putubayong.blogspot.com

Sabtu, 30 Mei 2015

PEMBANGUNAN PERTANIAN

Karena ilmu adalah amal yang paling mulia



I.              PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Oleh karena itu pembangunan bangsa dititik beratkan pada sektor pertanian.
Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting karena menyangkut hajat hidup lebih dari setengah penduduk Indonesia yang menguntungkan perekonomian keluarga pada sektor ini. Sehingga wajar pemerintah memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh sektor-sektor lainnya.
            Sejalan dengan tujuan utama pembangunan nasional yaitu untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Maka dalam pembangunan pertanian kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian dan tingkat pendapatan yang meningkat bisa dijadikan salah satu indikator kesejahteraan petani.
            Salah satu sub-sektor di sektor pertanian adalah sub-sektor perkebunan. Sub-sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian nasional dan menjadi makin penting, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber devisa utama bagi Indonesia. Keunggulan komparatif dari sub-sektor perkebunan dibandingkan dengan sektor non-migas lainnya disebabkan antara lain oleh adanya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan dengan iklim yang menunjang serta adanya tenaga kerja yang cukup tersedia dan melimpah sehingga bisa secara kompetitif dimanfaatkan. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang dapat memperkuat daya saing harga produk- produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia.
            Komoditas bidang pertanian di pasaran internasional yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional adalah tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Kakao atau cokelat diberi nama Theobroma cacao yang dalam bahasa Yunani Theos berarti dewa sedangkan Broma berarti santapan. Jadi, Theobroma berarti santapan para dewa. Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan masih belum begitu jelas.
            Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangnan kerja, sumber pendapatan petani dan sumber devisa  bagi negara disamping mendorong berkembangnya agrobisnis kakao dan agroindustri. Oleh karenanya tidak mengherankan bahwa sejak awal tahun 1980-an, perkembangan kakao di Indonesia sangat pesat. Keadaan iklim dan kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan kakao akan mendorong pengembangan pembangunan perkebunan kakao Indonesia (PPKKI, 2004 : v).
            Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 844.630 ton, dibawah negara Pantai Gading dengan produksi 1,38 juta ton. Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000 dan volume impor sebesar 46.356 ton senilai 119,32 ribu US$ (Ditjenbun1, 2010).
            Selain berperan cukup penting bagi perekonomian nasional, kakao juga berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sebagai sumber pendapatan dan devisa negara, serta mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
            Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan memang terus meningkat tetapi tidak demikian dengan kualitas biji kakao tersebut. Mutu yang dihasilkan mengalami penurunan dan beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam, dan tidak konsisten. Akibatnya harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga biji kakao dari negara produsen lain.
         Menurut Zulhefi, ketua Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO), bahwa biji kakao Indonesia mulai ditinggalkan pembeli asing menyusul makin merosotnya kualitas produknya. Negara pengimpor biji kakao antara lain Singapura dan Malaysia telah mengalihkan pembelian kakao ke Pantai Gading dan Papua Nugini. Kualitas biji kakao Indonesia di mata internasional telah dianggap sangat rendah karena ketika diekspor tidak difermentasi terlebih dahulu. Akibatnya, aroma yang dihasilkan tidak baik dan kandungan lemaknya rendah. Selain itu, biji kakao Indonesia kandungan kotorannya di atas empat persen. Sesuai standar internasional, kandungan kotoran maksimal dua persen. Rendahnya kualitas biji kakao tersebut antara lain karena umur tanaman kakao di Indonesia sudah berusia lebih 17 tahun sehingga produktivitas menurun. Selain itu, hama penggerek buah kakao sejak tahun 1995 sampai saat ini belum dapat diberantas. Hal tersebut dikarenakan umur tanaman sangat mempengaruhi jumlah buah yang dapat dihasilkan tanaman. Pada umur 8-18 tahun, produksinya stabil. Tetapi memasuki umur ke 20 maka produksi yang dihasilkan akan mulai menurun.
Sulawesi Selatan termasuk salah satu sentra produksi kakao di Indonesia. Propinsi ini memberikan kontribusi dalam hal pengeksporan kakao. Hal ini didukung oleh luasnya areal perkebunan kakao yang kemudian berimbas pada tingkat produksi yang tinggi. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao (Ditjenbun, 2010).
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) adalah salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan di Sulawesi Selatan, karena memiliki areal yang cukup luas dan menyebar di seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, serta memberikan  kontribusi yang cukup besar bagi propinsi Sulawesi Selatan. Disamping itu, sampai saat ini kakao masih memiliki prospek pasar yang cukup baik dibanding komoditas perkebunan lainnya (Salahuddin, S, 2007).
Salah satu wilayah di Sulawesi selatan yang memiliki kondis alam dan keadaan geogrfasis yang mendukungdalam pembudidayaan komoditi kakao adalah Kabupaten Bulukumba tepatnya di Desa Mattirowalie.
Saat ini Desa Mattirowalie merupakan Desa yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani kakao. Komoditi kakao yang berasal dari Desa ini tergolong dalam kualitas yang baik. Meskipun tergolong kakao yang baik namun masih terdapat kendala yang dihadapi oleh petani kakao di Desa tersebut.
Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan komoditi kakao. Perbaikan teknik budidaya pada akhirnya akan membawa manfaat besar. Teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan bahan tanam unggul, metode pemangkasan untuk membentuk habitat yang baik, pengaturan  jarak tanam  maupun usaha perlindungan terhadap hama dan penyakit ditujukan kepada ditemukannya suatu periode penanaman dan pemeliharaan kakao yang efisien dengan sasaran produksi baik dari segi jumlah maupun mutu (Siregar dkk, 1997)
Walaupun ada banyak masalah potensial, namun kakao merupakan komoditi yang ideal untuk dibudidayakan para petani rakyat karena dapat dibudidayakan dengan produktivitas yang sama pada skala kecil   ataupun  skala   besar.  Kakao  secara   mudah  dibudidayakan  dan dipungut hasil panennya serta tidak memerlukan banyak modal untuk alat mesin berat dalam pengolahannya. Oleh karena itu, kakao mudah terpadu dengan sistem pertanian tradisional (Spillane, J, 1995 : 163).
            Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Kakao (Suatu Studi Antropologi Ekonomi Terhadap Pertanian Kakao  di Desa Mattirowalie, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba.)
B.   Rumusan Masalah
            Desa Mattirowali memiliki lahan yang produktif. Lahan yang produktif harusnya bisa dimanfaatkan dengan menanam atau mengembangbiakkan tanaman yang bermanfaat dan menguntungkan dari segi ekonomi. Oleh sebab itu, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.    Bagaimana sistem pengetahuan petani Desa Mattirowalie mengenai pertanian kakao?
2.    Bagaimana pola pertanian yang diterapkan selama ini dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya?
3.    Bagaimana strategi pengolahan hasil panen yang diterapkan dalam rangka menjaga kualitas biji kakaonya?
C.   Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan dari penelitian ini yakni:
a.    Memahami sistem pengetahuan petani Desa Mattirowalie mengenai pertanian kakao 
b.    Mendeskripsikan bagaimana praktek/pola pertanian kakao dalam rangka meningkatkan kuantitas san kualitas hasil produksinya.
c.    Mendeskripsikan strategi petani dalam proses pengolahan hasil panen dalam rangka menjaga kualitas biji kakaonya.
2.    Manfaat penelitian:
a.    Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi baru atau data ilmiah sebagai masukan kepada ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu antropolgi.
b.    Manfaat praktis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Pertanian dan perkebunan dan Dinas Pendidikan dan instansi terkait untuk  perbaikan maupun implementasi program-program kedepannya.   Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis dan sebagai salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh di bangku kuliah.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam mengambil langkah yang lebih efisien dalam hal  peningkatan mutu kakao
D.   Tinjauan Konseptual
a.    Sistem pengetahuan pertanian
            Sistem pengetahuan adalah salah satu dari tujuh unsur kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjoroningrat, 1990: 180).
            Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan, yang secara selektif digunakan oleh para pendukung atau pelakunya untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referen atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.(Suparlan, 1986:106).
            Menurut Sanjaya (2011) Kebudayaan pada dasarnya adalah keseluruhan pengetahuan yang dimiliki secara bersama oleh warga suatu masyarakat. Pengetahuan yang telah diakui sebagai kebenaran sehingga fungsional sebagai pedoman. Satuan-satuan pengetahuan itu terumuskan dalam wujud kata-kata, kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, pepatah-petitih, peribahasa, wacana-wacana, dalil-dalil, rumusan-rumusan, bahkan teori-teori. Keseluruhannya digunakan secara selektif dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan atau persoalan yang dihadapi. Penggunaan pengetahuan oleh orang per orang atau kelompok orang atau masyarakat, menggambarkan bahwa sejatinya pengetahuan dimaksud telah dipahami, diresapi, dan diyakini berkat adanya suatu proses pendidikan panjang (dari sejak kecil sampai dewasa) dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi.
            Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
            Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
            Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-tahapannya.
            Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
            Dalam bahasa Inggris, budaya disebut "culture" dan pertanian diartikan "agriculture". Walau tidak bisa dikatakan sama, namun kata "culture" yang memakna kata budaya dan pertanian, tentu saja bakal memiliki korelasi. Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.
            Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.
            Pengetahuan dalam bidang pertanian sangat dibutuhkan untuk menghasilkan hasil pertanian yang baik. Petani adalah aktor utama dalam kegiatan pertanian, baik tidaknya hasil pertanian tersebut tergantung bagaimana pengetahuan petani tersebut. Pengetahuan petani terhadap satu atau beberapa hal berbeda dengan orang lain. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, baik dari intern manusia itu sendiri, ataupun dari ekstern manusia itu sendiri. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
-       Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Dalam pertanian sendiri, pendidikan menjadi pondasi dalam usaha tani. Pendidikan dapat memberi pengetahuan teradapa petani mengenai pengelolaan usaha tani itu sendiri. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan usahatani. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seorang petani di suatu desa akan berpengaruh terhadap cara penerimaan terhadap inovasi baru yang dianjurkan guna meningkatkan produksi pertanian sekaligus meningkatkan taraf hidup petani atau masyarakat.
-       Media
 Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah. Media merupakan sarana untuk memperoleh infrmasi dengan mudah, pengetahuan dalam bidang pertanian juga bisa diperoleh petani melalui media.
-       Pengalaman
Pengalaman dialami oleh manusia karena manusia selalu berkarya, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Pengalaman yang dialami manusia dapat berbekas dalam ingatan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan manusia itu sendiri. Semakin banyak pengalaman yang dialami oleh seseorang, maka kemungkinan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Pengalaman juga merupakan pegetahuan yang paling berharga. Dalam pertanian sendiri, pengalaman petani dalam pengolahan usaha tani banyak membantu untuk mendapatkan pengetahuan dalam pertanian.
b.    Pola praktik bertani
Pertanian adalah suatu mata pencaharian dan suatu cara kehidupan, bukan suatu cara kehidupan, dapat di katakan bahwa petani petani mengerjakan pertanian untuk penenanaman modal kembali dan usaha, dengan sudut pandang tanah sebagai modal dan komoditi. seorang melihat petani sebagai seorang yang mengendalikan secara efektif sebidang tanah yang dia sendiri sudah lama terikat oleh ikatan-ikatan tradisi dan perasaan (Redfield, 1982)
            Dalam pola/ praktik pertanian diarahkan dalam bentuk kerja, pekerjaan dan mengerjakan yang secara bebas dapat diberi bentuk yang menyangkut suatu proses kegiatan. Pola pertanian dalam perspektif antropologi ekonomi sendiri dalam hal ini mengenai praktik pertanian kakao tidak lepas dari produksi, distribusi dan konsumsi. Ketiga pola tersebut merupakan suatu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.


c.    Strategi Pengolahan hasil panen
            Berbagai macam strategi dalam peningkatan mutu kakao telah dilakukan petani. Dalam bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi dari beberapa ahli dan pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku “Exploring Corporate Strategy”) misalnya mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder).
            Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai perspektif, strategi sebagai posisis, strategi sebagai perencanaan, strategi sebagai pola kegiatan, dan strategi sebagai “penipuan” (Ploy) yaitu muslihat rahasia.Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian.
            Dari berbagai pengertian dan definisi mengenai strategi, secara umum dapat didefinisikan bahwa strategi itu adalah rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan.
            Strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan yang berkepentingan. Dimana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktifitas. Sebagai posisi, dimana dicari  pilihan untuk bersaing. Sebagai perencenaan, dalam hal strategi menentukan performasi perusahaan. Sebagai pola kegiatan, dimana dalam strategi dibentuk suatu pola umpan balik dan penyesuaian.
            Dalam pengolahan usaha, istilah pengolahan atau manajemen berasl dari kata kelola, yang dapat diarahkan dalam bentuk kerja, pekerjaan, mengerjakan (mngelola) yang secara bebas dapat di beri bentuk yang menyangkut suatu proses kegiatan. Pola pengelolaan dalam perspektif antropologi ekonomi sendiri dalam hal ini mengenai pola pertanian rakyat tidak lepas dari yang namanya produksi, distribusi, dan konsumsi. Ketiga pola tersebut suatu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dikarenakan memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
E.   Kerangka Pemikiran
Potensi kakao memiliki prospek yang baik dalam pengembangannya yang mampu mengisi peluang pasar. Semakin melonjaknya harga komoditi pertanian yang berorientasi ekspor khususnya kakao, maka petani terdorong untuk meningkatkan produksi yang akhirnya mendapatkan pendapatan atau keuntungan yang lebih tinggi.
Keberhasilan sutau usaha tani tergantung bagaimana kemapuan, pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki petani itu sendiri. Pada tahap produksi, terdapat beberapa hal yang dapat dilihat sebagai faktor-faktor produksi, yaitu faktor alam, faktor modal, faktor tenagakerja, dan faktor teknologi serta proses kerja petani yaitu pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen.



II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.   Budaya Pertanian
            Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjoroningrat, 1990: 180).
            Dalam bahasa Inggris, budaya disebut "culture" dan pertanian diartikan "agriculture". Walau tidak bisa dikatakan sama, namun kata "culture" yang memakna kata budaya dan pertanian, tentu saja bakal memiliki korelasi. Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.
            Di era modern sekarang ini pertanian sebagai mata pencaharian, artinya hasil dari pertanian dapat ditukar dengan barang lain untuk memenuhi tidak hanya kebutuhaan pangan saja.  Dengan pola pemikiran yang lebih maju, maka manusia mulai berfikir untuk mencari alat penukar barang, artinya apa ? Sesuatu itu menjadi bernilai apabila kita memerlukannya. Kelajutan dari ini maka dikenalkanlah sebuah sistem sebagai penunjangnya yaitu “sistem barter” barang tertentu ditukar dengan barang yang mungkin nilainya bisa lebih besar atau sebaliknya lebih  kecil  karena  kecendrungan  dua  sisi  inilah  maka  manusia  akan kembali memikirkan sistem barter dirasa berat sebelah apabila nilainya tidak sesuai maka kembali berkembang sistem tukar-menukar dengan menggunakan standar uang.
            Dalam studi antropologi, sistem tukar menukar dilihat sebagai gejala kebudayaan yang keberadaannya berdimensi luas, tidak sekedar berdimensi ekonomi, tetapi juga agama, teknologi, ekologi, politik dan organisasi sosial (Dalton, 1961:12)
Sistem pertukaran mempunyai peranan yang penting dalam memenuhi kekebutuhan masyarakat terhadap barang dan jasa. Adapun pertukaran merupakan konsep yang berhubungan dengan sosok-sosok tentang pengubahan barang atau jasatertentu dari individu atau kelompok, dan pengubahan ini dilakukan dengan cara memindahkan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lain guna mendapatkan barang atau jasa yang di butuhkan (Cook, 1973:823).
            Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.

B.   Pengetahuan Pertanian
            Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan, yang secara selektif digunakan oleh para pendukung atau pelakunya untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referen atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.(Suparlan, 1986:106).
            Kebudayaan berarti suatu pola makna yang ditularkan secara historis, yang dijawentahkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep yang diwarisi, terungkap dalam bentuk simbolis yang menjadi sarana manusia untuk menyampaikan, mengabdikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang serta sikap-sikap mereka terhadap hidup.(Geertz dalam Dillistone, 2002:115).
            Menurut Sanjaya Adi (2011) Kebudayaan pada dasarnya adalah keseluruhan pengetahuan yang dimiliki secara bersama oleh warga suatu masyarakat. Pengetahuan yang telah diakui sebagai kebenaran sehingga fungsional sebagai pedoman. Satuan-satuan pengetahuan itu terumuskan dalam wujud kata-kata, kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, pepatah-petitih, peribahasa, wacana-wacana, dalil-dalil, rumusan-rumusan, bahkan teori-teori. Keseluruhannya digunakan secara selektif dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan atau persoalan yang dihadapi. Penggunaan pengetahuan oleh orang per orang atau kelompok orang atau masyarakat, menggambarkan bahwa sejatinya pengetahuan dimaksud telah dipahami, diresapi, dan diyakini berkat adanya suatu proses pendidikan panjang (dari sejak kecil sampai dewasa) dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi.
            Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
            Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
            Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-tahapannya.
            Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
            Pengetahuan dalam bidang pertanian sangat dibutuhkan untuk menghasilkan hasil pertanian yang baik. Petani adalah actor utama dalam kegiatan pertanian, baik tidaknya hasil pertanian tersebut tergantung bagaimana pengetahuan petani tersebut. Pengetahuan petani terhadap satu atau beberapa hal berbeda dengan orang lain. hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, baik dari intern manusia itu sendiri, ataupun dari ekstern manusia itu sendiri. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor
1.    Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Dalam pertanian sendiri, pendidikan menjadi pondasi dalam usaha tani. Pendidikan dapat memberi pengetahuan teradapa petani mengenai pengelolaan usaha tani itu sendiri. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan usahatani. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seorang petani di suatu desa akan berpengaruh terhadap cara penerimaan terhadap inovasi baru yang dianjurkan guna meningkatkan produksi pertanian sekaligus meningkatkan taraf hidup petani atau masyarakat.
2.    Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah. Media merupakan sarana untuk memperoleh informasi dengan mudah, pengetahuan dalam bidang pertanian juga bisa diperloleh petani melalui media.

3.    Pengalaman
Pengalaman dialami oleh manusia karena manusia selalu berkarya, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Pengalaman yang dialami manusia dapat berbekas dalam ingatan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan manusia itu sendiri. Semakin banyak pengalaman yang dialami oleh seseorang, maka kemungkinan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Pengalaman juga merupakan pegetahuan yang paling berharga. Dalam pertanan sendiri, pengalaman petani dalam pengolahan usaha tani banyak membantu untuk mendapatkan pengetahuan dalam pertanian
C.   Petani dan Usaha Tani
Pertanian adalah suatu mata pencaharian dan suatu cara kehidupan, bukan suatu cara kehidupan, dapat di katakan bahwa petani petani mengerjakan pertanian untuk penenanaman modal kembali dan usaha, dengan sudut pandang tanah sebagai modal dan komoditi. seorang melihat petani sebagai seorang yang mengendalikan secara efektif sebidang tanah yang dia sendiri sudah lama terikat oleh ikatan-ikatan tradisi dan perasaan (Redfield, 1982)
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan di atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1989).
Menurut corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri (Suratiyah, 2006).
Petani merupakan setiap orang yang melakukan usaha di bidang pertanian (terlibat langsung dalam proses pertumbuhan tanaman atau hewan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usahatani, petani berperan sebagai manager atau penggerak yang menggerakkan setiap elemen yang akan menghasilkan sesuatu produksi (Soeharjo, 1978).
1.    Produksi
            Proses produksi sebagai langkah awal dari perilkau ekonomi. Menurut Hartomo dkk ( 1993 ; 292 )  bahwa produksi adalah  kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa serta kegiatan menciptakan kegunaan. Kegunaan artinya dapat memenuhi kebutuhan manusia. Jadi pengertian secara luas produksi, bukan hanya kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, tetapi mencakup semua kegiatan yang menciptakan menambah kegunaan.
            Ada tiga faktor produksi pertanian yaitu alam, tenaga kerja, dan modal. Faktor produksi alam dan tenaga kerja sering disebut sebagai faktor produksi primer, faktor produksi modal dan pengolaan disebut faktor produksi sekunder. Ada literature menambahkan faktor produksi Teknologi sebagai faktor ke empat. Namun disini dinyatakan bahwa faktor teknologi itu bukan terpisah, dia hadir atau meresap masuk ke masing-masing faktor produksi di atas. Ada teknologi yang berkenaan dengan alam, ada teknologi tersendiri dalam tenaga kerja, dan dalam modal. Dengan demikian faktor-faktor produksi tetap tiga (Planck,1990).
            Selanjutnya dikatakan bahwa produksi dapat berhasil dengan baik atau tidak, tergantung pada factor produksi seperti
-       Faktor alam, meliputi semua sumber yang disediakan oleh alam dengan tanpa usaha dan kerja manusia
-       Faktor tenaga kerja, usaha manusia untuk menghasilkan dimungkinkan dengan adanya tenaga kerja. Jadi kerja manusia itu sangat menentukan dalam proses produksi.
-       Faktor modal, modal adalah barang yang dipergunakan menghasilkan lebih lanjut, misalnya mesin, gedung, bahan dan sebagainya. Fungsi modal yang paling penting ialah untuk memperbesar hasil produksi atau mempertinggi tingkat produktivitas. ( Hartomo dkk 1993 ; 295-297).
2.    Distribusi
            Benda yang diproduksi akan disalurkan kepada masyarakat yang disebut proses distribusi. Menurut Cook yang dikutif oleh Syafri Sairin dkk dalam buku pengantar antropologi ekonomi (2002 : 41 ) bahwa distribusi merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan aspek-aspek tentang pemberian imbalan yang diberikan kepada individun atau pihak-pihak yang telah mengorbankan factor-faktor produksi yang mereka miliki untuk proses produksi
D.   Pola bertani
            Pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia (Aji, Gutomo Bayu. 2005).         
            Pembangunan pertanian dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang esensial bagi manusia. Tanpa pangan orang tidak akan dapat hidup. Pangan diperlukan untuk menyusun tubuh, sebagai sumber energi dan zat tertentu untuk mengatur prosedur mekanisme. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut manusia mengelola sumber daya alam antara lain lahan, air, udara (iklim) dan fauna untuk dimanfaatakan sebagai modal dasar usaha produksi pertanian, baik pertanian musiman, maupun tahunan dengan tanaman tua. Pola manusia dalam mengelola sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan pangan ini dapat dikelompokkan dalam beberapa pola diantaranya :
1.    Perladangan berpindah
Pola pengelolaan pertanian yang lebih tinggi dari pemburu dan pengumpul adalah peladang berpindah. Peladang berpindah telah melakukan bercocok tanam dengan menanam tanam-tanaman tertentu. Umumnya, dalam pola ini para peladang telah menternakkan hewan tertentu. Karena itu mereka melakukan pembudidayaan tumbuhan dan hewan yang dianggap berguna untuk memenuhi kebutuhan pangannya pada sebidang lahan tertentu. Para peladang juga sudah memulai proses seleksi bibit tanaman dan hewan yang akan mereka budidayakan
2.    Pertanian Menetap
Pertanian menetap dianggap sebagai tingkat evolusi tertinggi dalam perkembangan masyarakat agraris. Pertanian menetap telah berkembang lama khususnya untuk pertanian sawah, sedangkan padi gogo lebih berkaitan dengan perladangan berpindah (http://borneojarjua2008.wordpress.com).
Adanya pola bertani perladangan berpindah maupun perladangan/pertanian menetap tentu tidak terlepas dari yang namanya pengolahan lahan/tanah. Pada tahap awal timbulnya pertanian, faktor lahan bersifat unscarcity, makin lama sifatnya menjadi scarcity. Tuhan hanya sekali menciptakan lahan/tanah, manusia bertambah banyak, lahan menjadi barang rebutan. Orang yang kuat merebut atau berkemampuan tinggi memiliki lahan luas, orang yang lemah memiliki lahan sempit. Inilah awal dari timbulnya ketimpangan pemilikan lahan (Chrysantini,2007).
Tanah/lahan menurut Fauzi 2008,  dalam arti sesungguhnya bukan termasuk modal, karena tanah bukan buatan manusia atau hasil produksi. Orang awam menganggap tanah sebagai modal utama atau satu-satunya modal bagi petani. Hal ini karena tanah mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi dari tanah adalah:
-       Dapat diperjual belikan
-       Dapat disewakan,
-       Dapat dijadikan jaminan kredit.
            Areal tanah di pinggiran kota atau di dekat proyek industri/pemukiman, saat ini sudah banyak diperjual belikan yang kemudian lahan pertanian beralih fungsi ke lahan nonpertanian. Harga tanah per m² di lokasi tersebut cukup tinggi dan menggiurkan, sehingga petani pemilik tanah menjualnya. Petani menganggap lebih beruntung tanah itu dijual daripada diusahakan sebagai lahan pertanian. Bila tanah sudah beralih fungsi, maka tingkat kesuburan tubuh tanah tidak berarti lagi. Tidak ada atau sangat langka tanah/lahan nonpertanian beralih fungsi ke tanah/lahan pertanian. Antar sesama petani juga sering terjadi transaksi jual beli tanah yang belum beralih fungsi. Menyusul ada pula penduduk kota membeli lahan pertanian, ini juga menambah ketimpangan pemilikan lahan. Ada petani yang dulunya memiliki lahan beberapa hektar, akhirnya dia berubah status menjadi petani penyewa atau buruh tani.
E.   Produktifitas Tanaman Kakao
Produktivitas pertanian suatu daerah adalah penting karena berbagai alasan. Selain menyediakan makanan lebih, meningkatkan produktivitas pertanian daerah mempengaruhi prospek pertumbuhan dan daya saing di pasar pertanian, distribusi pendapatan dan tabungan, dan migrasi tenaga kerja. Peningkatan produktivitas pertanian daerah menyiratkan lebih efisien distribusi sumber daya langka. Sebagai petani mengadopsi teknik baru dan perbedaan dalam produktivitas muncul, para petani lebih produktif manfaat dari peningkatan kesejahteraan mereka sementara petani yang tidak cukup produktif akan keluar pasar untuk mencari kesuksesan di tempat lain. Produktivitas pertanian diukur sebagai rasio dari pertanian output untuk pertanian masukan. (Sunanto,1992)
Produktivitas lahan adalah kemampuan atau daya dukung lahan tersebut untuk didapatkan nilai bobot hasil tertinggi per satuan luas dalam satuan waktu tertentu. Daya dukung lahan adalah kemampuan tanah, iklim, organisme, tanaman (genetik), waktu dan manusia sebagai pengelola atau tenaga kerja.
Dalam penentuan produktivitas lahan sangatlah dipengaruhi oleh manusia sebagai “manager”. Manusia sebagai manajer akan menentukan sistem pertanian yang akan dilaksanakan dari kegiatan usahataninya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka produktivitas usaha (lahan pertanian) adalah kemampuan manusia untuk mengelola semua sumberdaya yang ada agar didapatkan nilai tukar uang optimal dari satuan luas lahan pertanian yang diusahakannya dalam suatu sistem pertanian (Anonim, 2005).
Selanjutnya Siregar (1996) menambahkan Produksi merupakan kegiatan pengubahan input menjadi output. Dalam ekonomi, proses kegiatan tersebut biasanya dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Makin tinggi kuantitas output, maka akan semakin mempengaruhi produktivitas.
Jumlah tanaman merupakan kuantitas pohon yang ditanam dalam suatu areal lahan pertanian. Dalam Banyaknya pohon yang ditanam tersebut tentunya akan mempengaruhi produksi yang secara tidak langsung juga mempengaruhi produktivitas.
            Faktor yang cenderung mempengaruhi produktivitas yaitu umur tanaman. Pada umumnya tanaman perkebunan termasuk kakao produktivitas akan meningkat seiring pertambahan usia hingga batas umur maksimum dan makin tua umur tanaman maka produktivitas cenderung menurun.
            Kakao atau cokelat diberi nama Theobroma cacao yang dalam bahasa Yunani Theos berarti dewa sedangkan Broma berarti santapan. Jadi, Theobroma berarti santapan para dewa. Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan masih belum begitu jelas. Ada yang berpendapat pembudidayaannya bersamaan dengan pembudidayaan kopi tahun 1820, tetapi pendapat lain mengatakan lebih awal lagi yaitu tahun 1780 di Minahasa. Pembudidayaan kakao di Daerah Minahasa tersebut tidak berlangsung lama karena sejak tahun 1845 terjadi serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Akibatnya kebun tidak terpelihara dan menjadi rusak.
            Kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Besarnya minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman kakao terlihat nyata dengan banyaknya permintaan benih serta pelatihan budidaya kakao. Kakao atau Theobroma cacao L., merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cocok dengan kultur tanah dan iklim di Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan tumbuhan tropis.
1.    Varietas, Kategori dan Pemeliharaan Tanaman Kakao
a.    Varietas
-       Criolo (fine cocoa atau kakao mulia)
            Jenis varietas Criolo mendominasi pasar kakao hingga          pertengahan abad 18, akan tetapi saat ini hanya beberapa saja          pohon Criolo yang masih ada.
-       Forastero Verietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolahdan ditanami.
-       Trinitario / Hibrida
            Merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo.
b.    Kategori Kakao
Dalam komoditas perdagangan kakao dunia dibagi menjadi dua kategori besar biji kakao :
-       kakao mulia (“fine cocoa”)
Secara umum, Kakao mulia diproduksi dari varietas Criolo
-       kakao curah (“bulk or ordinary cocoa”)
Kakao curah berasal dari jenis Forastero
c.    Pemeliharaan Tanaman Kakao
            Muljana, (2001)Untuk menghasilkan tanaman kakao yang bermutu baik, diperlukan perawatan yang baik pula terhadap tanaman kakao tersebut, berikut ini adalah hal-hal yang perlu dilakukan dalam perawatan tanaman kakao:
-       Pemangkasan
            Pemangkasan pohon pelindung dilakukan agar dapat berfungsi untuk jangka waktu yang lama. Pemangkasan dilakukan terhadap cabang-cabang yang tumbuh rendah dan lemah. Pohon dipangkas sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk tanaman kakao. Pemangkasan ini merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan pemangkasan maka akan mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman dan memacu produksi.
            Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga dilakukan pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik. Pemangkasan ada beberapa macam yaitu :
-       Pangkas Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah muncul cabang primer (jorquet) atau sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3 cabang primer yang baik dan letaknya simetris.
-       Pangkas Pemeliharaan, bertujuan mengurangi pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air (wiwilan) pada batang pokok atau cabangnya.
-       Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan musim, sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada musim kemarau.
-       Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman yang rusak dan memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.
-       Penyiangan
            Tujuannya adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara serta mencegah hama dan penyakit. Penyiangan harus dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali dengan menggunakan cangkul, koret atau dicabut dengan tangan.
-       Pemupukan
            Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk umur 14–20 bulan) dari batang utama. Sedang untuk tanaman yang menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm dari
batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm.
-       Penyiraman
            Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan memiliki pohon pelindung tidak memerlukan banyak air. Air yang berlebihan akan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman yang tidak memiliki pohon pelindung.
-       Pemberantasan hama dan penyakit
            Sulistyowati,(2004) menegaskan bahwa hama PBK dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi hingga 80% lebih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan PBK dengan kriteria serangan ringan sudah mengakibatkan kerugian yang besar yaitu menurunkan berat biji basah, menurunkan rendemen, dan menurunkan mutu biji, antara lain biji berukuran kecil, kadar kulit ari meningkat, biji saling menempel, biji keriput dan berwarna hitam.
            Kemudian Djafaruddin (2000) menambahkan, Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam dua tahap. Pertama, bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Tahap yang kedua adalah usaha pemberantasan hama, dimana jenis dan kadar pestisida yang digunakan ditingkatkan. Contoh pestisida yang digunakan: Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Metador 25 EC) dan lain-lain.
2.    Jenis Hama & Penyakit
            Menurut Riyadi Bagian Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Pusat, (2003) terdapat berbagai macam hama yang dapat menggangu tanaman kakao, di antaranya:
a.    Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili : Geometridae )
            menyerang pada umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat daunnya saja. Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 – 10 cc / liter.
b.    Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae )
            Ada bulu-bulu gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda, terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman. Pengendalian dengan musuh alami predator Apanteles mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.
c.    Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge)
            Serangan dilakukan silih berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian. Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat kehidupan dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida lebih panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan PESTONA.
d.    Kutu – kutuan ( Pseudococcus lilacinus )
            Kutu berwarna putih. Simbiosis dengan semut hitam. Gejala serangan : infeksi pada pangkal buah di tempat yang terlindung, selanjutnya perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah terhambat dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian : tanaman terserang dipangkas lalu dibakar, dengan musuh alami predator; Scymus sp, Semut hitam, parasit Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter air atau PESTONA.
e.    Helopeltis antonii
            Menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke dalam buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas dan pucuk daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya merah, bagian menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan, kulit buah ada bercak-bercak hitam dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan sangat keras serta jelek bentuknya dan buah kecil kering lalu mati. Pengendalian dilakukan dengan PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang), hari pertama semprot stadia imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya dan pada hari ke-17 dilakukan terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga pengendalian benar-benar efektif, sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.
f.      Cacao Mot ( Ngengat Buah ), Acrocercops cranerella (Famili ; Lithocolletidae)
            Buah muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam buah tidak dapat mengembang dan lengket. Pengendalian : sanitasi lingkungan kebun, menyelubungi buah coklat dengan kantong plastik yang bagian bawahnya tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam dan jamur antagonis Beauveria bassiana ( BVR) dengan cara disemprotkan, semprot dengan PESTONA.
h.    Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora),
            Gejala serangan dari ujung buah atau pangkal buah nampak kecoklatan pada buah yang telah besar dan buah kecil akan langsung mati. Pengendalian : membuang buah terserang dan dibakar, pemangkasan teratur, semprot dengan Natural GLIO.
i.      Jamur Upas ( Upasia salmonicolor )
            Menyerang batang dan cabang. Pengendalian : kerok dan olesi batang atau cabang terserang dengan Natural GLIO+HORMONIK, pemangkasan teratur, serangan berlanjut dipotong lalu dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
3.    Syarat Pertumbuhan Kakao
Syarat tumbuh tanaman kakao dipengaruhi oleh beberapa komponen penting, yakni curah hujan, temperatur, dan keadaan fisik atau kimia tanah. Dengan memenuhi syarat penanaman, maka tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Siregar dkk, 1997).
            Menurut Spillane (1995), Habitat alam tanaman kakao berada di hutan beriklim tropis. Kakao merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan (Shade Loving Plant) dengan potensi hasil bervariasi 50-120 buah/pohon/tahun.  Varietas yang umum terdiri atas : Criolo, Forastero, dan Trinitario (hibrida) yang merupakan hasil persilangan Criolo dan Forastero. Forastero lebih sesuai di dataran rendah, sedangkan Criolo dapat ditanam sampai dengan dataran agak tinggi. Criolo terdiri atas kultivar South American Criolos dan Central American Criolos, sedangkan Forastero terdiri atas kultivar Lower Amazone Hybrid (LAH) dan Upper Amazone Hybrid (UAH).
            UAH mempunyai karakter produksi tinggi, cepat mengalami fase generatif/berbuah setelah umur 2 tahun, tahan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback), masa panen sepanjang tahun dan fermentasinya hanya 6 hari.
            Muljana, (2001) menambahkan sejumlah factor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, temperature, dan sinar matahari menjadi bagian dari factor iklim yang menentukan. Demikian juga factor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara.
            Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerah-daerah yang berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyabaran pertanian kakao secara umum derada pada daerah-daerah antara 70LU sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat laitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
a. Iklim
-    Curah hujan
            Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1100-3000 mm pertahun.
            Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm pertahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah. Di daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1200 mm pertahun masih dapat ditanami kakao tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
-       Temperatur
            Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan air, sinar matahari, dan kelembaban. Faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penanaman tanaman pelindungdan irigasi. Temperature berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. Temperature ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300320c (maksimum) dan 180200 (minimum). Temperature yang lebih dari 100 akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga sehingga laju pertumbuhan berkurang. Temepratur yang tinggi akan memacu pembungaan tetapi kemudian akan segera gugur.
-       Sinar Matahari
            Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relative pendek.
            Kakao termasuk tanaman yamng mampu berfotosintesis pada suhu daun maksium diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30% cahaya matahari penuh atau pada 15% cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.
-       Kelembaban > 80%
-  Kecepatan angin ideal 2-5 m/detik akan sangat membantu dalam penyerbukan
-       Pembersihan Lahan dan Pengolahan Tanah 
            Pembersihan dilakukan dengan membersihkan semak belukar dan kayu-kayu kecil sehingga memudahkan penebangan pohon. Semak belukar dan kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas/dibabat rata dengan permukaan tanah, kemudian baru kemudian dilanjutkan dengan tahap tebang/tumbang. Criteria kayu atau tunggul yang tinggal sangat menetukan tahap tebang/tumbang ini karena menyakngkut biaya, waktu dan keselamatan kerja. Alat yang diinginkan umunya adalah chain shaw. Untuk menebang kayu yang berdiameter kecil dapat digunakan kapak biasa.
            Setelah penebasan/babat dan tebang/tumbang, semak belukar, kayu-kayu kecil dan batang dikumpulkan untuk dibakar. Pembakaran dilakukan bila kayu dan daun telah luruh, kering dan rapuh, serta kulit kayu yang mengering. Pembakaran dilaksanakan sampai kayu dan daun menjadi abu. Areal yang telah bebas dari semak belukar, kayu-kayu kecil, dan pohon besar, apalagi bila bru dibakar, biasanya cepat sekali menumbuh ilalang. Seperti diketahui ilalang merupakan gulma utama dari area pertanian. Karena itu pengendaliannya harus dilakukan sesegera mungkin, sehingga sedapat mungkin areal bebas dari ilalang pada saat penanaman pohon pelindung. Pengendalian ilalang dapat dilakukan secara manual, kimiawi, maupun mekanis. Pembersihan areal seringjuga diakhiri dengan tahap pengolahan tanah. Pengolahan tanah umunya dilaksanakan dengan cara mekanis khusus pada areal yang dibuka untuk penanaman cukup luas.
-       Jarak Tanam Kakao 
            Jarak tanaman ideal bagi tanaman kakao adalah jarak yang sesuai denga perkembangan bagian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perakaran didalam tanah. Dengan demikian pilihan jarak tanam erat kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam, dan kesuburan areal. Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3x3m, 4x2m dan 3,5m adalah sama. Walaupun pertautan tajuk membutuhkan waktu lebih lamadibandingkan dengan jaraj tanam 3x3m. karena itu, pilihan jarak tanam optimum bergantung pada bahan tanam dan kejagurannya (besarnya pohon), jenis tanah, dan iklim areal yang dikehendaki.( PPKKI (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia). (2004)
4.    Upaya dalam Peningkatan Mutu
            Tanaman kakao dikembangbiakan dari bibit. Bibit akan berkecambah dan memproduksi tanaman yang baik jika diambil dari pot tidak lebih dari 15 hari.
-       Stek
            Pohon dipotong antara 2 atau 5 daun dan 1 atau 2 pucuk. Dedaun dipotong setengah dan potongan tadi ditanam di pot dengan ditutupi lembaran polythene hingga akar mulai tumbuh.
-       Penyilangan
            Pucuk dipotong dari pohon dan ditempel dibawah kulit kayu di pohon lain. Potongan tadi kemudian diikat dengan tali rapia dan plester lilin yang terbuat dari plastik bening untuk mencegah hilangnya kelembaban. Bila pucuk mulai tumbuh maka pohon tua yang terletak diatas harus dipotong
-       Cangkok
            Kulit kayu diambil potongannya kemudian ditutupi dengan serbuk kayu dan sehelai polythene. Area tadi akan memproduksi akarakar dan batang dapat dipotong untuk kemudian ditanam
5.    Panen
            Menurut Sunsanto (1992) Buah kakao dapat dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Keterlambatan waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam.
Muljana (2001), dalam buku Bercocok Tanam Coklat  proses pemanenan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    Ciri  dan  umur  panen
Buah  kakao/kakao  dipenen  apabila terdapat perubahan warna    kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang ± usia 5 bulan. Ciri-ciri buah siap panen adalah warna kuning pada alur  buah dan  punggung  alur  buah,  warna kuning  pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan   perubahan warna buah:
-       warna  buah  sebelum  masak  hijau,  setelah  masak  alur  buah  menjadi kuning,
-       warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah
masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di  dataran tinggi setelah penyerbukan). Pemetikan buah dilakukan pada   buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah  yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.
b.    Cara panen
Untuk memanen kakao digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya jangan sampai  melukai  batang   yang  ditumbuhi  buah.  Pemetikan   kakao hendaknya  dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat  di batang / cabang yang ditumbuhi buah.
c.    Periode  panen
Panen  dilakukan  7  -  14  hari  sekali. Selama  panen jangan melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh lagi di tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya.
d.    Prakiraan produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5 - 13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
6.    Pengolahan Hasil
            Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak. Pengeringan, biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %. Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.
            Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending. Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu.
            Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
            Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.
            Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dengan pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari.
            Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 C selama 10 – 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.

III.   METODE PENELITIAN

A.   Metode Penelitian
              Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam yste, yang melibatkan suatu pendekatan ystematicve dan wajar terhadap setiap pokok permasalahannya. Ini berarti penelitian kualitatif bekerja dalam seting yang alami, yang berupaya untuk memahami, ystem tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual yang menggambarkan momen rutin dan ystematic, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin and Lincoln, 2009).
Dengan menggunakan metode kualitatif maka tipe penelitian ini lebih menekankan pada tipe deskriptif. Alasan menggunkan metode kualitatif dengan tipe deskriftif karena, permasalahan belum jelas, holistic, kompleks, dinamis dan penuh makna. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi social secara mendalam untuk memperoleh data yang relevan dengan tema penelitian.


B.   Teknik Pemilihan Lokasi Penelitian
            Tempat yang menjadi fokus penelitian ini adalah Desa  Mattirowalie, Kec. Kindang, Kab. Bulukumba. Penulis memilih lokasi ini karena beberapa pertimbangan yaitu:
1.    Daerah ini merupakan daerah penghasil kakao, dan   pertanian kakao sangat dominan di desa ini. Di mana sebagian besar kebutuhan  masyarakatnya disandarkan  pada ystem pertanian ini.  
2.    Lokasi ini mudah dijangkau sehingga penulis dapat memperoleh informasi mengenai fokus yang dibahas dalam penelitian nantinya.
3.    Merupakan daerah kelahiran penulis jadi secara umum penulis sangat akrab dengan kondisi lingkungan sosial budayanya yang memungkinkan untuk studi mendalam dan perolehan data  atau informasi akurat.
C.   Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive). Penentuan informan bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti di lapangan. Informan pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi ystem atau objek yang diteliti, sehingga mampu membuka pintu kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data yaitu kepala dinas atau instansi, kepala desa atau kelurahan dan lain-lain. Setlah itu informan yang dipilih adalah mereka yang menguasai atau memahami  masalah penelitian, dan mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti, Informan dipilih berdasarkan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan. (Sugiyono, 2008 ; 292-293)
D.   Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, pengumpulan data dalam mengungkapkan permasalahan yang dianggap praktis yakni :
1.    Studi pustaka (library research), yaitu teknik penelitian yang menggunakan berbagai  macam kepustakaan dengan mengumpulkan data-data sekunder melalui literature yang telah ada guna membantu memahami secara umum.
2.    Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sbb ;
-       Pengamatan (Observasi)
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan yang bertujuan untuk menjaring perilaku individu yang terjadi dalam kenyataan sebenarnya. Observasi ini juga untuk mendiskripkan kehidupan ystem yang sebenarnya. Kegiatan yang dilakukan dalam observasi ini adalah mengamati kondisi dan keadaan informan yang menjadi objek penelitian ini dan mengamati kegiatan  yang dilakukan petani kakao  dalam hal ystem pengelolaanya.


-       Wawancara (Interview)
Wawancara dilakukan pada informan yang dipilih dan dianggap dapat memberikan informasi tentang yste masalah penelitian. Untuk melakukan wawancara terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara namun pada situasi tertentu, wawancara dapat dilakukan secara spontan, seperti dalam pembicaraan sehari-hari tetapi tetap terfokus pada masalah penelitian.
E.   Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Analisis yang digunkan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.  Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008 ; 246-253) dilakukan secara interaktif melalui proses data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Setelah data direduksi selanjutnya adalah mendisplaykan data atau penyajian data, penyajian data dilakukan dalm bentuk teks yang bersifat naratif. Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi, dimana kesimpulan ini disajikan dalam bentuk deskripsi atau gambaran.
F.    Sistematika Penulisan
Tulisan ini disusun secara sistematis ke dalam beberapa bab, dan setiap bab terdiri sub-sub bab, adapun sistematika penulisan disusun sebagai berikut :
Bab I     : Memuat pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka konseptual, tujuan dan kegunaan penelitian,
Bab II  : Ialah studi pustaka untuk seleksi kensep-konsep yang                                  relevan dan untuk menjawab pertanyaan penelitian
Bab III   : memuat metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab IV  : Memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian yang  mencakup lokasi penelitian, keadaan geografi, luas wilayah dan penggunaan lahan, iklim, keadaan penduduk, pendidikan, dan mata pencaharian hidup.
Bab V  :  Mencakup data khusus tentang pertanian kakao di Bulukumba, bagaimana ystem pengetahuan masyarakat tentang kakao, bagaiamana pola bertani tanaman kakao, dan bagai mana upaya peningkatan mutu kakao, di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
Bab VI : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan sara

IV.    Gambaran Umum Lokasi
A.   Letak Lokasi
            Desa Mattirowalie merupakan salah satu desa dari delapan (8) desa dan satu (1 ) kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba. Desa mattirowalie terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun Uluparang, Cilibbu, Tujuang, Tujuang Raya, Bonto Rita, Kampung Tanggah dan Sopa. Desa Mattirowalie adalah Desa yang sumber utama penghasilan penduduknya dari sector pertanian dan perkebunan
Adapun batas-batas wilayahnya
-          Sebelah Timur                            : Bukit Harapan
-          Sebelah Utara                            : Benteng Palioi
-          Sebelah Barat                            : Anrihua
-          Sebelah Selatan                        : Balibo
Gambar 1
Peta Desa Mattirowalie








Sumber : Kantor Desa Mattirowalie
B.   Keadaan Iklim dan Topografi
            Faktor iklim dan topografi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pengelolaan lahan pertanian pada suatu daerah. Ditinjau dari segi pengelolaan air, faktor topografi menjadi penting karena dapat menjadi kendala dalam pengaturan air.
            Desa Mattirowalie terletak pada ketinggian 15 km dari permukaan air laut, dengan keadaan topografi kecamatan Kindang bervariasi dari daerah latar, bergelombang, dan berbukit. Sedangkan Desa Mattirowalie sebagai lokasi penelitian keadaan topografi datar.
            Adapun jarak Desa Mattirowalie dengan ibukota kecamatan adalah 7 km dan jarak dari ibukota kabupaten adalah 20 km. Pada umumnya keadaan iklim dan curah hujan merupakan unsur-unsur yang juga mempengaruhi keberhasilan petani dalam berusahatani pada umumnya dan khususnya usahatani kakao. Keadaan iklim dan penyebaran curah hujan wilayah Kecamatan Kindang secara umum sangat dipengaruhi oleh letak geografis dan bentuk wilayahnya. Keadaan iklim di Desa Mattirowalie sebagaimana desa-desa di wilayah Indonesia lainnya beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan
C.   Sejarah Desa
            Desa Mattirowalie berasal dari bahasa Bugis yang berasal dari kata Mattiro artinya memandang atau melihat, dan kata Wali-wali artinya kedua sisi.berarti bisa memandang kesegala arah karena berada di tempat yang tinggi. Mengignat desa Mattirowalie sejak terbentuknya mempunyai wilayah yang luas maka penduduk yang terdiam diwilayah ibu kota Mattirowalie. Istilah Mattirowalie menggunakan kata Bugis mengingat pengaruh dari kerajaan Bonme yang dikenal dengan suku Bugis.
            Desa Mattirowalie merupakan salah satu desa dari delapan (8) desa dan satu (1 ) kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba. Desa mattirowalie terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun Uluparang, Cilibbu, Tujuang, Tujuang Raya, Bonto Rita, Kampung Tanggah dan Sopa. Desa Mattirowalie adalah Desa yang sumber utama penghasilan penduduknya dari sector pertanian dan perkebunan. Berikut gambaran tentang sejarah perkembangan Desa Mattirowalie.
Desa Mattirowalie pada awalnya terdiri dari tiga wilayah yaitu:
-          Toddo Palioi
-          Totoa Tujuang
-          Gallarang Borong
Sebelum terbentuk menjadi sebuah desa, mattirowalie pernah dipimpin oleh tiga yang kedudukannya sama dengan kepala desa yaitu :
1.    Totoa Tujuang
2.    Toddo Palioi
3.    Galla Borong
            Pada tahun 1976 terbentuklah Desa Mattirowalie yaitu meliputi tiga wilayah yakni Tujuang, Pallioi dan Borong yang berpusat di pertngahan wilayah yaitu Tujuang yang dipimpin Oleh kepala desa pertama yaitu Andi Patanrai. Desa Mattirowalie sejak terbentuknya telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan yaitu :
1.    Andi Patanrai (1976-1979)
2.    Andi Gandis (1979-1983)
3.    Salahudin (1983-1987)
4.    Andi Abdul Pattah (1987-1997)
5.    Andi Abdul kahar (1999-2008)
6.    Abri S.Pd (2008-sekarang)
            Demikianlah sejarah singkat tentang Desa Mattirowalie dari awal terbentuknya hingga sekarang.
D.   Luas dan Penggunaan Lahan
            Luas Desa Mattirowalie sekitar 13 Km2 . sebagai salah satu Desa di Kabupaten Bulukumba, Desa Mattirowalie punya potensi besar dalam pengelolaan lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan karena sebagian besar wilayahnya adalah lahan pertanian dan perkebunan.
            Desa Mattirowalie pada umumnya memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar dengan penggunaan lahan. Hampir separuh dari jenis tanah yang terdapat di Desa Mattirowalie terdiri dari bebatuan dan berlumpur, tetpi dapat dikatakan daerah ini sangat subur. Terbukti dari banyaknya tanaman yang tumbuh subur, begitu pula dengan tanaman pertaniannya terutama tanaman coklat. Oleh karena itu, sebagian besar lahan yang dimiliki digunakan untuk pertanian kakao.
Secara terperinci, penggunaan lahan di Desa Mattirowalie dapat dilihat pada table berikut ini.
Table 1 :  Luas Wilayah menurut Penggunaan lahan di Desa Mattirowalie, Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
No
Penggunaan
Luas lahan (Ha/m2)
1
Pemukiman
13 Ha/m2
2
Persawahan
438,02 Ha/m2
3
Perkebunan
483,05 Ha/m2
4
Kuburan
1,25 Ha/m2
5
Lapangan
12.056 Ha/m2
6
Taman
-
7
Perkantoran
13,08 Ha/m2
8
Prasarana umum lainnya
5 Ha/m2
Jumlah
13000 Ha/m2
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas memberikan keterangan bahwa masyarakat di Desa Mattirowalie sudah mulai menggunakan lahannya dengan baik dan menepatkannya sesuai dengan fungsinya. Dari data di atas diperoleh bahwa penggunaan lahan perkebunan merupakan yang sangat dominan yaitu 483,02 Ha/m2. Pada lahan perkebunan ini yang dimiliki warga ini, sebagaian dikembang biakkan tanaman seperti cengkeh, durian, kakao, rambutan.


E.   Kondisi Sosial
1.    Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
            Jenis Kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin ini merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan jug sangat menentukan dalamkualifikasi pembagian kerja. Penduduk Desa mattirowalie terdiri atas 1059 KK dengan total jumlah jiwa 3928 orang. Berikut jumlah perbandingan jumlah perempuan dengan laki-laki.
Table 2: Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1979
1949
3928
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
            Pada table diatas terlihat bahwa jumlah penduduk antara laki-laki dengan perempuan terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan yaitu sebanya30 jiwa. Dimana jumlah penduduk laki-laki sedikit lebih banyak 1979 jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk wanita yaitu sebanyak 1949
2.    Mata Pencaharian
            Mata pencaharian adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Desa Matiirowalie terletak sekitar 25 km dari kaki gunung Lompo Battang yang sebagian besar wilayahnya adalah tanah pertanian, umunya penduduk berprofesi sebagai petani, naik itu sector persawahan maupun sector perkebunan, karena sekitar 95% penduduknya adalah petani dan hanya sebagian kecil penduduk bekerja di sector lain, misalnya PNS, wiraswasta dan lain-lain.
Table 3 ; Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Mata Pencaharian
Persentase
Petani
95%
Nelayan
-
Peternak
1,2%
Wiraswasta
2%
PNS
0,3%
Karyawan
0,5%
Pengrajin
1%
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
            Dari table diatas diketahui hampir semua masyarakat di Desa Mattirowalie berproesi sebagai petani dengan persentase 95%, peternak 1,2%, wiraswasta 2%, PNS 0,3%, karyawan 0,3% dan pengrajin 1%. Petani yang ada di Desa Mattirowalie umumnya mengembang biakkan tanaman kakao.
3.    Pendidikan
            Umumnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para petani merupakan factor yang berpengaruh terhadap pengelolaan usaha taninya. Walaupun seseorang memiliki kemampuan fisik yang memadai tetapi tidak ditunjang dengan pengetahuan, maka usaha yang dikelola tidak akan mengalami peningkatan. Pendidikan dan pengalaman pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir petani. Pendidikan petani yang relative tinggi menyebabkan petani akan lebih dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Dengan adanya pendidikan yang relative lebih tinggi yang dimiliki etani akan memudahkan petugas penyuluhan untuk menyampaikan konsep yang akan dibawakan. Karena petani akan lebih mudah mengerti dan emahami apa yang disampaikan oleh penyuluh.
            Tingkat pendidikan pada suatu daerah pasti memiliki tingkat yang berbeda-beda. Berikut mengenai tingkat pendidikan yang ada di Desa Mattirowalie menurut data sekunder yang telah diperoleh.
Table 4 ; Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
No
Tingkatan Pendidikan
Pria
Wanita
1
Belum sekolah
47
99
2
Tidak lulus SD
737
650
3
Lulus SD
120
590
4
Tidak lulus SLTP
200
160
5
Lulus SLTP
200
118
6
Tidak lulus SLTA
173
184
7
Lulus SLTA
50
50
8
Lulus D1/sederajat
0
1
9
Lulus D2/sederajat
11
21
10
Lulus D3/ sederajat
0
16
11
Sedang/lulus S1
330
453

Jumlah
1864
1889
            Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
            Pada table diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Mattirowalie kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba masih rendah, warga yang tidak melanjutkan sekolah ataupun tidak sekolah lebih memilih mengolah lahan untuk pertanian, khusunya tanaman kakao. kakao tanaman kakao merupakan tanaman yang mudah untuk dikembangbiakkan sehingga warga yang sekolah maupun tidak sekolah, tua ataupun muda bisa mengembang biakkan tanaman kakao. Lahan yang dikelola baik itu lahan milik sendiri maupun lahan milik orang lain. Saat ini sudah ada masyrakat yang sedang atau telah lulus sarjana. Hal ini tentu akan memberikan harapan terhadap perkembangan atau peningkatan pendidikan di desa tersebut.
4.    Sarana dan Prasarana Desa
            Sarana pendidikan, keagamaan, dan transportasi mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan daerah di segala bidang. Selain itu, sarana pendidikan, keagamaan dan transportasi dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Untuk mengetahui secara rinci mengenai sarana pendidikan, keagamaan, dan transportasi di Desa Mattirowalie dapat dilihat pada table. Berikut gambaran sarana dan prasarana yang ada di Desa Mattirowalie
Table 5 :  Sarana Pendidikan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Sarana
Jumlah
TK
2 buah
SD
2 buah
SMP/sederajat
2 buah
SMA/sederajat
-
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
            Dari table diatas dapat diketahui bahwa sarana pendidikan yang terdapat di Desa Mattiro walie masih sangat minimhal ini terlihat dari jumlah sekolah yang masih sangat sedikit. SD dan SMP masing-masing berjumlah 2 buah, sedangkan untuk SMA sederajat tidak ada
Table 6 : Sarana Keagamaan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Sarana
Jumlah
Masjid
7 buah
Mushalah
2 buah
Gereja
-
Pura
-
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
            Dari table diatas dapat diketahui sarana keagamaan yang ada di Desa Mattirowalie cukup memadai dengan fasilitas masjid sebanyak 7 buah dan musolah sebanyak 2 buah, semua warga desa Mattirowalie memeluk agama islam. Hal ini menunjukkan bahwa warga sadar akan pentingnya agama untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta.
5.    Prasarana Transportasi
            Prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan khususnya kelancaran bertansportasi. Untuk itu lebih jelasnya mengenai sarana transportasi yang ada di Desa Mattirowalie dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 7 : Kwalitas Jalan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Jalan
Panjang
Aspal
7 km
Sirtu
6 km
Tanah
15 km
Setapak
12 km
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
            Dari table diatas dapat diketahui bahwa keberadaan sarana dan prasarana transportasi yang ada di Desa Mattirowalie masih berupa tanah dan jalan setapak. Hanya sebagian yang telah diaspal. Lokasi penelitian ini dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Arus transportasi ke desa ini tergolong cukup lancar meski kondisi jalan yang kurang begitu rata. Angkutan  umum hanya melewati jalan kabupaten sepanjang 4 km.
Sarana dan prasarana inilah yang sering dimanfaatkan oleh penduduk Desa Mattirowalie untuk memperlancar kegiatan mereka, utamanya dalam hal pengangkutan dan pengadaan faktor-faktor produksi usahatani kakao.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.   Sejarah Tanaman Kakao
Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan masih belum begitu jelas. Ada yang berpendapat pembudidayaannya bersamaan dengan pembudidayaan kopi tahun 1820, tetapi pendapat lain mengatakan lebih awal lagi yaitu tahun 1780 di Minahasa. Pembudidayaan kakao di Daerah Minahasa tersebut tidak berlangsung lama karena sejak tahun 1845 terjadi serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Akibatnya kebun tidak terpelihara dan menjadi rusak.

B.   Sistem Pengetahuan Petani Desa Mattirowalie
            Sistem pengetahuan bertani merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pertanian. Mampu tidaknya petani mendapatkan hasil pertanian yang baik tergantung bagamana pengetahuan petani tersebut untuk mengolah tanaman mereka.
            Dalam sistem pengetahuannya, pertanian Desa Mattirowalie telah menjadi lebih maju dengan teknologi baru yang dipakai oleh para petani yang didapatkan melalui pembelajaran dari luar maupun teknologi sederhana yang ditemukan sendiri oleh petani Desa Mattirowalie. Teknologi tersebut adalah teknologi dalam meningkatkan produktifitas tanaman kakao yang telah berumur tua dengan melakukan teknik tempelan.
            Desa Mattirowalie merupakan Desa yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, desa tersebut mempunyai tanah yang produktif terbukti dengan banyaknya jenis tanaman yang tumbuh subur dibudidayakan oleh petani di Desa tersebut. Lahan yang mereka miliki digunakan untuk perkebunan dan pertanian. Tanaman yang sering merekab tanam seperti cengkeh, durian, langsat, dll.
            Spillane, J, (1995) mengemukakan bahwa pada umumnya pertimbangan petani dalam memilih usahatani dipengaruhi oleh faktor intern, ekstern dan motif keuntungan. Faktor intern adalah faktor-faktor yang bersumber dari diri petani atau keluarganya, misalnya faktor kemampuan, keahlian atau keadaan keluarga untuk dapat melaksanakan suatu jenis usahatani. Faktor ekstern meliputi faktor intensitas penyuluhan, iklim, dan jenis tanah. Berbicara mengenai motif keuntungan tentunya tidak lepas dari pendapatan. Pada umumnya tujuan petani melakukan kegiatan usahatani ialah untuk memperoleh keuntungan, baik itu keuntungan secara subsisten ataupun keuntungan secara komersial.
            Awal tanaman kakao di Desa Mattirowalie tidak begitu jelas. Awalnya, tanaman kakao hanya cerita dan lama-kelamaan sudah ada masyarakat yang menanam secara kecil-kecilan hingga saat ini. Asal dan jenis bibit kakao yang dikembangkan tidak jelas karena ada yang berwarna hijau dan ada yang berwarna cokelat dan tumbuh secara bersama-sama dalam kebun dan kelihatan tidak ada perbedaan yang menonjol, baik batang maupun produksi.
            Sebelum tahun 2006, petani di desa tersebut belum terlalu tertarik untuk membudidayakan tanaman kakao. Mereka menganggap tanaman kakao hasilnya panennya sedikit dan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kakao masih sangat kurang pada saat itu. Adapun tanaman kakao yag ada saat itu merupakan tanaman kakao yang sudah berumur tua yaitu berumur diatas 15 tahun, sehingga produktifitas tanaman kakao tersebut mulai menurun. Panen terhadap tanaman kakao tersebut juga sangat jarang dilakukan, ketika terdapat buah yang mulai matang dan siap untuk panen, buah tersebut tidak dipetik namun dibiarkan membusuk diatas pohon.
Pohon kakao mencapai tingkat produksi yang matang sesudah enam atau tujuh tahun, dan mulai berbuah sesudah tiga tahun. Ada banyak varietas hibrida yang berbuah dan mencapai tingkat kematangan lebih cepat dibandingkan dengan vareitas tradisonal. Pohon terus menerus  berbuah  selama  beberapa  tahun,  kadang   mencapai  50 – 60 tahun, tetapi pada umumnya hasil mulai turun sesudah pohon berusia kira-kira 15 – 25 tahun atau lebih awal kalau pohon tidak dipelihara dengan baik atau mengalami penyakit yang serius (Spillane, J, 1995 : 192).
            Tanaman yang banyak dibudidayakan saat itu adalah cengkeh, langsat, durian. Tanaman tesebut merupakan tanaman yang dipanen secara musiman artinya dalam satu tahun hanya dapat dipanen satu atau dua kali. Ini membuat rentan waktu yang panjang antara masa panen sampai menunggu waktu panen berikutnya. Hal ini membuat kejenuhan terhadap para petani. Terlebih lagi petani petani merasa sejahtera atau merasa terpenuhi kebutuhannya ketika masa panen telah tiba, namun ketika masa panen telah usai membuat para petani kembali merasa tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
            Tanaman kakao mulai digemari oleh petani untuk dibudidayakan ketika melihat keberhasilan salah seorang petani yang berhasil meningkatkan produktifitas tanaman kakao miliknya. Salah seorang warga yang juga menjadi ketua salah satu kelompok tani di Desa Mattirowalie bernama Abri (45 tahun) melakukan rehabilitasi terhadap tanaman kakao miliknya. Pada tahun 2006, Beliau melakukan rehabilitasi terhadap tanaman kakao miliknya yang berumur sudah tua dan tidak produktif lagi. Menurutnya kakao yang sudah tidak produktif itu cepat atau lambat pasti akan ia tebang kemudian akan digantikan dengan tanaman baru. Dari situlah kemudian bapak Abri berinisiatif melakukan rehabilitasi terhadap tanaman kakaonya, jika rehabilitasi itu berhasil menghasilkan buah kakao yang baik, maka tanaman kakao itu akan tetap dibiarkan tumbuh, namun jika rehabilitasi itu gagal maka tanaman kakao itu akan ditebang untuk ditanami tanaman yang baru. Bpk. Abri mengatakan :
            “Tanaman kakao yang ada di Desa ini hampir semua itu sudah tua, jadi tidak banyakmi buahnya kalau panen. Baru warga disini malasmi panenki kalau ta’sedikitji didapat… nanti baru saya rehabilitasi ini pohon kakao yang saya punya baru ada yang ikuti saya punya cara ini, karna kembali banyak buahnya kalau panenki.”(wawancara pada tanggal 17 januari 2013)

            Rehabilitasi yang dilakukan yaitu dengan cara memangkas habis tanaman kakao yang Ia miliki sehingga yang tesisa hanya batang utama bagian bawahnya. Kemudian batang bawah yang tesisa itu disayat lalu disambungkan dengan entres yang telah disiapakan. Oleh bapak Abri cara disebut dengan teknik tempelan, melalui teknik ini diharapan agar batang bawah hasil pemangkasan tadi dapat menghasilkan buah kakao yang bermutu baik setelah disambungkan/ditempel dengan entres baru. Enters baru yang telah disiapkan itu berasal dari pohon yang memiliki buah produktif dan tahan hama, milik seorang warga bernama Jaelani (50 tahun). Teknik tempelan yang dilakukan oleh Bapak Abri Tersebut didapatkan melalui pengalamannya bertani (pengetahuan empiris). Hal ini seperti yang diceritakansebagai berikut :
            “saya memang dari dulu senang berkebun, dulu waktu saya pangkas habis semua ini pohon, banyak orang bilangika gila… dia kataika sinting, karna ini kebun warisannya saya punya bapak, terus ini pohon kakao juga lama sekalimi. Pemikirannya orang masa ini pohon mau ditebang na itu pohon bisa hasikan uang.”(wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
            Beliau melakukan tempelan terhadap tanaman kakaonya secara bertahap dari total luas kebun yang ia miliki ± 2 Ha. Kebun yang ia miliki tersebut dikembangbiakkan berbagai tanaman seperti cengkeh, pisang, langsat dan durian. Namun ketika tanaman kakao hasil tempelan tadi mulai berbuah dengan hasil yang baik, tanaman kakao yang tadinya tidak dilakukan tempelan kini dilakukan tempelan, kebun yang tadinya terdapat banyak jenis tanaman kini didominasi tanaman kakao. Hasil dari tempelan itu terlihat ketika berumur 9 bulan. Tanaman kakao mulai kembali produktif, dan jenis tanaman kakao yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tanaman kakao sebelum dilakukakan tempelan. Hal ini dikarenakan entres yang disambungkan tadi berasal dari pohon induk yang produktif dan tahan hama sehingga menghasilkan buah yang lebih besar dan banyak. Sebagian warga/petani yang tadinya tidak berminat untuk membudidayakan tanaman kakao, mulai ikut melakukan apa yang dilakukan oleh  Bapak Abri.
            Klon yang digunakan berasal dari tanaman kakao induk milik warga bernama Jaelani (50 Tahun). Kakao tersebut terbukti menghasilkan buah kakao dengan kualitas yang baik. Karena dianggap bermutu baik, Pada pertengahan tahun 2012 lalu, kakao tersebut mendapat juara II pada perlombaan uji kualitas tanaman kakao unggul. Dan dari situ kemudian kakao tersebut diberi nama untuk dipatenkan. Nama kakao tersebut adalah “Jakumba”. Jakumba sendiri merupakan singkatan dari “Jaelani dari Bulukumba”.
            Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Desa Mattirowalie merupakan desa yang memiliki tanah yang sangat subur. Pada pertanian kakao juga banyak kendala yang ditemui oleh petani salah satunya adalah musim yang saat ini berubah-ubah, hal ini sesuai dengan pandangan Muljana (2001) terdapat beberapa kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Diantaranya musim dan jenis tanah yang harus diperhatikan untuk mengembangbiakkan tanaman kakao.
1.    Pengetahuan Tentang Musim
Untuk hasil pertanian yang baik, petani menggantungkan sepenuhnya pada keadaan alam, semua jenis pertanian akan selalu bergantung pada alam. Hal inilah yang dirasakan oleh para petani di Desa Mattirowalie ketika menghadapi cuaca yang tidak menentu. Cuaca yang tidak menentu akan mempengaruhi kualitas tanaman kakao.
Tohir (1991:88) mengemukakan alam mempunyai arti yang sangat luas ia terdiri dari banyak unsur. Unsur alam yang banyak hubungannya dengan pengelolaan usaha tani Indonesia ialah iklim atau mangsa, dan tanah. Iklim bagi usaha tani keluarga meliputi unsur hujan dan air, suhu panas dan sinar matahari, angin, kelembaban atau kelangesan udara.
Di Desa Mattirowalie dikenal dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dimulai pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret,  Dengan curah hujan diatas 2000mm/tahun sangat cocok untuk pertanian kakao. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 24°C – 28°C dan curah hujan diatas 2000mm/tahun merupakan daerah yang memiliki hujan banyak dan lembab. Adanya banyak hujan lebat (keras) yang berlangsung lama menyebabkan bunga tanah dan unsur-unsur bahan makanan tanaman yang berada di lapisan atas dari tanah hanyut dan atau meresap ke lapisan-lapisan tanah yang lebih dalam letaknya. Patani di Desa Mattirowalie mengetahui bahwa kondisi alam yang mereka miliki sangat cocok untuk segala jenis pertanian. Maka tanaman kakao merupakan tanaman yang sangat cocok untuk dibudidayakan di Desa tersebut.
2.    Pengetahuan Tentang Jenis Tanah
Tanah merupakan hal yang sangat mutlak dalam pertanian. Pada budidaya tanaman kakao, jenis tanah harus sangat diperhatikan agar proses pertumbuhan tanaman kakao bisa maksimal. Tanaman Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi Desa mattirowalie memiliki tanah yang subur dimana letak dari desa tersebut berada pada dataran yang yang cukup tinggi sehingga membuat tanaman kakao dapat tumbuh subur. Selain itu suhu untuk pertumbuhan tanaman kakao di desa tersebut juga sangat menunjang yaitu 180c-300c.
3.    Pengetauan Tentang Jenis Kakao
            Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk tanaman tropis. Dan mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1970. Tanaman kakao yang paling banyak ditanam ada 3 (tiga) jenis, yaitu jenis Criollo buahnya berwarna merah, jenis Forastero buahnya berwarna hijau, dan jenis Trinitario merupakan hibrida dari jenis Criollo dan jenis Forastero secara alami, buahnya berwarna merah atau hijau. Kakao di Indonesia yang ditanam sesudah tahun 1970 sebagian besar adalah jenis Trinitario varietas lindak (Spillane, J, 1995 : 15).
            Para petani di Desa Mattirowalie tidak begitu mengetahui dari jenis/varietas kakao apa yang mereka budidayakan di Desa mereka, mereka lebih mengenal istilah klon  terhadap tanaman kakao mereka. Namun dari penelitian ini dapat diketahui bahwa kakao yang mereka budidayakan itu temasuk kedalam jenis/varietas kakao Criollo, hal ini dapat diketahui dari warna kakao Criollo ini berwarna merah.
            Terdapat perbedaan antara klon dengan varietas. Varietas adalah kelompok tanaman dalam satu jenis (species) yang diperbanyak secara generative (perkembang biakan tanaman secara alami) dengan sifat berbeda, seragam dan stabil atau biasa disebut juga kultivar. Sedangkan klon adalah kelompok tanaman dalam satu jenis (species) yang diperbanyak secara vegetatif (perkembang biakan tanaman secara buatan) dengan sifat berbeda, seragam dan stabil. Generative merupakan perkembang biakan tanaman secara alami sedangkan vegetative merupakan perkembang biakan secara buatan, seperti cangkok, stek kultur jaringan dan lain-lain. hal inilah yang dikatakan oleh salah seorang petani bernama Bpk. Abri (45 tahun)
“kita disini bukan varietas namanya, tapi klon. Klonnya juga ini diambil dari pohonnya pak Jaelani namanya.” (wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
4.    Pengetahuan Tentang Klon
            Di Desa Mattirowalie petani mengembang biakkan kakao yang menurut petani di Desa tersebut berasal dari klon unggul. Klon ini awalnya di kembang biakkan oleh seorang petani bernama Jaelani (50 tahun). Klon tersebut dianggap klon yang tahan terhadap hama yang dapat mengganggu pertumbuhan buah kakao. Pada saat panen, buah yang yang dihasilkan besar, sehingga biji dalam buahnya juga banyak. Dalam satu buah kakao terdapat lebih dari 45 biji kakao. peani di Desa Mattirowalie menilai semakin banyak biji di dalam buah kakao erarti semakin bagus kualitasnya dan semakin tinggi harga jualnya.
 Awalnya klon tersebut di beri nama klon unggul lokal, namun setelah mendapatkan juara ke-2 pada perlombaan klon kakao unggul tingkat nasional pertengahan tahun 2012 lalu, klon kakao tersebut kemudian dipatenkan dan diberi nama klon Jakumba yang merupakan singkatan dari Jaelani dari Bulukumba
Kakao jakumba saat ini telah di budidayakan oleh hampir seluruh petani di Desa Mattirowaliea, alasannya karena kakao tersebut mampu bertaha dari serangan hama dan mengasilkan buah yang baik. Adapun cirri-ciri dari kakao jakumba hampir sama dengan bentuk fisik kakao dari klon unggul.
5.    Pengetahuan Tentang Bentuk Kakao Jakumba
Warna dari kakao jakumba tersebut adalah merah kecoklatan dan akan berubah menjadi lebih terang ketika siap untuk dipanen. Secara sekilas memang sulit untuk membedakan kakao yang belum siap panen dengan kakao yang telah siap panen. Namun bagi petani di Desa Mattirowalie cara untuk membedakannya adalah dengan melihat perubahan warna pada kakao tersebut. Selain itu ketika buah kakao digoyang kan maka akan terdengar bunyi biji kakao yang ada didalam buah kakao tesebut. Ini menandakan bahwa biji kakao yang ada dilam telah siap untuk dipanen. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Jamuluddin (45 tahun)
“…….Tinggal kita liat saja disini warnanya, kalau tambah terang warnanya itu berarti sudah masak, tinggal kita peti baru kasi keluar bijinya……”(wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
            Saat ini petani kakao telah mampu megembangkan usaha taninya untuk memperoleh kualitas kakao yang baik, petani kakao mengalami perkembangan kemampuan berusaha tani secara komersial. Hal ini didasari dengan kemampuan komunikasi petani untuk memperoleh informasi yang berkaitan usaha taninya dan upaya-upaya bertani kakao yang ditekuninya
6.    Pengetahuan Tentang Kualitas Kakao Jakumba
            Kakao jakumba yang dikembang biakkan oleh petani Di Desa Mattirowalie memiliki kaulitas yang baik. Ini dikarenakan jumlah biji kakao jakumba lebih dari 45 biji dalam setiap 1 buah kakao. petani menilai bahwa kualitas kakao yang baik adalah kakao yang berukuran besar dan mempunyai banyak biji ketika dipenen. Saat panen dalam satu pohon terdapat kurang lebih 10 buah kakao, setiap kakao tedapat lebih dari 45 biji. Berarti dalam setiap panen untuk satu pohon dapat menghasilkan kurang lebih 450 biji kakao atau sekitar 3-5 kg.
C.   Praktek/pola Pertanian yang Diterapkan
Pertanian yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula. Pola pertanian sangat menentukan hasil kedepannya. Petani di Desa Mattirowalie sangat mengutamakan cara bertani kakao yang baik. Hal ini sesuai dengan pandangan Tohir, (1991:52 ) pengelolaan usaha tani, dimana saja dan kapan saja, pada hakekatnya  dipengaruhi oleh perilaku petani yang mengusahakan. Perilaku orang itu nyata tergantung dari banyak faktor, di antaranya dari watak, suku dan kebangsaan, dari petani itu sendiri, serta tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya.
            Menurut Mubyarto (1989) juga menambahkan produksi pertanian adalah hasil yang diperoleh akibat bekerjanya beberapa faktor sekaligus yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal.
1.    Faktor Lahan
            Salah satu modal utama dalam usaha pengembangan pertanian adalah tersedianya lahan yang cukup memadai dan jenis-jenis lahan yang cocok dengan karakteristik tanaman yang akan dikembangkan, serta tersedianya sumber daya manusia yang handal.
            Koens dan Boeke dalam Tohir (1991:376) berpendapat, bahwa tanah dalam usahatani keluarga Indonesia belum perlu dianggap sebagai modal; petani pada umumnya masih menganggap tanah sebagai alat untuk memproduktifkan tenaga sendiri dan tenaga dari anggota-anggota keluarganya. Atau dengan kata lain, tanah masih dianggap sebagai pangkal kerja dan belum sebagai modal untuk mendatangkan rentabilitas.                   Lahan yang dimiliki petani kakao di Desa mattirowalie diperoleh secara turun temurun melalui warisan dari orang tua mereka, namun ada juga yang memperolehnya dengan membeli lahan milik orang lain. Luas Lahan berpengaruh terhadap hasil produksi dan pendapatan yang diterima petani. Semakin luas lahan yang digarap oleh petani, maka hasil produksi yang diperoleh juga akan semakin besar. Selain itu  Tjodronegoro dan Wiradi (1984), juga berpendapat fungsi sosial dari tanah tidak hanya sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan dan sumber-sumber pendapatan sebagai sandaran hidup petani, tetapi juga terdapat fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang.
            Pada pertanian kakao yang harus diperhatikan adalah lahan untuk mengembang biakkan tanaman kakao tersebut. Lahan yang dimiliki oleh petani di Desa Mattirowalie ini telah ditanami tanaman cengkeh, rambutan, durian dll. sehingga penempatan untuk tanaman kakao yang baru akan di tanam harus di perhatikan. Penanam terhadap tanaman baru harus menjaga jarak dengan tanaman sebelumnya, jarak tanaman minimal 3x3 m. ini bertujuan untuk pembagian terhadap nutrisi dalam tanah, serta perkembangan akar di dalam tanah dapat mendapatkan nutrisi dengan baik pula. Sedangkan pada tanaman kakao yang telah ada sebelumnya para petani melakukan teknik tempelan/sambung samping. Tanaman selain kakao juga dibiarkan tumbuh,tanaman tersebut selain dapat menghasilkan uang saat panen juga dapat berfungsi sebagai tanaman penaung.
            Luas lahan usahatani menentukan pula taraf hidup dan kesejahteraan rumah tangga. Luas lahan adalah salah satu faktor produksi yang penting dan apabila dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan produksi usahatani yang dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan usahatani. Luas Lahan yang dimiliki petani kakao di Desa Mattirowalie cukup bervariasi. Lahan terluas yang dimiliki oleh petani di Desa Mattirowalie berkisar 3Ha sedangkan yang paling kecil sekiar 1 Ha.
            Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukan Cuma kakao  yang dikembang biakkan oleh petani di Desa Mattirowalie, selain kakao juga terdapat tanaman seperti cengkeh, durian, langsat, rambutan dan lain-lain. Tanaman ini juga menjadi penghasilan bagi petani di desa tersebut.
            Dalam hal pengelolaan lahan ini, para petani yang memiliki lahan yang sangat luas, memilih untuk mempekerjakan orang untuk dijadikan buruh tani. Buruh tani ini bekerja merawat tanaman kakao yang telah ditanam oleh petani. Saat ini didaerah penelitian produksi kakao mulai meningkat sehingga perawatan tanaman kakao harus lebih sering dilakukan. Saat inilah peran dan fungsi buruh tani sangat membantu meringankan pekerjaan petani.
2.    Faktor Tenaga Kerja
Setiap usaha pertanian yang dilakukan sudah barang tentu memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja sendiri adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja untuk diri sendiri dan anggota keluarga yang tidak menerima upah bayaran (berupa uang), serta mereka yang bekerja untuk mendapatkan upah dan gaji (Hernanto, 1996)
            Tanaman kakao dalam menggunakan tenaga tidak sama dengan tanaman cengkeh, tidak memerlukan tenaga yang banyak dan keterampilan yang khusus karena pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan pada suatu saat boleh dilanjutkan pada waktu yang lain tanpa mengurangi kualitas kakao. Dalam hal penggunaan tenaga, wanita maupun anak-anak bisa mengambil bagian baik pada proses pemeliharaan maupun pada proses produksi.
            Sejalan dengan aktivitas petani kakao, dibutuhkan saling ketergantungan antara individu-individu. Pada tingkat antarpribadi, hal ini terlihat bahwa peran-peran individu saling melengkapi satu sama lain, kurang lebih bersifat harmonis. Saling ketergantungan secara harmonis ini merupakan hasil dari orientasi nilai yang dianut bersama oleh pihak-pihak yang berinteraksi, dan dari kenyataan bahwa penyesuaian diri dengan harapan-harapan petani dengan buruh tani untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak. Salah satu cara untuk mengarahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan bercocok tanam secara tradisional terhadap petani di pedesaan adalah sistem saling bantu membantu yang dikenal dengan gotong royong. Sekarang, cara ini sudah tidak efektif lagi dan cenderung dirasakan merugikan para petani dilihat dari pemanfaatan waktu kerja. Hal ini menyebabkan dalam proses bercocok tanam, terjadi proses pergeseran dari cara pengarahan tenaga bantuan di luar rumah tangga dengan saling bantu membantu ke cara pengarahan tenaga dengan menyewa buruh.
            Dari hasil penelitian ini, diketahui sebagian petani melakukan perawatan terhadap tanaman kakao mereka dengan mempekerjakan warga tempat mereka tinggal yang mana warga tersebut tidak memiliki pekerjaan (pengangguran). Bapak Jamaluddin mengatakan :
            “hitung saja itu, luas lahanya petani disini itu paling kecil 1,5 hektar. Tidak mungkin kalau kita mau urus sendiri baru begitu luasnya. Belum kalau mau dipangkas, belum kalau mau dipupuk. Jadi kita pekerjakan orang yang mau urusi kebun.” (wawancara dengan pada tanggal 17 januari 2013)
            Hubungan mereka tidak hanya sekedar hubungan produksi. Di satu pihak petani/pemilik lahan berlaku sebagai patron dan dilain pihak buruh penggarap sebagai klien. Hubungan yang sudah dirintis semenjak lama ini. Menjadikan adanya hubungan emosional yang erat.  Petani/Pemilik lahan percaya bahwa buruh tani mengembang tanggung jawab sebagai pengelola lahan yang jujur dan memiliki itikad baik. Sementara buruh tani memiliki kepercayaan adanya jaminan kehidupan yang akan diberikan oleh patron kepada dirinya.
            Melihat berbagai strategi yang diterapakan oleh rumahtangga petani menunjukkan bahwa modal social merupakan katub penyelamat bagi keberlangsungan kehidupan petani. Arti pentingnya modal social tidak kemudian mengecilkan arti pentingnya aspek lainnya seperti : modal alami, modal financial, modal sumberdaya manusia, modal fisik, dan lainnya : akan tetapi persoalan modal-modal tersebut bisa diakses petani melalui seberapa kuat modal  social yang mereka miliki.
Fenomena sosial ini sesuai dengan pandangan Scott, J. (1981), yang menyebutkan bahwa masyarakat pedesaan yang harmonis yang memberikan jaminan sosial bagi kelangsungan hidup warganya, yang tampil sebagai benteng yang melindungi warganya dari ancaman hidup di bawah garis subsistensi. Bahwa tata ekonomi pedesaan diikat oleh sistem moral pedesaan, agar beban kerja dan rejeki terbagi secara merata sehingga tidak ada satu warga desa pun yang sampai mengalami kelaparan. Scott juga percaya bahwa perilaku ekonomi masyarakat pedesaan dilangsungkan berdasar prinsip mendahulukan keselamatan. Di bawah tekanan kemiskinan dan ekosistem yang sering banyak ulah, pedesaan terpaksa mengembangkan prinsip ekonomi mendahulukan keselamatan hidup dari pada mengeluarkan energi untuk melakukan perbaikan nasib.
Di Desa Mattirowalie sendiri masih ada warga yang tidak memiliki pekerjaan dikarenakan putus sekolah, dan keterampilan yang mereka miliki juga sangat kurang. Dengan menjadi buruh tani mereka bisa mendapatkan upah. Hal ini tentu membuat para pengangguran di Desa Mattirowalie terbantu dengan memiliki pekerjaan tentu akan menghasilkan uang. Seorang buruh tani bisa bekerja pada lebih dari satu lahan milik petani. Dan lahan yang mereka kelola bukan hanya kakao, sebab mereka juga terkadang merwat tanaman cengkeh, padi dll. Jumlah upah yang diterima buruh tani tergantung kesepakatan antara petani/pemilik kebun dengan buruh tani. Menurut pengakuan salah seorang buruh tani bernama Udin (25 tahun) mengatakan :
“tidak ada dikerja dirumah, jadi saya bantu saja petani disini untuk urus kebunnya. Tergantung yang mana mau dirawat kebunnya.” (wawancara pada tanggal 18 januari 2013)
            Namun ada juga petani yang petani yang memilih utnuk mempekerjakan anggota keluarga mereka tanpa diupah, petani dengan mempekerjakan kelurga biasanya tergolong petani dengan modal kecil. Sehingga petani dengan modal kecil tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memberikan upah kepada keluarganya.
3.    Faktor Modal
            Dalam suatu usaha tani tentu membutuhkan modal. Pada pertanian kakao di Desa mattirowalie ini, petani kakao merasa sangat terbantu oleh karena adanya bantuan yang di berikan pemerintah melalui program Gernas. Bantuan yang di berikan berupa pupuk dan klon yang berasal dari bibit unggul. Rentan waktu antara proses tempelan/sambunga samping hingga panen kurang lebih 9 bulan, sehingga di butuhkan biaya perawatan. Sebagian petani yang tidak memiliki modal yang banyak, lebih memilih untuk meminjam uang (utang) pada kerabat, bank, ataupun petani yang memiliki modal yang banyak. Kemudian pinjaman itu akan dikembalikan setelah panen. Saat ini Utang piutang petani kakao di Desa Mattirowalie sudah sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan pemeliharaan kakao yang mudah dan tidak perlu menunggu masa panen untuk memanen kakao. seperti yang diungkapkan oleh bapak Abri (45 tahun)
“…duluji itu biasa ma’ pinjam uang, tapi sekarang jarangmi juga kan gampangmi ini kita pelihara kakao. dipupuknya juga gamapang, kalau saya 2-3 kali satu tahun……” (wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
Dalam pertanian kakao ini tedapat kendala yang dialami oleh petani kakao di lokasi penelitian. Walaupun ada banyak masalah potensial, namun kakao merupakan komoditi yang ideal untuk dibudidayakan para petani rakyat karena dapat dibudidayakan dengan produktivitas yang sama pada skala kecil   ataupun  skala   besar.  Kakao  secara   mudah  dibudidayakan  dan dipungut hasil panennya serta tidak memerlukan banyak modal untuk alat mesin berat dalam pengolahannya. Oleh karena itu, kakao mudah dibudidayakan dengan sistem pertanian tradisional.
            Para petani mengakui bahwa tanaman kakao lebih menguntungkan jika dibandingkan tanaman yang lainnya karena pemeliharaannya tidak terlalu sulit, tidak membutuhkan modal yang banyak, tidak memerlukan lahan baru dan tidak memerlukan keterampilan khusus, tenaga laki-laki, perempuan, orang tua maupun anak-anak bisa mengambil bagian dari pengelolaan tanaman kakao,. Di samping itu buah kakao dapat dipanen setiap saat. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan tanaman sebelumnya yang hanya berbuah 1-2 kali dalam setahun. Oleh karenanya saat ini petani di lokasi penelitian semakin intens mengembangbiakkan kakao.
            Dengan meningkatnya penghasilan petani kakao, maka berdampak kepada taraf hidupnya. Pola hidup sudah berubah, baik cara makan, cara berpakaian, pola interaksi, dan mobilitas sosial. Dari segi rumah tangga, jika dahulu rata-rata rumah dengan atap nipa, sekarang sudah berubah menjadi atap seng, bahkan sudah banyak yang memiliki rumah permanen yang terbuat dari batu. Perabot rumah dengan beberapa stel kursi tamu dan beberapa buah lemari sudah dimiliki. Bahkan hampir semua rumah sudah memiliki televisi. Pemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, sudah tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa. Untuk alat komunikasi, orangtua maupun anak-anak rata-rata sudah memiliki handphone. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman kakao lebih baik dibandingkan dari pada tanaman lainnya
            Selain faktor tadi yaitu lahan, tenaga kerja serta modal, faktor alat produksi/teknologi juga menjadi syarat dalam memudahkan dalam usaha tani.
4.    Faktor Alat Produksi/teknologi
            Alat teknologi yang digunakan dalam pertanian kakao adalah pisau sayat yang tajam, cangkul, parang, karung, keranjang. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah
-       Pisau sayat ang tajam digunakan untuk melakukan teknologi samping. Pisau sayat harus tajam dan bersih agar entris bisa disambng dengan baik dan terbebas dari kuman yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kakao. selain itu pisau juga dapat digunaka untuk membelah buah kakao yang telah dipanen untuk dipisahkan daging dan kulitnya.
-       Cangkul digunakan untuk membersihkan tanaman yang mengganggu disekitar pohon kakao (parasit).
-       Parang digunakan untuk memangkas ranting pohon kakao yang lebat. Pemangkasan dimaksudkan agar tanaman kakao tersebut mendapatkan sinar matahari secara merata.
-       Keranjang ini berfungsi untuk menampung semua tanaman kakao yang telah dipanen dan dilepas dari cangkangnya. Tanaman kakao yang telah dimasukkan ke dalam karun siap untuk dibawa pulang untuk langsung dijemur atau terlebih dahulu difermentasi.
            Petani di Desa Mattirowalie mulai intens mengembangbiakkan buah kakao ketika mereka mulai mengetahui cara penanaman dan pemeliharaan buah kakao melalui usaha salah seorang petani yang mencoba meningkatkan produktifitas tanaman kakao miliknya dengan cara tempelan. Ketika cara ini berhasil, petani  lain juga mengikuti cara tempelan tersebut sehingga produktifitas tanaman kakao di Desa Mattiro walie ini semakin meningkat.
            Menurut penyuluh dari dinas perkebunan dan kehutanan Kabupaten Bulukumba, teknik tempelan yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie secara swadaya tersebut sama dengan melakukan teknik sambung samping. Sambung samping merupakan program dari Gernas untuk merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tidak produktif. Hal ini dikemukakan oleh Sdri. Nini (24 tahun) :
“…..jadi cara yang digunakan petani Desa Mattirowalie itu sama dengan cara yang kita sosialisasikan digernas. Kalau di Mattirowalie dibilang btempelan tapi kalau di Gernas itu dibilang Sambung Samping….”(wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
            Selanjutnya dalam pertanian kakao yang harus diperhatikan juga adalah perawatan atau pemeliharan tanaman kakao yang ada. Pemeliharaan/perawatan kebun kakao merupakan kegiatan yang terus dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus berkelanjutan. Perawatan yang diprioritaskan di Desa Mattirowalie, untuk tujuan seperti memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao, meningkatkan produktivitas dan kesinambungan produksi dan menjaga kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Petani di lokasi penelitian melakukan perawatan terhadap kakao yang dilakukan peremajaan melalui dua fase, yaitu perawatan dalam fase  tanaman belum menghasilkan (TBM) dan fase tanaman menghasilkan (TM) Perawatan dalam fase TBM adalah pembersihan gulma secara manual pada piringan tanaman, pemupukan, pemangkasan penaung tetap dan penaung sementara, pemangkasan bentuk tanaman kakao, dan pengendaliah hama maupun penyakit.
Pengendalian gulma pada fase TBM dilakukan pada piringan tanaman kakao atau pada jalur tanaman, dilakukan dengan menggunakan sabit atau cangkul. Pada fase ini pengendalian gulma secara kimiawi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kakao karena sebagian herbisidanya dapat mengenai daun kakao TBM. Pemangkasan bentuk dilakukan setelah tanaman membentuk jorket yang dimaksudkan untuk membentuk kerangka percabangan yang kuat dan seimbang. Dari 4-5 cabang primer yang terbentuk dipilih 3 buah cabang primer yang masing-masing tersebar merata membentuk sudut 120 derajat, sedangkan cabang primer lainnya dipangkas. Cabang-cabang sekunder sampai dengan 60 cm dari pusat percabangan dipangkas. Umunya petani di Desa mattirowalie melakukan pemupukan pada fase TBM dilakukan  3-4 kali setahun sesuai dengan dosis anjuran dengan menggunakan pupuk buatan (anorganik) baik pupuk tunggal maupun majemuk dan dengan pupuk organik yang berfungsi memperbaiki kondisi tanaman dan memperpendek masa TBM.
Memasuki fase TM (tanaman menghasilkan), kegiatan perawatan yang dilakukan oleh petani adalah pemangkasan tanaman kakao dan pelindungnya, pemupukan, dan konservasi tanah, pengendalian hama dan penyakit.
Pemangkasan pada fase TM yang dilakukan petani kakao di Desa Mattirowalie meliputi pemangkasan, pemeliharaan dan produksi, seperti membuang bagian tanaman yang tidak dikehendaki, seperti tunas air, cabang sakit, patah, menggantung dan cabang balik. Hal ini berguna untuk memacu tanaman agar menumbuhkan daun baru yang potensial sebagai produsen asimilat, menekan resiko terjadinya serangan hama dan penyakit, menjaga agar tinggi tajuk tanaman terus terkontrol pendek guna mempermudah panen dan pengendalian hama/penyakit, meningkatkan produksi buah. pemangkasan pemeliharaan dilakukan 3-4 kali per tahun. Sedangkan pemangkasan produksi identik dengan pemangkasan berat yang dilakukan 2 x setahun (bulan oktober/november dan april).
Pemupukan tanaman kakao sendiri dibagi dua, yaitu melalui tanah dan daun. Pemberian pupuk organik melalui tanah dilakukan dengan meletakkan pupuk pada parit (alur) yang dibuat melingkar di sekeliling pohon dan kemudian ditutup kembali. Penutupan itu sendiri dimaksudkan untuk mengurangi penguapan pupuk dan erosi. Cara ini terbukti meningkatkan efisiensinya. Pemupukan melalui daun hanya dilakukan sebagai pelengkap agar unsur hara yang diberikan dapat segera dipergunakan oleh tanaman. Dilakukan apabila telah tampak gejala kekurangan atau hanya dilakukan pada pemupukan. Pemberian pupuk anorganik dilakukan 2 kali setahun, yaitu awal musim hujan (oktober-november) dan akhir musim hujan (maret-april), dan jika memungkinkan pemupukan dapat dilakukan lebih dari dua kali setahun (3-4 kali setahun). Makin sering dipupuk, makin tinggi produksinya meskipun jumlah pupuk yang diberikan dalam setahun tetap sama.
Pupuk organik dapat ditaburkan di sekeliling pohon atau diletakkan pada parit pada salah satu pohon, dengan kedalaman parit 30 cm dan pupuk tersebut kemudian ditimbun dengan tanah setebal 5 cm. Dosis aplikasi pupuk organik yang baik adalah 25 kg/ha/pohon/tahun. Untuk pengendalian, yang difokuskan pada organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi hama, penyakit, dan gulma. Dalam budidaya tanaman kakao, pencegahan meluasnya serangan OPT melalui penerapan teknik budidaya yang baik (Good agricultural practices/GAP) sangat penting, dengan demikian dapat dihindari eksploitasi hama dan penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya kerugian besar.
Pada pertumbuhan tanaman kakao terdapat kendala yan harus diwaspadai yaitu hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao tersebut. Hama utama kakao, yaitu
-       Penggerek buah kakao (PBK)= serangan hama penggerek buah kakao termasuk golongan ngengat atau sejenis serangga. Serangga ini melakukan perkembangbiakan dengan meletakkan telurnya pada buah kakao yang memiliki alur paling banyak pada permukaannya dengan ukuran panjang yang lebih dari 5 cm. Apabila telah menetas berbentuk larva, larva tersebut langsung melakukan penetrasi kedalam buah, dan apabila telah mencapai biji, larva akan menggerek dan makan permukaan dalam kulit buah, daging buah, dan terkadang juga memakan bagian kulit biji kakao yang sedang berkembang. Akbiat dari serangan larva ini akan membuat biji lengket satu sama lain, larva ini juga membuat ukuran biji menjadi kecil karna tidak lagi berkembang dengan demikian akan mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas biji. Pengendalan hama yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie yaitu dengan melakukan pemangkasan. Dengan pemangkasan yang baik maka cahaya matahari akan masuk ke bagian tanaman, sirkulasi udara baik serta air hujan juga dapat masuk ke bagian tanaman lainnya. Kondisi ini tidak disenangi oleh hama PBK. Dan akan berpindah pada kebun yang tidak melakukan pemangkasan.
-       Helopeltis : hama helopeltis merupakan sejenis serangga biasa disebut oleh petani kakao di Desa Mattirowalie dengan nama ketti-ketti. Gejala tanaman kakao bila terserang hama ini ditandai dengan noda hitam kecil yang muncul pada permukaan kulit buah kakao. Noda tersebut merupakan tempat serangga helopeltis menusukkan mulutnya ke dalam buah untuk menghisap air dari kulit buah. Hama helopeltis tidak hanya menghisap dari satu tempat saja, melainkan di beberapa tempat pada satu buah. Ini dikarenakan kulit buah kakao cukup keras, maka hama ini tidak dapat memperoleh cukup makanan sehingga ia harus mencari di tempat lain pada permukaan buah yang sama. Pada pengendaian hama yang dilakukan petani di Desa Mattirowalie adalah dengan cara membiarkan musuh alami helopeltis seperti semut hitam laba-laba berada dalam kebun kakao.
-       Hama Tikus : hama tikus merupakan hama yang juga sangat mengancam perkembang biakan tanaman kakao. Tikus sudah mencapai dewasa ketika berumur 1,5 bulan dan segera berkembang biak. Setelah 3 minggu tikus akan memisahkan diri dengan induknya dan mencari makan sendiri. Gejala serangan yang disebabkan hama tikus yaitu tikus menyerang buah kakao pada malam hari dan dan menimbulkan keratin pada buah yang berbentuk bulat. Biasanya awal serangan dimulai dari pangkal buah. Akibat dari serangan hama tikus ini akan membuat buah kakao menjadi kering dan tidak dapat dipanen. Pengendalian yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie terhadap hama tikus ini yaitu dengan cara memelihara predator burung hantu. Habitat burung hantu ini masih sering dijumpai di Desa Mattirowalie. Selain burung hantu, para petani juga menggunakan racun untuk membasmi hama tikus
-       Babi hutan : Hama babi hutan juga sering menyerang tanaman kakao. Hama babi hutan ini menimbulkan kerusakan pada kulit kakao yang tidak beraturan karena biji kakao dimakan oleh babi hutan. Pengendaian hama yang sering dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie ini yaitu dengan melakukan perburuan secara gotong royong dengan menggunakan senjata, selain perburuan petani juga memberikan umpat beracun. Melalui upaya pengendalian hama lambat laut populasi babi hutan akan menurun.
            Selanjutnya penyakit utama yang sering menyerang tanaman kakao di desa tersebut adalah :
-       Penyakit Busuk Buah (Phytophtora Palmivora) : pada penyakit busuk buah ini gejala yang ditimbulkan adalah buahkakao berbercak coklat kehitaman,biasanya dimulai dari ujung hingga pangkal buah. Penyakit ini disebarka melalui jamur yang terbawa atau terpercik air hujan. Pada saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah. Penyakit dapat berkembang dengan sangat cepat pada kebun yang memiliki curah hujan sangat tinggi. Pengendalian penyakit ini biasa dilakukan petani dengan pengaturan pohon pelindung dan pemangkasan tanaman kakao, sehingga kelembaban kebun turun
-       Penyakit Kanker Batang (Phytophtora Palmivora) : pada penyakit ini biasanya muncul gejala kulit batang yang kehitaman dan sering terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti lapisan karat. Jika kulit lapisan luar dibersihkan maka tampak lapisan dibawahnya membusuk dan berwarna merah anggur. Biasanya penyebaran penyakit kanker batang sama dengan penyebaran penyakit busuk buah. Penyakit kanker batang terjadi karenavirus yang menginveksi buah menjalar melalui tangkai buah mencapai batang. Penyakit ini sering timbul pada daerah yang curah hujannya tinggi atau pada kebun yang sering tergenang air. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara membuka kulit batang yang membusuk sampai batas kulit yangsehat. Luka bekas kupasan kemudian dioleh caran khusus atau biasa disebut fungisida. Namun apabila serangan pada kulit hampir melingkar, maka tanaman dipotong atau dibongkar.
-       Penyakit Jamur Upas (Corticium Salmonicolor) : penyakit ini biasanya ditandai sisi bagian bawah cabang dan ranting terifeksi oleh jamur. Jamur akan berkembang terus dan membentukkerak yang berwarna merah tua dan biasanya terdapat pada sisi yang lebih kering. Pada bagian ujung dari cabang yang sakit, daun-daun layu agak mendadak dan banyak yang tetap melekat pada cabang, meskipun sudah kering. Penyebaran jamur upas ini biasanya terbawa oleh angin. Kelembaban yang tinggi sangat membantu perkembangbiakan penyakit ini. Pengendalian penyakit ini adalah dengan memotong cabang ranting yang terserang jamur pada bagian yang masih sehat, kemudian dibakar atau dipendam.
-       Penyakit Akar (Jac: Fomes Lamaoensis, Jap : Fomes Lignosus): tiga jenis penyakt akar yaitu penyakit akar merah, penyakit akar coklat dan penyakit akar putih. Gejala di atas tanah dari ketiga jenis jamur tersebut adalah sama, mula-mula daun menguning, layu dan akhirnya gugur kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Pengendalian terhadap tanaman ini yaitu tanaman yang telah mati hars dibongkar berikut akar-akarnya sampai tuntas. Untuk mencegah penyebaran ketanaman lain perlu dibuat parit isolasi sedalam 80cm dengan lebar 30 cm pada tanaman satu baris di luar tanaman yang mati.
-       Kelayuan Pentil : penyakit ini merupakan penyakit fisiologis seperti halnya gugur buah pada tanaman buah-buahan. Penyebab penyakit ini antara lainpersaingan nutrisi antara pentil dengan pertunasan dan buah-buahan dewasa, serta luka mekanis karena tusukan hama helopeltis (ketti-ketti). pengendalian penyakit ini dengan memberikanpemupukan yang tepat, dan tidak melakukan pangksan berat serta pembukaan penaung drastis yang dapat memacu pertunasan.
            Pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao diutamakan dilakukan melalui sistem pengendalian terpadu, dimana menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama atau penyakit adalah sebagai pelengkap dan bukan merupakan komponen pengendalian yang paling utama.  Seperti yang dikatakan oleh Riswan (45 tahun ).
“banyak hama yang serang tanaman kakao, tapi yang paling sering kita dapati disini itu hama yang bikit buah kakao itu busuk, jadi kalau kita panen itu buahnya trus pas kita buka, banyak yang rusak karna busuk, kalau begitumi kita semprot saja pake itu pestisida”(wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
            Hasil kerja petani berubah dengan nyata. Dulu, petani menggarap lahan pertanian dengan tanaman musim seperti cengkeh,langsat, rambutan yang hasilnya 1-2 kali setahun, sehingga di antara musim terjadi kevakuman petani. Setelah beralih ke kakao sebagai tanaman tahunan maka petani bisa panen lebih sering, yaitu 1-2 minggu sekali. Hal ini menjadikan petani kakao lebih aktif dalam usaha taninya sehingga mereka bisa bekerja secara maksimal sepanjang tahun
D.   Strategi/Upaya Peningkatan Mutu Kakao
            Dalam strategi/upaya peningkatan mutu kakao di Desa Mattirowalie dapat dibagi menjadi dua strategi. Strategi yang dimaksud adalah strategi yang dilakukan oleh petani secara swadaya dan strategi yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bulukumba.
1.    Strategi yang dilakukan petani secara swadaya.
            Pada strategi peningkatan mutu kakao di Mattirowalie, petani di Desa tersebut melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kakao mereka. Diantaranya teknik tempelan/ sambung samping, kemudian baru-baru ini sebagian petani mencoba mengembangbiakkan tanaman kakao dengan cara sambung pucuk.
a.    Teknik Tempelan/Sambung Samping
Petani di Desa Mattirowalie pada umumnya melakukan upaya rehabilitasi kakao dengan teknik tempelan dalam program GERNAS teknik tempelan tersebut disebut dengan teknik sambung samping. Untuk melakukan sambung samping, para petani melakukan dengan cara seperti berikut :
-       Persiapan Cabang
Cabang plagiotrop berasal dari pohon yang kuat,  perkembangannya normal, bebas dari hama dan penyakit, bentuk cabang lurus dan diameternya disesuaikan dengan batang bawah.
-       Persiapan Entres
Entres diambil dari pohon entres kebun produksi, mempunyai produksi stabil, tahan hama dan penyakit utama kakao. Klon anjuran untuk batang atas yaitu Sulawesi 1, Sulawesi 2, dan Jakumba. Jakumba merupakan bibit lokal unggul yang telah dipatenkan oleh pemerintah. Entres berupa cabang plagiotrop berwarna hijau atau  hijau  kekakaoan  dan  semi  hardwood,  dengan  ukuran  diameter 0,75  -  1,50 cm. Panjang cabang  ± 40 cm, entres yang telah diambil langsung disambung pada hari yang sama.
Entres  sebaiknya  segera  digunakan,  usahakan  jangan  lebih dari 5  hari  setelah  pengambilan  dari  pohon  entres.  Sebelum  entres disambungkan terlebih dahulu dipotong - potong ± 20 cm atau 5 mata  tunas selanjutnya pangkal entres disayat miring atau runcing ± 3 - 4 cm.
-       Batang Bawah
Batang  bawah  harus  sehat,  kulit  batang  masih  muda  ketika dibuka  warnaa  kambium  putih  bersih.  Apabila  batang  bawah  kurang sehat, sebelum penyambungan dilakukan pemupukan, pemangkasan, penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit
-       Penyambungan
Penyambungan dilakukan sebaiknya pada pagi hari dan awal
musim  hujan,  agar  tanaman  yang  akan  disambung  masih  dalam
keadaan segar dan mudah terkelupas. Tahapan pelaksanaan sambung
samping sebagai berikut : batang kakao dikerat pada ketinggian 40 - 60
cm  dari  permukaan tanah.  Setelah itu  batang  disayat  dengan  pisau
bersih selebar 1 cm dengan panjang 2 - 4 cm. Sayatan dibuka dengan
hati-hati agar tidak merusak kambium. Kemudian entres dimasukkan ke
dalam  lubang  sayatan  sampai  ke  bagian  dasar  sayatan.  Teknik
sambung samping dilakukan pada kedua sisi batang bawah.
Kulit batang bawah ditutup kembali sambil ditekan dengan ibu
jari  dan  diikat.  Setelah  itu  sambungan  dikerodong  dengan  plastik
penutup, selanjutannya dilakukan pengamatan tanpa membuka plastik
penutup  selama
2 -3  minggu  setelah  penyambungan.  Hal  ini dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan sambungan, bila kondisi entres  masih  segar  berarti  sambungan  berhasil.  Pembukaan  plastik penutup dilakukan bila panjang tunas sudah mencapai 2 cm atau lebih kurang umur satu bulan sejak pelaksanan sambungan.
Tunas yang baru tumbuh dilindungi dari serangan OPT dengan
aplikasi  pestisida  yang  didasarkan  atas  hasil  pengamatan.  Dalam
pemeliharaan ini tidak hanya pada batang yang disambung samping
tetapi meliputi berbagai aspek yaitu pendangiran, pengendalian hama  dan penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan pengairan.
Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu sebulan sebelum penyambungan dan sebulan setelah penyambungan. Jenis dan dosis  pupuk sesuai dengan  hasil analisa  tanah  dan  daun.  Setelah 3  bulan  pelaksanaan  sambung samping  sebaiknya  tajuk  batang  bawah  dipangkas.  Batang  bawah dapat dipotong total bila batang atas telah tumbuh kuat dan berbuah. Penanaman pohon pelindung tetap yang dianjurkan adalah tanaman gamal dengan jarak tanam 6 m x 6m.
b.    Teknik Sambung Pucuk
            Selain sambung samping, petani di Desa Mattirowalie juga mengembangkan teknik baru untuk menghasilkan kakao yang baik dengan cara yang mereka sebut sambung pucuk. Pada teknik sambung pucuk ini sebanarnya hampir sama dengan sambung samping yakni entries dari klon unggul sama-sama disambungkan ke pohon kakao tersebut. Namun terdapat perbedaan pada kedua teknik tersebut, jika pada teknik sambung samping telebih dahulu memotong habis pohon kakao sehingga tersisat batang utamanya, pada teknik sambung pucuk ini tidak dilakukan pemangkasan. Sebab penyambungannya dilakukan di ujung tangkai yang dipastikan cocok untuk disambungkaan dengan entries. Entris yang digunakan juga berasal dari klon unggul, bedanya entres ini adalah entres yang masih berumur muda. Perkembangbiakan melalui teknik sambung pucuk ini akan menghasilkan buah yang sama dengan induk dari klon yang disambungkan.
            Saat ini teknik sambung pucuk baru dilakukan di Desa Mattirowalie, sehingga masih banyak petani kakao di desa tersebut belum melakukan teknik ini terhadap tanaman kakaonya. Hanya sebagian kecil petani di Desa Mattirowalie yang melakukan teknik sambung pucuk ini.


2.    Strategi Peningkatan mutu Kakao oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bulukumba       
            Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa petani di Desa mattirowalie telah melakukan upaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman kakao milik mereka secara swadaya yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao mereka. Upaya rehabilitasi  yang mulai dilakukan pada tahun 2006 yang pertama kali dilakukan oleh salah seorang petani dan kemudian diikuti oleh petani lainnya.
            Pada tahun 2009, yaitu dua tahun setelah dilakukannya teknik tempelan yang dilakukan oleh petani secara swadaya di desa Mattirowalie tersebut, Dinas Perkebunan dan Kehutanan melakukan sosialisasi Gernas Kakao yaitu upaya  percepatan  peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil  kakao nasional  dengan memberdayakan secara  optimal  seluruh  potensi  pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada melalui kegiatan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Ditjenbun, 2009).
Program GERNAS KAKAO merupakan upaya dari pemerintah untuk meningkatkan produksi kakao dengan cara rehabilitasi, peremajaan dan intensifikasi. Berdasarkan Petunjuk Teknik Daerah GERNAS Kakao  2009  -  2011 (Ditjenbun, 2009) kegiatan utama GERNAS Kakao meliputi :
1.    Kegiatan Peremajaan Tanaman
Kegiatan peremajaan ini merupakan upaya penggantian tanaman yang tidak produktif  (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap dan  menerapkan inovasi teknologi.
Persyaratan kebun yang akan diremajakan yaitu tanaman sudah tua (umur > 25 tahun), jumlah tegakan/populasi tanaman < 50 % dari  jumlah standar (1.000 pohon/ha), produktivitas tanaman rendah (< 500 kg/ha/tahun), terserang  OPT utama (PBK, Helopelthis, VSD dan busuk  buah) dan lahan memenuhi persyaratan kesesuaian.
Benih kakao yang digunakan untuk peremajaan merupakan benih kakao klon unggul yang tahan/toleran terhadap hama PBK dan penyakit VSD, yang diperbanyak dengan teknologi Somatic Embryogenesis (SE), bersertifikat, siap tanam dan memenuhi criteria standar mutu benih kakao SE siap salur.
2.    Kegiatan Rehabilitasi Tanaman
Sasaran kebun kakao yang akan direhabilitasi adalah kebun hamparan dengan kondisi tanaman masih produktif (umur < 15 tahun) dan secara teknik dapat dilakukan sambung samping, jumlah tegakan / populasi tanaman antara 70 - 90 % dari jumlah standar (1.000 pohon/ha), produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/tahun) tetapi masih bisa ditingkatkan, jumlah pohon pelindung > 70% dari standar, terserang OPT utama, dan lahan memenuhi persyaratan kesesuaian.
Teknologi yang digunakan adalah teknologi sambung samping dengan menggunakan entres yang berasal dari klon kakao unggul yang bebas dari infeksi penyakit (VSD dan Phytophthora palmivora). Sambung samping merupakan salah satu cara untuk merehabilitasi tanaman kakao
Petani di Desa Mattirowalie pada umumnya melakukan upaya rehabilitasi kakao dengan teknik tempelan dalam program GERNAS teknik tempelan tersebut disebut dengan teknik sambung samping.
Pada kegiatan sambung samping ini, Dinas Perkebunan dan Kehutanan memberikan klon unggul untuk dilakukan sambung samping kepada petani kakao. Namun hanya sebagian kecil petani yang melakukan kegiatan sambung samping dengan bantuan klon unggul dari Gernas. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani kakao telah melakukan teknik tempelan/sambung samping secara swadaya dengan menggunakan klon Jakumba (klon lokal unggul). Sehingga petani Desa Mattirowalie hanya menjalankan kegiatan intensifikasi dari Gernas.
3.    Kegiatan Intensifikasi Tanaman
Kebun  kakao  yang  mendapat  perlakuan  intensifikasi  adalah  kebun dengan kondisi tanaman masih muda  (<  10 tahun) tetapi kurang terpelihara, jumlah tegakan/populasi tanaman  >  70  % dari jumlah standar,  produktivitas tanaman rendah dan masih mungkin ditingkatkan, pohon pelindung > 20 % dari standar, terserang OPT utama dan lahan memenuhi syarat.
Kegiatan intensifikasi dari program gernas  Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bulukmba ini memberikan bantuan pupuk kepada petani yang telah lebih dulu melakukan teknik tempelan/sambung samping secara swadaya. Hampir semua petani kakao di Desa mattirowalie mendapakan bantuan pupuk ini. Dengan adanya bantuan pupuk ini para petani merasa sangat terbantu. Para petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk, sehingga uang yang mereka miliki dapat digunakan untuk keperluan lain. Pupuk yang diberikan juga merupakan pupuk yang sangat baik terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
E.   Pengolahan Pasca Panen.
            Selain perawatan dan pemeliharaan tanaman kakao, pengolahan pasca panen terhadap tanaman tersebut juga harus sangat diperhatikan. Terbentuknya cita rasa coklat yang baik ditentukan dari bagaimana cara pengolahan saat panen buah kakao.
            Buah kakao dapat dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan.Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanyaberbunyi. Keterlambatan waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam. Panen terhadap buah kakao harus tepat waktu agar tercapaimutu/ kualtas kakao yang baik. Mutu kakao yang baik telah ditentukan standarnya sesuai tabel dibawah ini.


Standar Mutu Kakao
Tabel-2:Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)
(Sumber : www.kadin-indonesia.or.id)
Keterangan:
* Revisi September 1992
* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr.
• AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85
• A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100
• B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110
• C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
• Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120.
            Pengelolaan pasca panen kakao dimulai pada kegiatan pemetikan buah, prossesing buah (pengupasan buah,fermentasi, perendaman, pencucian, pengeringan, sortasi biji) dan pemasaran. Dari kegiatan tersebut khususnya pada prossesing buah merupakan kegiatan yang penting karena erat sekali kaitannya dengan mutu produksi
1.    Proses Pemetikan
            Dalam pemetikan buah kakao ini biasanya dilakukan 1-2 minggu sekali. Pemetikan terhadap tanaman kakao dilakukan apabila kulit buah terjadi perubahan warna. Pada proses pemetikan juga dilakukan dengan menggunting atau memangkas buah. Kemudian tangkai buah disisakan 1-1,5 cm dari batang atau cabang. Buah yang telah dipanen kemudian harus secepatnya dibelah. Pada saat pembelahan buah kakao ini dilakukan pemisahan antara buah yang baik dan buah yang terserang hama dan penyakit. Selanjutnya kulit buah dan sisa-sisa yang terkena serangan hama dan penyakit dibenam/dikubur kedalam tanah.
2.    Proses Fermentasi
            Untuk menghasilkan kakao dengan kualitas yang baik, proses fermentasi juga harus dilakukan. Proses fermentasi ini bertujuan untuk menghasilkan kakao dengan cita rasa yang baik.
Titik berat dalam pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi. Dimana proses ini terjadi pembentukan cita rasa coklat, pengurangan rasa pahit dan sepat dan perbaikan penampakan fisik biji kakao. selama proses fermentasi biji kakao terjadi pembentukan senyawa cita rasa biji kakao.
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi (Muljana, 2001).
Buah kakao yang telah dikeluarkan bijinya, kemudian bijinya ditempatkan pada sebuah wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya  keranjang yang dilapisi oleh daun(biasanya daun pisang), dan container (kotak) kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp yang dihasilkan selama fermentasi. Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
Menurut Muljana, (2001) fermentasi biji kakao akan menghasilkan cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang, dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi penkakaoan non-enzimatis) selama penyangraian.
3.    Pengeringan
Tujuan dari pegeringan adalah menurunkan kandungan air biji. Pengeringan sangat berpengaruh terhadap pembentukan calon cita rasa coklat terutama berkaitan erat dengan tingkat keasaman pada biji kakao. Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari. Pengeringan ini dapat memakan waktu 14 hari.
            Pengeringan yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang asam. Penggunaan panas yang tinggi dalam pengeringan selain dapat menyebabkan tingkat keasaman yang tinggi juga beresiko menyebabkan terjadinya cacat cita rasa. Pengeringan yang baik dapat dilakukan dengan memanfaatkan cahaya matahari. Dengan cara biji dihamparkan diatas tempat tertentu seperti tikar atau lantai kemudian di jemur di bawah sinar matahari. Selain memanfaatkan sinar matahari juga dengan enggunakan alat pengering, namun di Desa Mattirowalie para petani belum memiliki alat pengering.
4.    Pengarungan dan Penyimpanan
            Metode penyimpanan biji kakao yang baik akan menjamin kualitas biji kakao. Kakao yang telah dijemur kemudian dimasukkan kedalam karung goni. Karung goni tidak boleh diletakkan di atas lantai semen karena biji coklat yang telah kering dapat menyerap air dari lantai. Selain itu penempatan biji kakao juga harus bebas air hujan dan hama perusak. Setelah pengarungan atau penyimpanan, barulah kemudian biji kakao dijual kepada pengepul/pengumpul.
5.    Distribusi Tanaman Kakao
Walaupun proses fermentasi dapat meningkatkan mutu dari kakao itu sendiri dan membuat harga juga naik, namun hanya sebagian kecil yang melakukan fermenasi terhadap tanaman kakao, sebaliknya masih banyak petani kakao di Desa mattirowalie yang memilih untuk tidak melakukan fermentasi terhadap tanaman kakao milik mereka. Mereka lebih memilih untuk langsung dijemur kemudian menyimpannya lalu kemudian dijual kepada para pengepul. Hal ini dilakukan karena harga yang ditawarkan oleh para pengepul antara kakao fermentasi dengan kakao yang tidak difermentasi adalah sama.
Gambar. 2.
Rantai Pemasaran Kakao
Pedagang besar
Petani Kakao
Pengepul
Ekspor
Perusahaan
 








           
            Dari gambar diatas dapat kita ketahui rantai pemasaran biji kakao hasil panen petani. Diketahui bahwa petani menjualnya kepada pengepul/pengumpul, kemudian dari pengumpul tersebut menjualnya kepada pedagang besar, pada pedagang besar ini terkumpul kakao yang diperoleh dari berbagai pengepul. Setelah dari pedangang besar barulah kemudian di jual kepada perusahaan untuk diolah menjadi bahan makanan. Selain dijual ke prusahaan, sebagian juga ada yang diekspor ke luar negeri. Semakin jauhnya jarak pemasaran dengan perusahaan membuat petani enggan melakukan fermentasi terhadap biji kakao mereka. Hal inilah yang diungkapkan salah seorang petani Bapak Riswan (45 tahun) :
“itu kalau kita fermentasi juga samaji harganya, fermentasi atau tidak difermentasi tetap sama harganya, justru kalau kita fermentasi itu yang untung sebenarnya itu pengepulnya”(wawancara pada tanggal 20 januari 2013)
            Mereka beranggapan jika kakao mereka difermentasi maka keuntungan hanya diperoleh para pengepul ketika pengepul menjualnya ke perusahaan yang mengolah kakao menjadi bahan makanan. Para petani juga belum memiliki mitra dengan perusahaan besar untuk menjual kakao mereka, sehingga lebih memilih untuk tidak memfermentasi kakao mereka. Hal inilah yang dikemukakan oleh salah seorang petani bernama bapak Jamaluddi (45 tahun)
“di sini kita juga belum punya mitra, jadi kita jual buah kakao di sini Cuma lewat pengepul, seandainya ada  kita punya mitra mungkin mau jeki fermentasi krna pasti sesuai harganya”(wawancara pada tanggal 15 Januari 2013)
             Petani kakao dapat menjual hasil produksi kakao melalui para pembeli yang biasa disebut sebagai pengepul/pengumpul. Para pengumpul ini datang ke desa hanya 1 minggu sekali yaitu pada hari sabtu. Selain pengumpul mingguan, ada juga para pengumpul yang dapat membeli biji kakao setiap hari, hanya saja harga beli yang ditawarkan sedikit murah. Petani kakao biasanya menjual hasil produksi setiap 3 hari sekali setiap 1 minggu sekali. Tidak ada tempat transaksi khusus, petani dapat menunggu para pengumpul datang ke rumah mereka. Namun ada juga petani yang membawanya ke tempat pengumpul untuk dijual.
            Harga kakao dengan kualitas yang baik biasanya dijual dengan harga Rp. 15.000-Rp 25.000/ Kg. Semakin baik kualitasnya semakin tinggi harga jualnya. Sebaliknya kakao dengan kualitas rendah biasanya dijual berkisar Rp.9.000/Kg, semakin rendah kualitasnya maka semakin rendah harga jualnya.
            Keinginan yang besar dari petani untuk tetap menjaga ke-eratan hubungan sosial sering memaksa dan menghilangkan rasionalitas petani dalam berbisnis. Artinya, kebanyakan petani di pedesaan lebih cenderung untuk menomor-satukan hubungan resiprositas sosial dibandingkan dengan keuntungan bisnis semata, meskipun bisnis kakao tersebut merupakan penyokong kehidupan ekonomi keluarga. Realitas seperti ini bukan sesuatu yang mustahil adanya, karena sampai saat ini, di pedesaan masih banyak dijumpai pengepul/pengumpul, disamping berperan sebagai pembeli produksi kakao, juga masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan petani petani kakao lain; baik itu sebagai mertua/famili, atau pemberi dana bagi kehidupan rumah tangga, dsb. Jadi karena hubungan patron-client tersebut sudah bercampur aduk dengan hubungan sosial kekeluargaan, maka hubungan resiprositas dan keterikatan sosial tersebut, pada akhirnya dapat menyulitkan posisi petani dalam adu tawar-menawar dalam proses penentuan harga bagi produksi kakaonya. Karenanya kebanyakan mereka, suka atau tidak, terpaksa atau rela, mereka pasrah dan menerima harga yang telah ditentukan (sepihak) oleh para pengepul.
            Hal lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat pendapatan petani adalah rantai pemasaran kakao, sebab kenyataan menunjukkan bahwa banyaknya lapisan pedagang yang terlibat, sehingga menjadikan rantai tataniaga kakao di sini cukup panjang, dan kondisi demikian sudah merupakan suatu fenomena lama. Petani tidak pernah bisa langsung dalam memasarkan produksi kakaonya kepada pabrik atau pedagang eksportir karena tidak adanya mitra. Panjangnya rantai tataniaga itu berakibat kepada rendahnya harga jual di tingkat petani, karenanya petani hanya bisa menerima harga kakao  apa adanya.
            Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul lainnya yang bukan menjadi langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari pedagang langgananya karena factor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli.          Walupun demikian para petani lebih senang membudidayakan tanaman kakao. para petani mengakui Pola hidup sudah berubah, baik cara makan, cara berpakaian, pola interaksi, dan mobilitas sosial. Dari segi rumah tangga, jika dahulu rata-rata rumah dengan atap nipa, sekarang sudah berubah menjadi atap seng, bahkan sudah banyak yang memiliki rumah permanen yang terbuat dari batu. Perabot rumah dengan beberapa stel kursi tamu dan beberapa buah lemari sudah dimiliki. Bahkan hampir semua rumah sudah memiliki televisi. Pemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, sudah tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa. Untuk alat komunikasi, orangtua maupun anak-anak rata-rata sudah memiliki handphone.
            Selain itu tanaman kakao sebagai tanaman berkayu sebagai penggunaan modal ekologis yang paling efektif untuk meningkatkan keseimbangan sistem-sistem pertanian dataran tinggi. Perubahan ekologis ini memberikan kontribusi positif untuk mencegah terjadinya erosi dan banjir. Tanaman berkayu salah satu penyebab pada pembabatan hutan, namun ketika hutan musnah ternyata tanaman kakao sebagai tanaman berkayu dapat tampil dijadikan alat peremajaan hutan dan menjadi hutan produksi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpilan
            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.    Dalam sistem pengetahuannya, pertanian Desa Mattirowalie telah menjadi lebih maju dengan teknologi baru yang dipakai oleh para petani yang didapatkan melalui pembelajaran dari luar maupun teknologi sederhana yang ditemukan sendiri oleh petani Desa Mattirowalie. Teknologi tersebut adalah teknologi dalam meningkatkan produktifitas tanaman kakao yang telah berumur tua dengan melakukan teknik tempelan.  Teknik tempelan merupakan cara/teknik dimana dilakukan pengeembang biakan tanaman kakao secara buatan. Cara buatan yang dimaksud adalah dengam melakukan persilangan antara pohon kakaoyang asli/pohon kakao yang sudah tua dan kurang produktif disambungkan dengan entres yang berasal dari pohon yang memiliki buah yang baik, pertumbuhan stabil, tahan hama. Sehingga hasil yang diperoleh juga bagus.
2.    Pola bertani yang dilaukan oleh petani desa mattirowalie pada umunya sama dengan pola pertanian lainnya yaitu dengan melaukan perawatan terhadap tanaman kakao. Pada pengolahan lahan perawatan tanaman kakao yang dilakukan dibagi dalam dua fase, yaitu fase tanaman menghasilkan (TM) dan fase tanaman belum menghasilkan (TBM). kemudian tenaga Kerja petani Desa Mattirowalie mempekerjakan warga yang tidak memiliki pekerjaan, warga yang tidak memiliki pekerjaan dapat memperoleh upah dari petani yang mempekerjakan mereka.
3.    Pengolahan hasil panen tanaman kakao didesa mattirowalie sebenarnya mampu menghasilkan biji kakao dengan cita rasa yang baik. Pengolahan setelah panen merupakan factor penentu bagus tidaknya tanaman kakao tersebut. Hanya saja pengolahan biji kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie pasca panen kurang maksimal karena hanya sebagian kecil petani yang melakukan fermentasi terhadap tanaman kakao mereka.
B.   Saran
            Saran-saran yang dapat diberikan dengan berdasarkan pada hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Usahatani kakao di desa Mattirowalie layak dan menguntungkan untuk diusahakan. Oleh karena itu diharapkan petani Desa Mattirowalie terus mengusahakan dan mengupayakan peningkatan produksi dengan lebih memperhatikan teknik-teknik budidaya yang baik.
2.    Peningkatan produksi sebaiknya disertai perbaikan kualitas/mutu biji kering kakao dengan memperhatikan proses fermentasi dan penjemuran yang optimal. Hal yang sangat menentukan tingkat harga di pasar internasional adalah mutu biji kakao. Oleh karena itu perlu adanya perhatian produsen kakao Indonesia terhadap kualitas biji kakao yang akan diekspor.
3.    Perlunya mitra usaha tani dalam menjual hasil usaha tani tanaman kakao. Dengan adanya mitra usaha tani seperti perusahaan besar dapat menstabilkan harga jual kakao itu sendiri sehingga petani dapat menjual langsung hasil tani kepada perusahaan besar.
 

0 komentar:

Posting Komentar

apakah pendapat anda tentang blog ini?

RAMALAN CUACA

pendaftaran FMA

Powered byEMF HTML Contact Form

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Recent Posts

Social Media Sharing by CB Bloggerz

facebook

twitter