah, daging buah, dan terkadang juga
memakan bagian kulit biji kakao yang sedang berkembang. Akbiat dari serangan
larva ini akan membuat biji lengket satu sama lain, larva ini juga membuat
ukuran biji menjadi kecil karna tidak lagi berkembang dengan demikian akan
mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas biji. Pengendalan hama yang
dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie yaitu dengan melakukan pemangkasan.
Dengan pemangkasan yang baik maka cahaya matahari akan masuk ke bagian tanaman,
sirkulasi udara baik serta air hujan juga dapat masuk ke bagian tanaman
lainnya. Kondisi ini tidak disenangi oleh hama PBK. Dan akan berpindah pada
kebun yang tidak melakukan pemangkasan.
-
Helopeltis : hama helopeltis merupakan
sejenis serangga biasa disebut oleh petani kakao di Desa Mattirowalie dengan
nama ketti-ketti. Gejala tanaman
kakao bila terserang hama ini ditandai dengan noda hitam kecil yang muncul pada
permukaan kulit buah kakao. Noda tersebut merupakan tempat serangga helopeltis
menusukkan mulutnya ke dalam buah untuk menghisap air dari kulit buah. Hama
helopeltis tidak hanya menghisap dari satu tempat saja, melainkan di beberapa
tempat pada satu buah. Ini dikarenakan kulit buah kakao cukup keras, maka hama
ini tidak dapat memperoleh cukup makanan sehingga ia harus mencari di tempat
lain pada permukaan buah yang sama. Pada pengendaian hama yang dilakukan petani
di Desa Mattirowalie adalah dengan cara membiarkan musuh alami helopeltis
seperti semut hitam laba-laba berada dalam kebun kakao.
-
Hama Tikus : hama tikus merupakan hama
yang juga sangat mengancam perkembang biakan tanaman kakao. Tikus sudah
mencapai dewasa ketika berumur 1,5 bulan dan segera berkembang biak. Setelah 3
minggu tikus akan memisahkan diri dengan induknya dan mencari makan sendiri.
Gejala serangan yang disebabkan hama tikus yaitu tikus menyerang buah kakao
pada malam hari dan dan menimbulkan keratin pada buah yang berbentuk bulat.
Biasanya awal serangan dimulai dari pangkal buah. Akibat dari serangan hama
tikus ini akan membuat buah kakao menjadi kering dan tidak dapat dipanen.
Pengendalian yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie terhadap hama
tikus ini yaitu dengan cara memelihara predator burung hantu. Habitat burung
hantu ini masih sering dijumpai di Desa Mattirowalie. Selain burung hantu, para
petani juga menggunakan racun untuk membasmi hama tikus
-
Babi hutan : Hama babi hutan juga
sering menyerang tanaman kakao. Hama babi hutan ini menimbulkan kerusakan pada
kulit kakao yang tidak beraturan karena biji kakao dimakan oleh babi hutan.
Pengendaian hama yang sering dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie ini
yaitu dengan melakukan perburuan secara gotong royong dengan menggunakan
senjata, selain perburuan petani juga memberikan umpat beracun. Melalui upaya
pengendalian hama lambat laut populasi babi hutan akan menurun.
Selanjutnya penyakit utama yang
sering menyerang tanaman kakao di desa tersebut adalah :
-
Penyakit Busuk Buah
(Phytophtora Palmivora)
: pada penyakit busuk buah ini gejala yang ditimbulkan adalah buahkakao
berbercak coklat kehitaman,biasanya dimulai dari ujung hingga pangkal buah.
Penyakit ini disebarka melalui jamur yang terbawa atau terpercik air hujan.
Pada saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah. Penyakit dapat
berkembang dengan sangat cepat pada kebun yang memiliki curah hujan sangat
tinggi. Pengendalian penyakit ini biasa dilakukan petani dengan pengaturan
pohon pelindung dan pemangkasan tanaman kakao, sehingga kelembaban kebun turun
-
Penyakit Kanker Batang
(Phytophtora Palmivora)
: pada penyakit ini biasanya muncul gejala kulit batang yang kehitaman dan
sering terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti lapisan karat.
Jika kulit lapisan luar dibersihkan maka tampak lapisan dibawahnya membusuk dan
berwarna merah anggur. Biasanya penyebaran penyakit kanker batang sama dengan
penyebaran penyakit busuk buah. Penyakit kanker batang terjadi karenavirus yang
menginveksi buah menjalar melalui tangkai buah mencapai batang. Penyakit ini
sering timbul pada daerah yang curah hujannya tinggi atau pada kebun yang
sering tergenang air. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara membuka
kulit batang yang membusuk sampai batas kulit yangsehat. Luka bekas kupasan
kemudian dioleh caran khusus atau biasa disebut fungisida. Namun apabila
serangan pada kulit hampir melingkar, maka tanaman dipotong atau dibongkar.
-
Penyakit Jamur Upas
(Corticium Salmonicolor)
: penyakit ini biasanya ditandai sisi bagian bawah cabang dan ranting terifeksi
oleh jamur. Jamur akan berkembang terus dan membentukkerak yang berwarna merah
tua dan biasanya terdapat pada sisi yang lebih kering. Pada bagian ujung dari
cabang yang sakit, daun-daun layu agak mendadak dan banyak yang tetap melekat
pada cabang, meskipun sudah kering. Penyebaran jamur upas ini biasanya terbawa
oleh angin. Kelembaban yang tinggi sangat membantu perkembangbiakan penyakit
ini. Pengendalian penyakit ini adalah dengan memotong cabang ranting yang
terserang jamur pada bagian yang masih sehat, kemudian dibakar atau dipendam.
-
Penyakit Akar (Jac: Fomes
Lamaoensis, Jap : Fomes Lignosus): tiga jenis penyakt akar yaitu penyakit akar merah,
penyakit akar coklat dan penyakit akar putih. Gejala di atas tanah dari ketiga
jenis jamur tersebut adalah sama, mula-mula daun menguning, layu dan akhirnya
gugur kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Pengendalian terhadap tanaman
ini yaitu tanaman yang telah mati hars dibongkar berikut akar-akarnya sampai
tuntas. Untuk mencegah penyebaran ketanaman lain perlu dibuat parit isolasi
sedalam 80cm dengan lebar 30 cm pada tanaman satu baris di luar tanaman yang
mati.
-
Kelayuan Pentil : penyakit ini merupakan
penyakit fisiologis seperti halnya gugur buah pada tanaman buah-buahan.
Penyebab penyakit ini antara lainpersaingan nutrisi antara pentil dengan
pertunasan dan buah-buahan dewasa, serta luka mekanis karena tusukan hama
helopeltis (ketti-ketti). pengendalian penyakit ini dengan memberikanpemupukan
yang tepat, dan tidak melakukan pangksan berat serta pembukaan penaung drastis
yang dapat memacu pertunasan.
Pengendalian
hama dan penyakit tanaman kakao diutamakan dilakukan melalui sistem pengendalian
terpadu, dimana menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama atau penyakit
adalah sebagai pelengkap dan bukan merupakan komponen pengendalian yang paling
utama. Seperti yang dikatakan oleh
Riswan (45 tahun ).
“banyak hama yang serang
tanaman kakao, tapi yang paling sering kita dapati disini itu hama yang bikit
buah kakao itu busuk, jadi kalau kita panen itu buahnya trus pas kita buka,
banyak yang rusak karna busuk, kalau begitumi kita semprot saja pake itu
pestisida”(wawancara
pada tanggal 15 januari 2013)
Hasil kerja petani berubah dengan
nyata. Dulu, petani menggarap lahan pertanian dengan tanaman musim seperti
cengkeh,langsat, rambutan yang hasilnya 1-2 kali setahun, sehingga di antara
musim terjadi kevakuman petani. Setelah beralih ke kakao sebagai tanaman
tahunan maka petani bisa panen lebih sering, yaitu 1-2 minggu sekali. Hal ini
menjadikan petani kakao lebih aktif dalam usaha taninya sehingga mereka bisa
bekerja secara maksimal sepanjang tahun
D. Strategi/Upaya
Peningkatan Mutu Kakao
Dalam strategi/upaya peningkatan
mutu kakao di Desa Mattirowalie dapat dibagi menjadi dua strategi. Strategi
yang dimaksud adalah strategi yang dilakukan oleh petani secara swadaya dan
strategi yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bulukumba.
1. Strategi
yang dilakukan petani secara swadaya.
Pada strategi peningkatan mutu kakao
di Mattirowalie, petani di Desa tersebut melakukan berbagai cara untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas kakao mereka. Diantaranya teknik tempelan/
sambung samping, kemudian baru-baru ini sebagian petani mencoba
mengembangbiakkan tanaman kakao dengan cara sambung pucuk.
a. Teknik Tempelan/Sambung Samping
Petani di Desa Mattirowalie pada umumnya
melakukan upaya rehabilitasi kakao dengan teknik tempelan dalam program GERNAS
teknik tempelan tersebut disebut dengan teknik sambung samping. Untuk melakukan
sambung samping, para petani melakukan dengan cara seperti berikut :
- Persiapan Cabang
Cabang plagiotrop berasal dari pohon yang
kuat, perkembangannya normal, bebas dari hama dan penyakit, bentuk cabang lurus dan diameternya disesuaikan dengan
batang bawah.
- Persiapan Entres
Entres
diambil dari pohon entres kebun produksi, mempunyai produksi stabil, tahan hama dan penyakit utama
kakao. Klon anjuran untuk batang atas yaitu Sulawesi 1, Sulawesi 2, dan
Jakumba. Jakumba merupakan bibit lokal unggul yang telah dipatenkan oleh
pemerintah.
Entres berupa cabang plagiotrop berwarna hijau atau
hijau kekakaoan dan
semi hardwood, dengan
ukuran diameter 0,75
- 1,50 cm. Panjang cabang ± 40 cm, entres yang telah diambil langsung disambung pada hari yang sama.
Entres sebaiknya
segera digunakan, usahakan
jangan lebih dari 5
hari setelah pengambilan
dari pohon entres.
Sebelum entres disambungkan terlebih dahulu dipotong - potong
± 20 cm atau 5 mata tunas selanjutnya pangkal entres disayat
miring atau runcing ± 3 - 4 cm.
- Batang Bawah
Batang bawah
harus sehat, kulit
batang masih muda
ketika dibuka warnaa
kambium putih bersih.
Apabila batang bawah
kurang sehat, sebelum
penyambungan dilakukan pemupukan, pemangkasan, penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit
- Penyambungan
Penyambungan dilakukan
sebaiknya pada pagi hari dan awal
musim hujan, agar tanaman yang akan disambung masih dalam
keadaan segar dan mudah terkelupas. Tahapan pelaksanaan sambung
samping sebagai berikut : batang kakao dikerat pada ketinggian 40 - 60
cm dari permukaan tanah. Setelah itu batang disayat dengan pisau
bersih selebar 1 cm dengan panjang 2 - 4 cm. Sayatan dibuka dengan
hati-hati agar tidak merusak kambium. Kemudian entres dimasukkan ke
dalam lubang sayatan sampai ke bagian dasar sayatan. Teknik
sambung samping dilakukan pada kedua sisi batang bawah.
musim hujan, agar tanaman yang akan disambung masih dalam
keadaan segar dan mudah terkelupas. Tahapan pelaksanaan sambung
samping sebagai berikut : batang kakao dikerat pada ketinggian 40 - 60
cm dari permukaan tanah. Setelah itu batang disayat dengan pisau
bersih selebar 1 cm dengan panjang 2 - 4 cm. Sayatan dibuka dengan
hati-hati agar tidak merusak kambium. Kemudian entres dimasukkan ke
dalam lubang sayatan sampai ke bagian dasar sayatan. Teknik
sambung samping dilakukan pada kedua sisi batang bawah.
Kulit batang bawah ditutup
kembali sambil ditekan dengan ibu
jari dan diikat. Setelah itu sambungan dikerodong dengan plastik
penutup, selanjutannya dilakukan pengamatan tanpa membuka plastik
penutup selama 2 -3 minggu setelah penyambungan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan sambungan, bila kondisi entres masih segar berarti sambungan berhasil. Pembukaan plastik penutup dilakukan bila panjang tunas sudah mencapai 2 cm atau lebih kurang umur satu bulan sejak pelaksanan sambungan.
jari dan diikat. Setelah itu sambungan dikerodong dengan plastik
penutup, selanjutannya dilakukan pengamatan tanpa membuka plastik
penutup selama 2 -3 minggu setelah penyambungan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan sambungan, bila kondisi entres masih segar berarti sambungan berhasil. Pembukaan plastik penutup dilakukan bila panjang tunas sudah mencapai 2 cm atau lebih kurang umur satu bulan sejak pelaksanan sambungan.
Tunas
yang baru tumbuh dilindungi dari serangan OPT dengan
aplikasi pestisida yang didasarkan atas hasil pengamatan. Dalam
pemeliharaan ini tidak hanya pada batang yang disambung samping
tetapi meliputi berbagai aspek yaitu pendangiran, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan pengairan.
aplikasi pestisida yang didasarkan atas hasil pengamatan. Dalam
pemeliharaan ini tidak hanya pada batang yang disambung samping
tetapi meliputi berbagai aspek yaitu pendangiran, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan pengairan.
Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu sebulan sebelum
penyambungan dan sebulan setelah penyambungan. Jenis dan dosis pupuk sesuai dengan hasil analisa tanah dan
daun. Setelah 3 bulan
pelaksanaan sambung samping
sebaiknya tajuk batang
bawah dipangkas. Batang
bawah dapat dipotong total bila
batang atas telah tumbuh kuat dan berbuah. Penanaman pohon pelindung tetap yang
dianjurkan adalah tanaman gamal
dengan jarak tanam 6 m x 6m.
b.
Teknik
Sambung Pucuk
Selain sambung samping, petani di
Desa Mattirowalie juga mengembangkan teknik baru untuk menghasilkan kakao yang
baik dengan cara yang mereka sebut sambung pucuk. Pada teknik sambung pucuk ini
sebanarnya hampir sama dengan sambung samping yakni entries dari klon unggul
sama-sama disambungkan ke pohon kakao tersebut. Namun terdapat perbedaan pada
kedua teknik tersebut, jika pada teknik sambung samping telebih dahulu memotong
habis pohon kakao sehingga tersisat batang utamanya, pada teknik sambung pucuk
ini tidak dilakukan pemangkasan. Sebab penyambungannya dilakukan di ujung
tangkai yang dipastikan cocok untuk disambungkaan dengan entries. Entris yang
digunakan juga berasal dari klon unggul, bedanya entres ini adalah entres yang
masih berumur muda. Perkembangbiakan melalui teknik sambung pucuk ini akan
menghasilkan buah yang sama dengan induk dari klon yang disambungkan.
Saat ini teknik sambung pucuk baru
dilakukan di Desa Mattirowalie, sehingga masih banyak petani kakao di desa
tersebut belum melakukan teknik ini terhadap tanaman kakaonya. Hanya sebagian
kecil petani di Desa Mattirowalie yang melakukan teknik sambung pucuk ini.
2. Strategi
Peningkatan mutu Kakao oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bulukumba
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa petani di Desa mattirowalie telah melakukan upaya untuk
meningkatkan produktifitas tanaman kakao milik mereka secara swadaya yaitu
dengan merehabilitasi tanaman kakao mereka. Upaya rehabilitasi yang mulai dilakukan pada tahun 2006 yang
pertama kali dilakukan oleh salah seorang petani dan kemudian diikuti oleh
petani lainnya.
Pada tahun 2009, yaitu dua tahun
setelah dilakukannya teknik tempelan yang dilakukan oleh petani secara swadaya
di desa Mattirowalie tersebut, Dinas Perkebunan dan Kehutanan melakukan
sosialisasi Gernas Kakao yaitu upaya percepatan
peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan secara optimal
seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang
ada melalui kegiatan Gerakan Peningkatan Produksi
dan Mutu Kakao Nasional (Ditjenbun, 2009).
Program GERNAS KAKAO merupakan upaya dari
pemerintah untuk meningkatkan produksi kakao dengan cara rehabilitasi,
peremajaan dan intensifikasi. Berdasarkan Petunjuk Teknik Daerah GERNAS
Kakao 2009 - 2011
(Ditjenbun, 2009) kegiatan utama GERNAS
Kakao meliputi :
1.
Kegiatan
Peremajaan Tanaman
Kegiatan peremajaan ini merupakan upaya penggantian tanaman yang
tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau
bertahap dan menerapkan inovasi teknologi.
Persyaratan kebun yang akan
diremajakan yaitu tanaman sudah tua (umur > 25 tahun), jumlah tegakan/populasi tanaman
< 50 % dari jumlah standar (1.000 pohon/ha), produktivitas
tanaman rendah (< 500 kg/ha/tahun), terserang
OPT utama (PBK, Helopelthis, VSD dan busuk buah) dan lahan memenuhi persyaratan kesesuaian.
Benih kakao yang digunakan untuk peremajaan
merupakan benih kakao klon unggul yang tahan/toleran terhadap hama PBK dan
penyakit VSD, yang diperbanyak dengan
teknologi Somatic Embryogenesis (SE), bersertifikat, siap tanam dan memenuhi
criteria standar mutu benih kakao SE siap salur.
2.
Kegiatan
Rehabilitasi Tanaman
Sasaran kebun kakao yang
akan direhabilitasi adalah kebun hamparan dengan kondisi tanaman masih produktif (umur < 15 tahun) dan
secara teknik dapat dilakukan sambung
samping, jumlah tegakan / populasi tanaman antara 70 - 90 % dari jumlah
standar (1.000 pohon/ha), produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/tahun) tetapi masih bisa ditingkatkan, jumlah pohon
pelindung > 70% dari standar, terserang OPT utama, dan lahan memenuhi
persyaratan kesesuaian.
Teknologi yang digunakan adalah teknologi
sambung samping dengan menggunakan
entres yang berasal dari klon kakao unggul yang bebas dari infeksi penyakit (VSD dan Phytophthora
palmivora). Sambung samping merupakan salah satu cara untuk merehabilitasi
tanaman kakao
Petani di Desa Mattirowalie pada umumnya
melakukan upaya rehabilitasi kakao dengan teknik tempelan dalam program GERNAS
teknik tempelan tersebut disebut dengan teknik sambung samping.
Pada kegiatan sambung
samping ini, Dinas Perkebunan dan Kehutanan memberikan klon unggul untuk
dilakukan sambung samping kepada petani kakao. Namun hanya sebagian kecil petani
yang melakukan kegiatan sambung samping dengan bantuan klon unggul dari Gernas.
Hal ini dikarenakan sebagian besar petani kakao telah melakukan teknik
tempelan/sambung samping secara swadaya dengan menggunakan klon Jakumba (klon
lokal unggul). Sehingga petani Desa Mattirowalie hanya menjalankan kegiatan
intensifikasi dari Gernas.
3.
Kegiatan
Intensifikasi Tanaman
Kebun kakao
yang mendapat perlakuan
intensifikasi adalah kebun dengan kondisi tanaman masih muda (<
10 tahun) tetapi kurang terpelihara, jumlah tegakan/populasi tanaman
> 70 % dari jumlah standar, produktivitas tanaman rendah dan masih mungkin ditingkatkan, pohon pelindung > 20
% dari standar, terserang OPT utama
dan lahan memenuhi syarat.
Kegiatan intensifikasi
dari program gernas Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bulukmba ini memberikan bantuan pupuk kepada petani yang
telah lebih dulu melakukan teknik tempelan/sambung samping secara swadaya.
Hampir semua petani kakao di Desa mattirowalie mendapakan bantuan pupuk ini.
Dengan adanya bantuan pupuk ini para petani merasa sangat terbantu. Para petani
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk, sehingga uang yang mereka
miliki dapat digunakan untuk keperluan lain. Pupuk yang diberikan juga
merupakan pupuk yang sangat baik terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
E.
Pengolahan
Pasca Panen.
Selain
perawatan dan pemeliharaan tanaman kakao, pengolahan pasca panen terhadap
tanaman tersebut juga harus sangat diperhatikan. Terbentuknya cita rasa coklat
yang baik ditentukan dari bagaimana cara pengolahan saat panen buah kakao.
Buah kakao dapat dipanen apabila
terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan
sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan.Buah
matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit
bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanyaberbunyi. Keterlambatan waktu
panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam. Panen terhadap
buah kakao harus tepat waktu agar tercapaimutu/ kualtas kakao yang baik. Mutu
kakao yang baik telah ditentukan standarnya sesuai tabel dibawah ini.
Standar
Mutu Kakao
Tabel-2:Standar
Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)
(Sumber
: www.kadin-indonesia.or.id)
Keterangan:
*
Revisi September 1992
*
Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr.
•
AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85
•
A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100
•
B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110
•
C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
•
Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120.
Pengelolaan pasca
panen kakao dimulai pada kegiatan pemetikan buah, prossesing buah (pengupasan
buah,fermentasi, perendaman, pencucian, pengeringan, sortasi biji) dan
pemasaran. Dari kegiatan tersebut khususnya pada prossesing buah merupakan
kegiatan yang penting karena erat sekali kaitannya dengan mutu produksi
1.
Proses Pemetikan
Dalam pemetikan buah kakao ini
biasanya dilakukan 1-2 minggu sekali. Pemetikan terhadap tanaman kakao
dilakukan apabila kulit buah terjadi perubahan warna. Pada proses pemetikan
juga dilakukan dengan menggunting atau memangkas buah. Kemudian tangkai buah
disisakan 1-1,5 cm dari batang atau cabang. Buah yang telah dipanen kemudian
harus secepatnya dibelah. Pada saat pembelahan buah kakao ini dilakukan
pemisahan antara buah yang baik dan buah yang terserang hama dan penyakit.
Selanjutnya kulit buah dan sisa-sisa yang terkena serangan hama dan penyakit
dibenam/dikubur kedalam tanah.
2.
Proses Fermentasi
Untuk menghasilkan kakao dengan kualitas
yang baik, proses fermentasi juga harus dilakukan. Proses fermentasi ini
bertujuan untuk menghasilkan kakao dengan cita rasa yang baik.
Titik berat dalam
pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi. Dimana proses ini
terjadi pembentukan cita rasa coklat, pengurangan rasa pahit dan sepat dan
perbaikan penampakan fisik biji kakao. selama proses fermentasi biji kakao
terjadi pembentukan senyawa cita rasa biji kakao.
Fermentasi
merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme
pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang
melibatkan mikroorganisme indigen dan
aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan
kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa,
sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi (Muljana, 2001).
Buah kakao yang
telah dikeluarkan bijinya, kemudian bijinya ditempatkan pada sebuah wadah.
Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya keranjang yang dilapisi oleh daun(biasanya
daun pisang), dan container (kotak) kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau
di atas saluran untuk menampung pulp yang dihasilkan selama fermentasi. Pada umumnya,
dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase. Kontainer tidak diisi
secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun
pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari
pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi
kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
Menurut Muljana,
(2001) fermentasi biji kakao akan menghasilkan cita rasa, mencokelat-hitamkan
warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga,
meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang, dan mengeraskan kulit biji
menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki
senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.
Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan
fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam
sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara
anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam
asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam
asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi
terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease,
aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol
oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor
cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam
amino, peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi
Maillard (reaksi penkakaoan non-enzimatis) selama penyangraian.
3.
Pengeringan
Tujuan dari
pegeringan adalah menurunkan kandungan air biji. Pengeringan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan calon cita rasa coklat terutama berkaitan erat dengan
tingkat keasaman pada biji kakao. Untuk menghentikan proses fermentasi, biji
kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.
Pengeringan ini dapat memakan waktu 14 hari.
Pengeringan yang terlalu cepat akan menghasilkan biji
kakao yang asam. Penggunaan panas yang tinggi dalam pengeringan selain dapat
menyebabkan tingkat keasaman yang tinggi juga beresiko menyebabkan terjadinya
cacat cita rasa. Pengeringan yang baik dapat dilakukan dengan memanfaatkan
cahaya matahari. Dengan cara biji dihamparkan diatas tempat tertentu seperti
tikar atau lantai kemudian di jemur di bawah sinar matahari. Selain
memanfaatkan sinar matahari juga dengan enggunakan alat pengering, namun di
Desa Mattirowalie para petani belum memiliki alat pengering.
4.
Pengarungan
dan Penyimpanan
Metode penyimpanan biji kakao yang baik akan menjamin
kualitas biji kakao. Kakao yang telah dijemur kemudian dimasukkan kedalam
karung goni. Karung goni tidak boleh diletakkan di atas lantai semen karena
biji coklat yang telah kering dapat menyerap air dari lantai. Selain itu
penempatan biji kakao juga harus bebas air hujan dan hama perusak. Setelah
pengarungan atau penyimpanan, barulah kemudian biji kakao dijual kepada
pengepul/pengumpul.
5.
Distribusi
Tanaman Kakao
Walaupun proses
fermentasi dapat meningkatkan mutu dari kakao itu sendiri dan membuat harga
juga naik, namun hanya sebagian kecil yang melakukan fermenasi terhadap tanaman
kakao, sebaliknya masih banyak petani kakao di Desa mattirowalie yang memilih
untuk tidak melakukan fermentasi terhadap tanaman kakao milik mereka. Mereka
lebih memilih untuk langsung dijemur kemudian menyimpannya lalu kemudian dijual
kepada para pengepul. Hal ini dilakukan karena harga yang ditawarkan oleh para
pengepul antara kakao fermentasi dengan kakao yang tidak difermentasi adalah
sama.
Gambar. 2.
Rantai
Pemasaran Kakao
Pedagang
besar
|
Petani
Kakao
|
Pengepul
|
Ekspor
|
Perusahaan
|
Dari gambar diatas dapat kita ketahui rantai pemasaran
biji kakao hasil panen petani. Diketahui bahwa petani menjualnya kepada
pengepul/pengumpul, kemudian dari pengumpul tersebut menjualnya kepada pedagang
besar, pada pedagang besar ini terkumpul kakao yang diperoleh dari berbagai
pengepul. Setelah dari pedangang besar barulah kemudian di jual kepada
perusahaan untuk diolah menjadi bahan makanan. Selain dijual ke prusahaan,
sebagian juga ada yang diekspor ke luar negeri. Semakin jauhnya jarak pemasaran
dengan perusahaan membuat petani enggan melakukan fermentasi terhadap biji
kakao mereka. Hal inilah yang diungkapkan salah seorang petani Bapak Riswan (45
tahun) :
“itu
kalau kita fermentasi juga samaji harganya, fermentasi atau tidak difermentasi
tetap sama harganya, justru kalau kita fermentasi itu yang untung sebenarnya
itu pengepulnya”(wawancara
pada tanggal 20 januari 2013)
Mereka beranggapan jika kakao mereka
difermentasi maka keuntungan hanya diperoleh para pengepul ketika pengepul
menjualnya ke perusahaan yang mengolah kakao menjadi bahan makanan. Para petani
juga belum memiliki mitra dengan perusahaan besar untuk menjual kakao mereka,
sehingga lebih memilih untuk tidak memfermentasi kakao mereka. Hal inilah yang
dikemukakan oleh salah seorang petani bernama bapak Jamaluddi (45 tahun)
“di
sini kita juga belum punya mitra, jadi kita jual buah kakao di sini Cuma lewat
pengepul, seandainya ada kita punya
mitra mungkin mau jeki fermentasi krna pasti sesuai harganya”(wawancara pada tanggal 15
Januari 2013)
Petani kakao dapat menjual hasil produksi
kakao melalui para pembeli yang biasa disebut sebagai pengepul/pengumpul. Para
pengumpul ini datang ke desa hanya 1 minggu sekali yaitu pada hari sabtu.
Selain pengumpul mingguan, ada juga para pengumpul yang dapat membeli biji
kakao setiap hari, hanya saja harga beli yang ditawarkan sedikit murah. Petani
kakao biasanya menjual hasil produksi setiap 3 hari sekali setiap 1 minggu
sekali. Tidak ada tempat transaksi khusus, petani dapat menunggu para pengumpul
datang ke rumah mereka. Namun ada juga petani yang membawanya ke tempat
pengumpul untuk dijual.
Harga kakao dengan kualitas yang baik biasanya dijual
dengan harga Rp. 15.000-Rp 25.000/ Kg. Semakin baik kualitasnya semakin tinggi
harga jualnya. Sebaliknya kakao dengan kualitas rendah biasanya dijual berkisar
Rp.9.000/Kg, semakin rendah kualitasnya maka semakin rendah harga jualnya.
Keinginan yang besar dari petani untuk tetap menjaga
ke-eratan hubungan sosial sering memaksa dan menghilangkan rasionalitas petani
dalam berbisnis. Artinya, kebanyakan petani di pedesaan lebih cenderung untuk
menomor-satukan hubungan resiprositas sosial dibandingkan dengan keuntungan
bisnis semata, meskipun bisnis kakao tersebut merupakan penyokong kehidupan
ekonomi keluarga. Realitas seperti ini bukan sesuatu yang mustahil adanya,
karena sampai saat ini, di pedesaan masih banyak dijumpai pengepul/pengumpul,
disamping berperan sebagai pembeli produksi kakao, juga masih mempunyai
hubungan kekerabatan dengan petani petani kakao lain; baik itu sebagai
mertua/famili, atau pemberi dana bagi kehidupan rumah tangga, dsb. Jadi karena
hubungan patron-client tersebut sudah bercampur aduk dengan hubungan sosial
kekeluargaan, maka hubungan resiprositas dan keterikatan sosial tersebut, pada
akhirnya dapat menyulitkan posisi petani dalam adu tawar-menawar dalam proses
penentuan harga bagi produksi kakaonya. Karenanya kebanyakan mereka, suka atau
tidak, terpaksa atau rela, mereka pasrah dan menerima harga yang telah
ditentukan (sepihak) oleh para pengepul.
Hal lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat
pendapatan petani adalah rantai pemasaran kakao, sebab kenyataan menunjukkan
bahwa banyaknya lapisan pedagang yang terlibat, sehingga menjadikan rantai
tataniaga kakao di sini cukup panjang, dan kondisi demikian sudah merupakan
suatu fenomena lama. Petani tidak pernah bisa langsung dalam memasarkan
produksi kakaonya kepada pabrik atau pedagang eksportir karena tidak adanya
mitra. Panjangnya rantai tataniaga itu berakibat kepada rendahnya harga jual di
tingkat petani, karenanya petani hanya bisa menerima harga kakao apa adanya.
Ditingkat petani, sebagian petani
mencari informasi harga kepada petani lain yang telah melakukan penjualan atau
kepada pedagang pengumpul lainnya yang bukan menjadi langganannya. Tetapi
sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari pedagang langgananya
karena factor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi
petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan
keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli. Walupun demikian para petani lebih
senang membudidayakan tanaman kakao. para petani mengakui Pola hidup sudah
berubah, baik cara makan, cara berpakaian, pola interaksi, dan mobilitas
sosial. Dari segi rumah tangga, jika dahulu rata-rata rumah dengan atap nipa,
sekarang sudah berubah menjadi atap seng, bahkan sudah banyak yang memiliki
rumah permanen yang terbuat dari batu. Perabot rumah dengan beberapa stel kursi
tamu dan beberapa buah lemari sudah dimiliki. Bahkan hampir semua rumah sudah
memiliki televisi. Pemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda
empat, sudah tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa. Untuk alat komunikasi,
orangtua maupun anak-anak rata-rata sudah memiliki handphone.
Selain itu tanaman kakao sebagai tanaman
berkayu sebagai penggunaan modal ekologis yang paling efektif untuk
meningkatkan keseimbangan sistem-sistem pertanian dataran tinggi. Perubahan
ekologis ini memberikan kontribusi positif untuk mencegah terjadinya erosi dan
banjir. Tanaman berkayu salah satu penyebab pada pembabatan hutan, namun ketika
hutan musnah ternyata tanaman kakao sebagai tanaman berkayu dapat tampil
dijadikan alat peremajaan hutan dan menjadi hutan produksi.
VI. KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpilan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Dalam
sistem pengetahuannya, pertanian Desa Mattirowalie telah menjadi lebih maju
dengan teknologi baru yang dipakai oleh para petani yang didapatkan melalui
pembelajaran dari luar maupun teknologi sederhana yang ditemukan sendiri oleh
petani Desa Mattirowalie. Teknologi tersebut adalah teknologi dalam
meningkatkan produktifitas tanaman kakao yang telah berumur tua dengan
melakukan teknik tempelan. Teknik
tempelan merupakan cara/teknik dimana dilakukan pengeembang biakan tanaman
kakao secara buatan. Cara buatan yang dimaksud adalah dengam melakukan
persilangan antara pohon kakaoyang asli/pohon kakao yang sudah tua dan kurang
produktif disambungkan dengan entres yang berasal dari pohon yang memiliki buah
yang baik, pertumbuhan stabil, tahan hama. Sehingga hasil yang diperoleh juga
bagus.
2.
Pola
bertani yang dilaukan oleh petani desa mattirowalie pada umunya sama dengan
pola pertanian lainnya yaitu dengan melaukan perawatan terhadap tanaman kakao.
Pada pengolahan lahan perawatan tanaman kakao yang dilakukan dibagi dalam dua
fase, yaitu fase tanaman menghasilkan (TM) dan fase tanaman belum menghasilkan
(TBM). kemudian tenaga Kerja petani Desa Mattirowalie mempekerjakan warga yang
tidak memiliki pekerjaan, warga yang tidak memiliki pekerjaan dapat memperoleh
upah dari petani yang mempekerjakan mereka.
3.
Pengolahan
hasil panen tanaman kakao didesa mattirowalie sebenarnya mampu menghasilkan
biji kakao dengan cita rasa yang baik. Pengolahan setelah panen merupakan
factor penentu bagus tidaknya tanaman kakao tersebut. Hanya saja pengolahan
biji kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie pasca panen kurang
maksimal karena hanya sebagian kecil petani yang melakukan fermentasi terhadap
tanaman kakao mereka.
B. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan
dengan berdasarkan pada hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Usahatani kakao di desa Mattirowalie layak dan
menguntungkan untuk diusahakan. Oleh karena itu diharapkan petani Desa Mattirowalie terus mengusahakan
dan mengupayakan peningkatan produksi dengan lebih memperhatikan teknik-teknik
budidaya yang baik.
2. Peningkatan
produksi sebaiknya disertai perbaikan kualitas/mutu biji kering kakao dengan
memperhatikan proses fermentasi dan penjemuran yang optimal. Hal yang sangat menentukan tingkat harga di pasar
internasional adalah mutu biji kakao. Oleh karena itu perlu adanya perhatian
produsen kakao Indonesia terhadap kualitas biji kakao yang akan diekspor.
3. Perlunya mitra usaha tani
dalam menjual hasil usaha tani tanaman kakao. Dengan adanya mitra usaha tani
seperti perusahaan besar dapat menstabilkan harga jual kakao itu sendiri
sehingga petani dapat menjual langsung hasil tani kepada perusahaan besar.
0 komentar:
Posting Komentar